98

2.4K 217 5
                                    

Tok... Tokk... Tokkk...

Suara ketukan pintu membuat tangan Adit berhenti untuk mengelus surai panjang sang istri. Dengan kilat seketika ia beranjak ke arah pintu. Terlebih, saat suara nyaring Hawa memanggil ibunda nya yang baru saja terlelap akibat kenikmatan yang Adit berikan.

"Mami... Mami... Buka pintunya... Kenapa di kunci" Suara Hawa melengking si sertai dengan jari yang tidak henti mengetuk daun pintu kamar Maya.

Kamar yang menjadi saksi kemajuan hubungan mereka, bisa di bilang juga, kamar yang menjadi saksi Adit berbuka puasa setelah puasa tanpa batas waktu beberapa tahun ini, sedikit kisruh akibat ulah Hawa.

Dengan segera, Adit membuka pintu kamar itu dan menutupnya pelan lalu menggiring anak perempuannya untuk sedikit menjauh dari ruangan mesum itu.

"Mau kemana Pi... Kok Papi yang keluar dari kamar Mami, Mami mana?" Ucap gadis dengan seragam merah putih yang bingung dengan sesekali masih menengok kan kepalanya ke arah pintu yang tadi sang ayah tutup.

Adit mensejajarkan tingginya dengan sang putri dan mendaratkan kedua tangannya di bahu kecil itu "sstttt" Ucapnya memberi aba-aba pada Hawa agar tidak terlalu banyak bersuara "Mami tidur" Imbuh Adit menjelaskan mengapa ia harus sampai membawa menjauh dari jangkauan ibu nya.

Hawa semakin menatap Adit penuh tanda tanya, pasalnya baru kali ini alasan Maya tidur membuatnya tidak bisa masuk ke dalam kamar sang ibu "biasanya walaupun Mami tidur, Adek boleh masuk kok. Papi gak bohongin Adek kan? Mami libur kan hari ini? Mami ngapain di kamar?" Rentetan pertanyaan khas anak-anak menguar begitu saja dari bibir mungil Hawa.

Penjelasan yang Adit berikan namun tidak bisa di terima dengan baik oleh Hawa cukup membuat Adit frustasi. Akhirnya Adit memilih untuk memberikan penawaran pada sang anak saja, agar perhatiannya teralihkan pada hal lain "temenin Papi ke apotek dulu yuk, nanti Adek boleh beli es krim" Ajak Adit.

Tawaran sang ayah membuat Hawa membayangkan makanan itu ada di depan matanya. Batasan yang di buat Maya agar Hawa tidak terlalu banyak mengonsumsi makanan dingin itu di cuaca panas begini membuat Hawa hampir saja mengiyakan ajakan Adit. Untungnya, insting nya sebagai anak menahannya untuk tetap disana dan kembali mempertanyakan keberadaan ibunda nya yang sampai detik ini belum juga keluar dari ruang pribadinya.

"Enggak. Adek mau makan es krim sama Mami" Ucap Hawa kekeh, sambil menggembungkan pipi nya yang membuatnya semakin terlihat menggemaskan.

"Kan Papi bilang Mami tidur, jangan di ganggu dong. Adek gak kasian sama Mami? Mami bilang sama Papi loh kalau kemarin pasien Mani banyak" Adit masih mencoba mengalihkan perhatian Hawa akan kemunculan Maya yang memang belum terlihat meskipun suara Hawa terdengar keras.

"Enggak mau! Pokoknya Adek mau lihat sendiri, Mami tidur" Lagi-lagi anak perempuannya itu memperlihatkan keras kepalanya.

Mendengar permintaan Hawa yang tidak dapat di ganggu gugat membuat Adit menggaruk tengkuknya sendiri yang tidak gatal. Lelaki itu bingung bagaimana menjelaskan keadaan Maya saat ini. Mungkin kalau tadi mereka hanya merebahkan diri bersama tanpa ada kegiatan panas yang terjadi, Adit bisa dengan leluasa mempersilahkan Hawa masuk ke dalam kamar. Akan tetapi, akibat acara 'buka puasa' nya tadi, ia tidak bisa dengan seenaknya memasukkan Hawa kesana.

Kondisi Maya yang acak-acakan dan hanya ada selembar selimut yang menutupi tubuh polosnya jelas bukan hal yang patut untuk di pamerkan pada sang anak. Belum lagi banyaknya tanda merah pada leher dan beberapa bagian tubuh Maya yang tak sengaja ia buat saat penyatuan mereka tadi, membuat Adit harus mencari cara agar dapat memukul mundur langkah Hawa yang sangat ingin bertemu sang ibu.

"Jangan ya kasian Mami. Adek sama Papi aja yukk, kita main timezone gimana? Atau Adek mau beli boneka? Atau Adek mau makan apa? Mau mainan apa? Papi beliin deh"

Penawaran demi penawaran Adit suguhkan akhirnya membuat hati Hawa luluh dan mengiyakan apa yang Adit katakan.

Bocah perempuan itu bahkan sudah menyusun apa saja yang akan ia makan dan apa saja yang akan ia beli selagi Papi nya sedang berbaik hati dan berniat akan menuruti segala keinginannya, yang belum tentu saat Maya tau, keinginan itu akan di penuhi oleh sang ibu.

Bukan ingin bersikap membatasi apapun di dunia anaknya-anaknya namun ada beberapa hal yang memang Maya jaga agar tidak mengancam kesehatan anak-anak nya, makanan yang baik serta mainan yang mereka butuhkan saja lah yang biasanya Maya belikan. Wanita itu ingin melatih anak-anak nya agar tidak mempunyai gaya hidup boros meskipun ia bisa memberikan segalanya.

"Papi janji?" Tanya Hawa berbinar lengkap dengan jari kelingking yang sengaja bocah itu sodorkan pada sang ayah dan menautkan kedua jari kelingking berbeda ukuran itu.

"Iya Papi janji" Jawaban Adit tentu membuat Hawa melonjak kesenangan sambil menghentak-hentakkan kakinya.

"Nanti jatuh Adek... Gak suka ah Papi, kalau kelewatan gitu senengnya"

"Ya habis Papi gak pernah bawa Adek main"

Jawaban Hawa sedikit menyentil hati Adit, membuat nya akhirnya kembali menyesali perbuatan bejatnya yang sudah membuatnya kehilangan banyak moment tumbuh kembang anak-anak nya.

"Ayo Papi..." Ucap Hawa sambil mulai meninggalkan kamar Maya.

Adit membantu Hawa beberes dan mengganti baju seragamnya dengan baju jalan. Mencoba mandandani anak perempuannya itu, meski masih terlihat kaku dan amatir. Memang bisa saja Adit memanggil Bi Sri untuk membantu Hawa, akan tetapi keinginannya untuk semakin dekat dengan anak membuatnya tidak melakukan itu. Membuat Hawa menghilangkan panggilan 'Om' yang bocah itu sematkan saja betuh waktu yang lama, apalagi mengisi waktu yang ia lewatkan selama ini, pasti akan semakin lama.

"Kalian mau kemana?" Tanya Pak Hasan begitu beliau melihat menantu dan cucu nya sudah rapi seperti akan pergi dari rumah.

"Mau ke mall, Kek" Jawab Hawa dengan senyum merekah.

"Mami mana?" Adit sudah menduga kalau pertanyaan ini akan kembali ia dapatkan dari mertuanya.

Dengan ekspresi malu-malu dan sambil mengusap tengkuknya pelan Adit menjawab pertanyaan Pak Hasan "tidur Pa"

"Tidur? Sejak kapan?"

"Baru aja"

"Tumben, biasanya..." Belum sampai praduga Pak Hasan, beliau kemukakan, beliau lebih dulu mengangguk-anggukkan kepalanya, dan paham akan yang terjadi "sudah maju pesat sepertinya hubungan kalian ya? Papa bakalan dapat cucu baru dong ya?"

"Eh... Enggak Pa. Maya gak boleh hamil lagi. No!" Ucap Adit gugup dan tegas secara bersamaan.

"Kenapa?"

"Kami ikut program pemerintah, 2 anak cukup"

"Yakin?"

"Ahh... Papa ini. Sudah biar lebih yakin, Adit berangkat dulu beli kontrasepsi darurat"

.
.
.

02092023

Borahe 💙

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang