Finish 2

1.7K 105 1
                                    

Adit menatap dalam Arion setelah anak laki-laki nya itu mengatakan hal yang cukup membuat nya tercengang.
Tak ingin dekat dengan perempuan karena takut akan bersikap seperti sang ayah, tentu bukan alasan yang bisa Adit terima dengan baik.

Arion, sejak awal sudah menjadi tumpuan hidup Maya, setelah kedua orang tuanya rujuk tentu anak sulung itu menjadi harapan besar bagi kedua belah pihak keluarga, terlebih Arion merupakan cucu pertama meski di lahirkan dengan cara yang tidak biasa.

Nyatanya, semua gambaran itu tidak bisa membuat Arion hidup seperti kebanyakan laki-laki pada umumnya. Sebagai saksi betapa tidak etisnya sikap sang ayah tentu membawa dampak tersendiri dalam dirinya. Tidak peduli bagaimana cara Maya memperlakukannya tetap saja, anggapan bahwa buah busuk akan menyebarkan busuknya ke buah yang lain menjadi momok tersendiri bagi Arion.

"Kamu harusnya belajar Bang, bagaimana untuk tidak melakukan kesalahan yang sama seperti yang Papi lakukan pada Ibu mu. Abang sudah dewasa dan harusnya lebih paham bersikap"

"Abang paham Pi makanya untuk tidak menyakiti perempuan bukan kah lebih baik untuk tidak dekat dengannya?"

"Bang..."

"Jangan bahas hal itu lagi Pi, Abang gak mau ambil pusing tentang itu. Bukankah lebih baik Abang sendiri dan selalu ada untuk Papi dan Mami?"

Tak ada perdebatan selanjutnya setelah itu, karena ratu di dalam rumah itu tiba-tiba turut hadir di ruang pribadi Arion dan menatap sang anak dengan tatapan putus asa. Mendengar sang anak mempunyai trauma tentu bukan sesuatu hal yang bisa di abaikan, ada pekerjaan rumah yang bahkan setelah bertahun-tahun, belum juga selesai.

"Abang tau, apa yang selalu Mami inginkan?" Tanya Maya pelanpelan, sambil mendudukkan dirinya tak jauh dari sang suami duduk.

Arion menggeleng. Kali ini ia mulai mendekatkan diri pada sang ibu sambung dan mulai mendekap tubuh yang tak lagi muda itu. Menyandarkan kepala pada bahu yang selalu ada untuknya, tanpa peduli apapun.

Sebelum memulai menjawab pertanyaan anak sulungnya, Maya lebih dulu mengelus pelan pipi Arion. Sejak kecil Arion memang lebih dekat dengannya ketimbang sang ayah, Adit.

"Mami ingin saat nanti Mami dan Papi pergi dari dunia ini, anak-anak Mami punya teman cerita saat dunianya tidak lagi baik-baik saja"

"-- berjalan sendiri itu sepi dan lelah Bang" Tutur Maya berbisik.
Tangan nya yang diam, mulai menjamah telapak suaminya yang duduk tak jauh darinya.
Adit menyambut uluran tangan istrinya itu, kemudian mengecupnya sekali lalu menggenggam erat, lebih erat dari sebelumnya.

"Mami gak akan meminta Abang untuk membuka hati saat ini juga, atau menjodohkan Abang seperti kisah Mami dan Papi, enggak. Mami hanya mengingatkan bahwa punya teman cerita itu, sangat menyenangkan. Mami mau nantinya baik Abang atau Adek punya teman yang bisa diajak cerita tentang apapun"

"-- jangan takut akan apapun. Abang gak boleh hanya melihat bagaimana cara Papi memperlakukan Ibu saja tapi Abang juga harus melihat cara Papi memperlakukan Mami"

"-- ingat Bang, tidak semua laki-laki sama, dan tidak semua perempuan sama. Mami percaya Abang bisa memperlakukan perempuan dengan baik, sebaik Abang memperlakukan Mami dan Adek"

Arion mengeratkan pelukannya, sambil menganggukkan kepalanya. Sedangkan Maya masih meneruskan nasehat agar Arion bisa membuka mata dan juga hatinya sekaligus.

"Dan untuk Adek, Abang harus percaya kalau kelak ada laki-laki yang seperti Abang dan Papi yang akan melindungi Adek dengan baik. Kalaupun saat ini pilihan Adek membuat Abang terganggu, cukup doakan karena bisa jadi akibat kita terlalu cepat menilai seseorang, hati kita tertutup untuk melihat kebaikannya"

"-- Hawa bukan lagi anak kecil Bang, yang segala sesuatunya harus disediakan. Dia sudah cukup dewasa untuk menjadi perempuan bersuami. Biarkan dia memilih, cukup jadilah contoh lelaki seperti apa yang harus perempuan pilih" Ucap Maya mengakhiri nasehatnya.

Dengan usia hampir tiga puluh tahun, Arion tetap bukan siapa-siapa tanpa Maya. Wanita hebat yang mau dengan rela mengurusnya meski tahu keberadaan Arion juga turut melukainya. Perempuan dengan hati tulus yang tak pernah memikirkan dirinya sendiri walaupun ingin.

"Di zaman seperti ini, bagaimana cara Abang mendapat perempuan seperti Mami?" Ucap Arion dalam hati sehari melihat punggung kedua orang tuanya menghilang di balik tembok kamarnya.

Sepasang suami istri itu, tak pantas masuk ke dalam kamar pribadi mereka. Mereka lebih memilih taman belakang untuk sekedar saling bergurau dan membahas hal-hal ringan.

"Mau hidup berdua aja gak?" Tanya Adit mulai mencekoki pikiran sang istri.

"Berdua?"

"Iya berdua Sayang"

"Mas pasti tau alasan ku kenapa kan?" Tanya balik Maya.

Mendengar jawaban yang Maya ucapkan tentu membuat Adit hanya bisa mendesah pelan. Pasalnya, membuat salah satu di antara kedua anaknya menikah bukan lah hal yang mudah. Mungkin memang Hawa sudah beberapa kali bercerita tentang lelaki yang ia idam-idamkan itu, hanya saja lelaki itu belum mau menemui Adit. Hal itu lah yang membuat Adit akhirnya meragukan perasaan Hawa akan terbalaskan.

Belum lagi dengan masalah Arion yang cukup rumit. Memilih untuk tidak menikah di jaman yang serba maju ini tentu hak setiap orang. Sunnah rosul yang memang diagungkan tentu bisa di tunda apabila memang sangat pelaku belum meyakini kemampuannya untuk menjalani semua itu, dan Arion termasuk dalam salah satunya meskipun alasannya seakan dibuat-buat.

"Sayang... Anak-anak memang sudah dewasa tapi bukan berarti jalan hidup mereka sama dengan jalan hidup orang lain. Abang mungkin sudah pantas menggendong anak satu tapi kalau menurut Allah belum saat nya kita bisa apa?"

"-- sedangkan Adek, sebesar apapun dia menyukai laki-laki itu tapi kalau laki-laki itu tidak berani menghadap Mas untuk apa? Bukan kah selama ini hanya Adek yang mencoba mendekatinya? Kalau alasannya belum berani menemui Mas karena sedang mempersiapkan bekal rumah tangga, sejak kapan syarat menjadi menantu di rumah ini harus orang kaya?"

"-- serahkan semuanya sama Allah ya. Doakan Abang dan Adek segera dipertemukan jodohnya dan juga di lembutkan hatinya untuk bisa melihat dunia dari sisi yang berbeda. Kalaupun nanti pada akhirnya hanya Adek yang akan berumah tangga, jangan tuntut apapun dari Abang ya Sayang... Karena menikah itu butuh persiapan yang matang agar kelak mereka tidak merasakan kegagalan seperti di pernikahan pertama kita"

"-- sendiri mungkin sepi, tapi sendiri itu baik daripada berdua tapi menyakiti" Ujar Adit sambil mencoba meyakinkan Maya, kalau saja mungkin belum saatnya bagi anak-anak mereka untuk memulai kehidupan rumah tangga.

"Tapi Mas..."

"Percaya sama kata-kata Allah ya. Semua diciptakan berpasang-pasangan. Mas percaya Abang dan Adek nantinya akan punya rumah untuk pulang meski tidak dalam waktu dekat"

.
.
.

28112023

Borahe 💙

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang