87

2.4K 259 16
                                    

"Aman tenang aja" Ucap Pak Hasan pada gawai yang sedang beliau tempelkan pada telinganya.

Saat ini beliau sedang bertukar kabar dengan Adit yang hampir setiap hari menelpon hanya untuk memastikan Maya dan Hawa dalam keadaan baik-baik saja. Bukan Adit tak bisa menghubungi Maya langsung ke ponsel istrinya itu, hanya saja hubungan keduanya belum membaik cukup menjadi hambatan Adit untuk menaikkan level rumah tangga mereka.

Terlebih sudah seminggu ini Adit harus rela, tidak bertemu Maya karena harus mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaannya. Awalnya memang Adit memperkirakan semua akan selesai dengan cepat, akan tetapi masalah yang timbul tidak semudah perkiraannya. Dan untuk itu, tak ada jalan lain kecuali fokus menyelesaikan nya dan segera pulang menemui Maya. Mungkin nanti di masa depan, ia berharap bisa mendiskusikan tempat tinggal yang lebih dekat dengan tempatnya bekerja tanpa harus mengurangi kesibukan yang Maya gemari.

"Waalaikumsalam..." Kata Pak Hasan mengakhiri komunikasi nya dengan sang menantu bersamaan dengan datangnya Maya di meja makan.

Maya menatap ayahnya yang sedang mengotak-atik ponsel pintarnya, lalu mulai menyendokkan nasi pada piring sang papa. Wanita itu sudah bisa memprediksi bahwa Adit lah yang habis menghubungi Pak Hasan.

Sejujurnya Maya sedang berusaha cuek pada apa yang terjadi di sekitarnya. Statusnya yang tiba-tiba berubah tanpa ia ketahui cukup membuatnya kesal. Ditambah pelaku yang sudah membuatnya kesal itu tak kunjung menampakkan diri dan rasa penyesalannya karena jadwal kerja yang terlewat padat.

"Adit habis telepon" Pak Hasan memang selalu memberitahukan apapun yang Adit lakukan agar hati anaknya sedikit luluh dan akhirnya memaklumi mengapa harus jalan seperti ini lah yang harus di tempuh ke duanya.

Gengsi untuk mengakui bahwa masih Adit orangnya cukup Pak Hasan tangkap dari tingkah laku Maya. Semenjak kepergian Adit setelah kepulangan Adam lah titik balik yang membuat Pak Hasan akhirnya mengetahui perasaan anaknya. Meski beliau pernah mendengar bahwa Maya mau menjalin hubungan dengan Prasetyo, itu tidak lebih dari sebuah pelampiasan diri akibat tidak ingin terluka untuk kedua kalinya. Dan untungnya, Pak Hasan paham akan itu semua sehingga beliau membuat rencana menikahkan keduanya meski tanpa persetujuan Maya.

"Gak tanya" Jawab Maya singkat masih sambil fokus pada makanan yang ada di depannya.

Sebagai orang tua yang punya pengalaman lebih untuk urusan rumah tangga, jelas Pak Hasan bisa menangkap maksud dari ucapan anaknya. Maya ingin lebih mengetahui apa yang sedang Adit geluti selama seminggu kepergiannya tersebut.

"Adit masih harus menyelesaikan pekerjaannya disana. Jangan lupa doakan suami mu karena bagi laki-laki doa istri dan doa ibu nya itu yang terpenting"

"Maya belum menikah lagi"

Pak Hasan menghentikan sendok yang hampir saja mencapai mulut beliau. Di tatap nya dalam-dalam anak semata wayangnya itu dengan senyum "Papa tau, kamu hanya butuh Adit yang menjelaskan semuanya, tapi Papa juga gak bisa menutup mata, kalau Papa lah dalang dari semua ini"

"Kalau Papa tau kenapa Papa masih lakuin? Lagian sejak kapan ada pernikahan tanpa mempelai wanita hadir?"

"Kamu lupa hukum pernikahan? Hukum pernikahan terbilang sah apabila ada tiga perkara: ijab, qobul dan mahar. Papa sudah bertindak sebagai wali mu yang akan ijab, dan Adit yang mengucap qobul saat itu. Untuk mahar kamu jelas tidak akan meragukan suami mu kan?"

Pak Hasan sengaja menekan kata suami pada setiap perkataan yang beliau ucapkan. Beliau ingin anaknya segera menyesuaikan diri akan statusnya yang baru, serta tidak lagi abai akan keberadaan suaminya apabila nantinya Adit sudah kembali.

"-- Papa memaksanya menikahi mu, Sayang... Bukan Adit yang memaksa Papa. Dia sudah sadar betul akan posisinya yang sempat menyakitimu, di tambah restu Mamanya yang alot membuat Adit sengaja menghindari mu selama ini. Berkunjung diam-diam ke makam Adam, menemui Hawa di sekolah nya tanpa sepengetahuan mu, itu semua Adit lakukan hanya untuk menekan rasanya agar tidak lepas kontrol. Dan Papa paham itu, juga paham perasaan mu" Imbuh Pak Hasan.

"Sejak kapan Papa tau perasaan ku? Aku hampir gak pernah cerita apapun sama Papa" Maya masih mencoba menyanggah semua yang sudah Pak Hasan jelaskan.

"Kamu anak Papa, mata mu yang sama persis dengan Mama cukup mudah bagi Papa membacanya"

"Tapi..."

"Kamu belum bisa menyadari perasaan mu dan ingin mengelaknya atau kamu hanya sedang menunggu Adit menjelaskan semuanya?"

Pertanyaan sang Papa seketika menghentikan mulut Maya yang ingin kembali mendebat topik hangat tentang statusnya kali ini. Bukan karena kehabisan kata-kata, hanya saja Maya sedikit membenarkan tuduhan yang Pak Hasan layangkan padanya.

"Atau kamu ingin membatalkan pernikahan ini?"

"Maksud Papa?"

"Pernikahan kalian masih secara siri. Adit belum mengesahkannya secara hukum karena dokumen yang dia butuhkan masih di tangan mu, jadi kalau kamu mau mundur masih ada peluang" Jelas Pak Hasan.

"Terus Maya harus menyandang status janda kedua kali nya gitu?"

Bingo.
Jawaban yang sedari tadi Pak Hasan ingin dengar akhirnya keluar sudah. Bagai seorang ayah, apa yang Maya katakan baru saja tidak lebih dari sebuah pengakuan bahwa anaknya tersebut sudah bisa bisa menerima pernikahan dadakannya.

Jelas saja, hal itu berbanding terbalik dengan perasaan Maya. Wanita itu saat ini sudah bisa di pastikan sedang mengutuki ucapan yang baru saja keluar dari mulutnya. Maya cukup malu akan pengakuannya di atas pernikahannya yang belum sah secara hukum. Dan untuk itu, ingatkan Maya untuk menambah amarahnya pada Adit yang sudah seenaknya menikahinya secara siri.

"Oke. Papa paham. Papa masuk kamar dulu ya, ngantuk" Pamit Pak Hasan pada Maya yang sedang merenung sendiri di meja makan.

Setelah acara makan siang itu, sikap Maya sedikit berubah. Wanita itu menjadi pendiam. Hawa saja yang mencoba membangkitkan suasana mencekam di rumah mereka berujung dengan menangis karena feedback ibunya kaku. Bocah itu meraung-raung menanggil nama Adit, sampai akhirnya tertidur dengan sendirinya.

"Sudah tidur?" Tanya Pak Hasan saat melihat Maya yang baru saja menutup pintu kamar Hawa.

Maya hanya mengangguk singkat, lalu berjalan ke arah dapur guna membuat sesuatu untuk menyegarkan pikirkannya. Seharian ini ada banyak hal yang perlu ia pikirkan, di tambah Hawa yang memang sedang meringik tak jelas menambah isi kepalanya.

"Papa masuk kamar dulu ya. Kamu cepet istirahat"

Kepergian Pak Hasan hanya di balas dengan helaan panjang dari mulut Maya. Banyaknya spekulasi yang timbul karena banyaknya kejadian yang terasa sangat mendadak membuat Maya akhirnya melamun tanpa waktu.

Sampai tiba-tiba sebuah lengan, dengan ukuran yang lebih besar dari lengannya memeluknya erat dari belakang, di susul dengan dagu yang akhirnya menempel pada bahunya membuatnya tersentak dan kembali ke dunia nyata "astaghfirullah... Siapa kamu? Lepas" Panik Maya sambil mencoba melepas tangan yang sedang melilit nya.

"Biarkan seperti ini sebentar saja, aku butuh pelukanmu untuk mengisi tenaga ku yang habis" Ucap Adit, si pemilik lengan yang sedang memeluk Maya dari belakang.

.
.
.

13082023

Borahe 💙

Yookk ramein komennya, ku tunggu 😊

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang