55

3.3K 230 9
                                    

"Selain bertemu dengan Bu Maria, apalagi yang harus gue selesai disini" Tanya Adit pada Bagas ketika mereka bertemu di ruang makan di paviliun yang sedang mereka tempati.

Tak ada tawaran untuk sarapan bersama dengan Maya bagi kedua laki-laki itu. Entah karena Maya memang membatasi membatasi interaksinya dengan Adit atau ada sesuatu hal lain yang sedang Maya sembunyikan lagi, Adit tak mengerti. Yang jelas setiap hari Bi Sri akan mengantarkan makanan untuk kedua lelaki dewasa ini.

"Hanya itu saja. Kalau semuanya lancar hari ini berarti semua sudah beres" Jelas Bagas.

"Oke. Gue balik hari ini juga" Kening Bagas berkerut mendengar apa yang Adit tutur kan.

"Balik? Kemana?"

"Ke kantor"

"Serius lu?" Tanya Bagas meyakinkan kembali.

"Serius. Kenapa lu mau gue tetep disini? Bukannya lu gak suka gue deket deket Maya?"

Bagas menggaruk punggung kepalanya yang tidak gatal. Sejujurnya lelaki yang berstatus sebagai sahabat Adit itu, kemarin malam tidak sengaja melihat dan mendengar apa yang Maya dan Adit bicarakan. Bahkan penolakan Hawa akan kehadiran sang ayah pun, Bagas mengetahuinya.

Sikapnya yang pura-pura tidak tahu itu sengaja Bagas tunjukkan agar tidak ada konflik apapun antara dirinya dan Adit. Bukan tidak ingin lagi melindungi Maya, hanya saja Bagas percaya Maya akan mengambil keputusan terbaiknya. Tidak peduli di terima atau di tolak nya Adit, yang Bagas yakini Maya selalu punya alasan untuk setiap tindakannya, termasuk menerima pelukan Adit semalam. Meski Bagas tidak membenarkan apa yang Maya lakukan tapi Bagas paham, sekuat apapun Maya, ia hanya wanita biasa, yang punya sisi seperti wanita lainnya yaitu ingin diperlakukan dengan cara lembut dan dengan kasih sayang.

"Gue masih harus disini sama Zara karena Susan masih lu kasih libur kan?"

"Hmm"

Tak ada kelanjutan percakapan dari kedua lelaki itu, bahkan sampai keduanya keluar dari paviliun, mulut mereka terkantup dengan erat.  Entah apa yang sedang mereka pikirkan dalam tempurung keras mereka.

Sampai saat, keduanya akan masuk kedalam mobil, ujung mata Adit menyadari ada sosok kecil yang keluar dari pintu utama.
Hawa, dengan rok panjangnya serta hijabnya yang berwarna merah muda itu sedang berjalan ke arah mobil lain yang baru Adit sadari keberadaannya.

"Om Yoyo" Teriak Hawa sambil mengetuk-ketuk kaca mobil berwarna hitam itu.

Dari dalam mobil yang mesinnya sengaja tetap dinyalakan itu, keluar lah lelaki dewasa lainnya, yang tak lain dan tak bukan adalah pesaing terberat Adit. Lelaki itu menyapa Hawa sebentar dan akhirnya membawa Hawa dalam pelukannya lalu menggendongnya tinggi-tinggi.

Sungguh pemandangan di depan sana membuat Adit ingin melayangkan tinjuan pada Dokter Prasetyo itu. Senyum merekah Hawa saat bersama Prasetyo cukup mengganggu Adit. Pasalnya, bocah kecil itu terlihat bahagia sekali berada dalam pelukan lelaki lain daripada ayahnya sendiri, membuat osok Adit terlihat sangat tidak berpengaruh apapun dalam kehidupan bocah berusia tujuh tahun itu.

"Mami mana? Kok belum keluar?" Tanya Prasetyo pada Hawa.

Dua manusia beda generasi itu tidak menyadari bahwa Adit mulai mendekat kearah mereka "Mami lagi bungkusin bekal buat Om Yoyo biar bis dimakan di mobil. Om pasti belum makan kan?" Celoteh Hawa.

Prasetyo menggelengkan kepalanya pelan lalu menenggelam kepalanya pada bahu kecil yang ada di gendongannya. Hal itu juga tak luput dari pengamatan Adit. Secara tidak langsung interaksi mereka cukup mmenggambarkan kedekatan kedua manusia beda zaman tersebut.

"Ayo" Ajakan Bagas membuat Adit menatapnya sengit "mereka memang dekat, malah sejak dulu, sejak Maya pertama kali tinggal disini"

"Hubungan mereka?" Tanya Adit ingin tahu.

"Dokter Yoyo itu pernah mengajak Maya menikah"

Mata Adit seketika membola. Fakta bahwa ucapan Maya bukan sebuah kebohongan cukup membuat pikirannya terusik. Kekalahannya untuk yang kesekian kalinya itu, membuat Adit hanya bisa mendesah pasrah. Ada perasaan tak rela begitu tahu, bahwa perempuan yang sudah diincar nya untuk dijadikan istrinya kembali seakan benar benar tidak mungkin.

Tapi tunggu, Bagas tadi menyebutkan 'pernah' bukan? Berarti...

"Pernah? Maksud lu? Maya nolak?"

Saat Bagas akan menjawab pertanyaan Adit, tiba-tiba saja sosok Maya yang keluar dari villa membuat atensi Adit beralih dan melupakan pertanyaannya yang belum terjawab oleh Bagas.

Lagi, lagi, hati Adit di buat ciut, melihat interaksi ketiga manusia yang berdiri tidak jauh dari mereka. Potret keluarga bahagia sangat kentara sekali terlihat. Tawa Maya pun terlihat lebih lepas dibanding dengannya meski dulu mereka pernah tinggal bersama.

Mengetahui itu membuat Adit, mengingat semua kenangan tentang nya dan Maya. Bagaimana parahnya sikapnya, sampai-sampai ia membuat tawa Maya menghilang. Adit bahkan dengan sadar membuat air mata Maya jatuh hanya karena keegoisannya.

Haruskah Adit mengulang semua pahit hidup Maya di masa lalu dengan memintanya kembali?

Karena tak ingin terlalu semakin berlarut melihat semua itu dan pikirannya semakin berkecamuk, Adit memutuskan untuk segera beranjak dari tempat itu dan menyelesaikan semua permasalahan pekerjaannya yang sempat tertunda, akan tetapi ternyata semua tidak semudah yang ia bayangkan.

Saat dirinya akan beranjak tiba-tiba Dokter Prasetyo menyadari keberadaannya dan memberinya sapaan, yang membuat Adit tak bisa menolak, terlebih ada Hawa di antara mereka, jelas saja Adit harus menunjukkan kinerja baiknya sebagai ayah di depan putrinya tersebut.

"Pak Adit? Loh.. Kok anda disini?" Tanya Dokter Prasetyo heran.

Namun tak selang berapa lama, lelaki yang sudah merawat ibu Susan itu tak hanya menatap Adit saja, ia juga menatap Maya penuh tanda tanya. Mencoba menduga-duga ada hubungan apa di antara keduanya, sampai-sampai Maya bisa membawa lelaki masuk kedalam villa bahkan sepagi ini.

"Ohh Dokter, bagaimana kabarnya? Apa Ibunya Susan sudah boleh pulang?" Tanya Adit basa basi.

Niat hati Adit memang ingin mengalihkan perhatian Prasetyo tentang keberadaannya dengan membawa nama Susan, akan tetapi Adit lupa bahwa di antara mereka ada Maya yang harusnya tidak mendengar nama wanita lain disebutkan apabila niat hati Adit memintanya rujuk benar-benar serius.

"Belum boleh, sore kemarin kembali drop, anda tidak tau?"

"Tidak"

"Wah calon menantu macam apa ini yang tidak tau keadaan calon mertuanya. Hahaha"

Guyonan Dokter Prasetyo cukup membuat Adit terhenyak. Adit bahkan menatap Maha dengan tatapan memohon, namun Maya tidak merespon apapun. Bahkan wanita itu bersikap seolah ia tidak mendengar apapun obrolan kedua lelaki disana.

"Ehh tunggu, pertanyaan saya belum anda jawab Pak Adit. Kenapa anda ada di rumah ini sepagi ini?" Imbuh Prasetyo.

"Saya tinggal di paviliun belakang"

"Maksud anda menginap?"

"Iya, kenapa Dok? Ada masalah?"

Bukannya menjawab pertanyaan Adit, yang ada Dokter Prasetyo menatap Maya dalam sambil bergumam "pantes Azwin datang mendadak, ternyata ini alasannya May?"

"Iya"

"Kalian ada hubungan?"

"Mantan suami"

.
.
.

14062023

Borahe 💙

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang