25

4K 186 3
                                    

Aku hanya gadis biasa yang menyukai hujan tapi saat hujan datang aku lebih memilih untuk berteduh. Aku juga gadis biasa yang selalu takjub akan warna senja tapi aku akan lebih terpaku pada langit malam.

Mungkin aku terlihat biasa saja namun tak urung aku mati matian menahan luka. Terkadang terlihat paling percaya diri namun dalam hati ada cemas yang melanda.

Seperti burung hidup dalam sangkar.
Seperti wanita bayaran yang akan selalu menjadi simpanan.

Itu mungkin yang aku rasakan.

Harusnya aku sadar bukan akibat dari perbuatan kami beberapa hari lalu akan merubah segalanya, walaupun seyogyanya kegiatan panas kami itu sudah terjadi saat aku menyandang status istri dari suami ku.

"Tolong lepas Dit... Aku gak mau setelah ini kita akan menyesal... Hiks, hiks hiks" Aku mencoba melepaskan diri dari kungkungan Adit tapi lelaki dengan label suami sah ku ini, tidak bergerak barang sedikitpun. Ia hanya bergerak menggesek gesekkan bagian bawah tubuhnya pada inti tubuhku. Dan itu sungguh membuat ku jijik.

"Kenapa harus menyesal sayang? Aku suamimu"

Ucapan Adit sungguh menampar ku. Dengan statusnya saat ini ia memang berhak akan diriku hanya saja aku tetap tidak ingin melakukannya dengan cara yang buruk, apalagi mengingat belum ada pengakuan perasaan satu sama lain diantara kita.

"Kamu mabok Dit. Jangan lakukan apapun saat kamu tidak sadar. Please lepasin aku"

"Aku akan pelan pelan" Ucapnya dan mulai merangsang ku dengan cumbuan lembut dan mengunci kedua tangan ku diatas kepala.

Iya, Adit memang melakukannya dengan lembut sesuai perkataannya, akan tetapi ada yang harus di garis bawahi yaitu ia melakukan perbuatannya setengah sadar dan dalam pengaruh minuman.

Bayangkan saja, aku yang hampir tiga puluh tahun menghindari minuman beralkohol itu tiba tiba saat ini harus mencicipi rasa minuman haram tersebut dari bibir suami ku sendiri. Memang aku sudah lebih dari sering melihat Adit pulang dalam keadaan mabuk saat awal awal pernikahan kami.
Aku bahkan selalu merelakan kamar ku untuk jadi tempat tidurnya sehingga sudah bisa dipastikan sprei dan kasur ku juga pasti terkena percikan alkohol nya, meski setelah itu dibersihkan, kejadian itu cukup membuatku benar benar tidak ingin menyentuhnya.

Dan sepertinya Allah menguji ketaatan ku itu dengan memberiku cara mencicipi nya, dari mulut suamiku sendiri. Dan pasti itu akan membuatku menyesali tindakan ku yang tadi mengiyakan permintaan asisten Adit untuk menjemput bos nya di tempat terlarang itu.

Karena terlalu memikirkan semua itu, membuat ku tak sadar bahwa kancing baju yang aku kenakan sudah terbuka semua dan tubuh bagian atas ku terekspos di hadapan Adit.

"Pergi Dit... Lepas... Lepaskan tangan ku. Jangan sentuh aku!"

Bukannya melepaskan kedua tangan ku yang memang sedari tadi ia kunci, yang ada Adit semakin menenggelamkan kepalanya pada leher ku, merembet kebawah bermain main dengan payudara ku yang sebagian sudah tidak tertampung oleh penutupnya.

"Dit... Please... Jangan"

Namun, semua sia-sia saat aku merasakan pakaian bawah ku lolos dari kaki ku begitu saja. Gambaran menyakitkan akan rasa yang timbul akibat perbuatan Adit semakin membuat air mata ku mengalir deras meski aku sudah sudah tidak berteriak.

Satu hal yang membuat ku bertanda tanya, tak tau bagaimana menyebutnya tapi yang jelas tubuh ku dan pikiran ku tidak singkron. Pikiran  ku menolak perbuatan suami ku ini tapi tubuh ku tak bisa berbohong bahwa aku juga mulai menikmati sentuhan lembut yang Adit tawarkan.

Munafik?

Iya, aku akui itu.

Tapi...

Aku punya alasannya, dan kalian semua tau bukan alasan ku?
Ya, karena kami tidak sedekat itu, karena kami tidak mempunyai perasaan satu sama lain atau bisa dibilang mungkin hanya aku yang nyaman dengan Adit, dan yang terakhir karena aku takut ditinggalkan setelah dipermainkan.

"Dit!!" Teriak ku parau begitu aku merasakan ada yang robek dari dalam tubuh ku.

'Aku sudah tidak perawan lagi. Aku sudah benar benar menjadi istri seorang Aditya Wisnu Wardhana. Aku sudah menjalankan kewajiban utama ku'

Seperti tak terganggu dengan teriakan ku, Adit mencoba memompa tubuh bawahnya didalam tubuh ku. Lembut dan pelan seakan tau memang ini pengalaman pertama ku.
Perlakuan Adit benar benar membuat ku meragukan sesuatu 'apakah benar lelaki diatas ku ini sedang dalam pengaruh alkohol?' karena meski sebelumnya ia teler, akan tetapi sikapnya pada ku sangat lunak, seakan aku ini potongan kaca yang tipis dan bisa pecah kapanpun.

Entah berapa lama tubuh kami menyatu, tiba tiba aku merasakan sesuatu yang akan meledak didalam tubuhku, seperti rasa ingin buang air kecil tapi lebih dasyat "lepas Dit, aku harus ke kamar mandi"

Adit yang sepertinya paham akan keadaan ku yang mendekati puncaknya, membuatnya semakin mempercepat gerakannya dan mencumbu ku dengan menggebu, sepertinya ia juga akan mencapai klimaks dan ingin kita menikmatinya bersama.

Benar saja, beberapa menit kemudian, tubuhnya melenting bersamaan dengan pencapaian ku. Kecebong dalam tubuhnya memenuhi rahim ku. Entah bagaimana aku menjelaskannya pada kalian tapi yang jelas kesakitan ku diawal tadi sepertinya terbayarkan dengan akhir kegiatan kami yang sempurna.

Adit ambruk diatas ku dengan inti kami yang masih saling terpaut. Ia mencium kening ku pelan sebelum akhirnya melepas tautan tubuh kami, dan berguling disamping ku.
Menyadari tak akan ada ucapan terima kasih yang keluar dari mulutnya, membuat ku kembali bersedih.

Lagi, lagi, air mata ku luruh membayangkan betapa murahnya diriku saat ini. Harusnya aku bisa lebih melawan, bukan malah pasrah seperti ini.
Namun semua sudah terjadi, tangis ku pun pasti tidak akan didengar oleh Adit. Jadi yang bisa ku lakukan adalah pergi dari hadapan Adit sebelum nantinya Adit akan menyerang ku kembali.

Aku berjalan perlahan memunguti baju ku yang berserakan akibat dilempar asal oleh suami ku. Dan kemudian membersihkan diri dan bersiap pulang bertemu dengan Arion.

Jangan tanyakan Adit bagaimana, sudah bisa dipastikan bahwa lelaki itu tertidur sesaat setelah tubuh kami terlepas. Ia bahkan tidak bergerak barang sedikitpun meski pintu kamar ku tutup lumayan keras.

'Apa yang harus aku lakukan setelah ini?'
'Akankah hubungan kami membaik?'
'Akankah kami benar benar menjadi suami istri sesungguhnya?
'Bagaimana kalau aku hamil?'
'Bagaimana menjelaskan pada Mama apabila sampai terbukti anaknya bisa memberikan cucu sendiri?'
'Bagaimana dengan Arion? Apakah nantinya anak itu akan diperlakukan berbeda?'

Banyak 'bagaimana, bagaimana' yang harus aku pikirkan.
Perjalanan pulang kerumah kali ini rasanya sangat panjang. Kepala ku penuh dengan spekulasi ku sendiri yang entah nantinya akan sama atau tidak dengan takdir esok hari.

'Dit... Semoga kamu bukan tipe orang yang akan melupakan apa yang kamu lakukan saat mabuk'

.
.
.

12032022

Borahe 💙

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang