27

3.9K 200 9
                                    

"Dit..." Panggil Maya lirih pada sosok suami yang sudah dengan sadar memenuhi permintaan ayahnya untuk menceraikannya detik itu juga. Harusnya Adit bisa menolak tapi lelaki itu tidak melakukannya, ia bahkan hanya diam setelah kalimat sakral itu keluar dari bibirnya. Hal itu membuat Maya menarik kesimpulan sepertinya Adit terpaksa menceraikannya karena desakan sang ayah.

Tak mendapat respon apapun dari suami, Maya akhirnya berpindah ke Pak Rohan dan menuntut penjelasan tentang apa yang sudah terjadi saat ini.

"Pa..." Maya tak sanggup mengatakan apapun, ia yakin Papanya paham akan maksud panggilannya tersebut.

Lagi, lagi tak ada jawaban apapun dari mulut sang ayah. Maya hanya merasakan tubuhnya ditarik masuk kedalam pelukan cinta pertamanya itu, dielus nya pelan kepala Maya yang tertutup hijab tanpa berkata apa apa.

Hingga tangis Maya mulai mereda, Pak Rohan mulai angkat bicara "pulang Nak, pulang... Sudah cukup sandiwara nya, sekarang Maya harus bahagia"

"Bahagia dari mana Pa kalau impian Maya menikah satu kali seumur hidup kandas? Kenapa Papa minta Adit buat menceraikan Maya? Apa salah Maya? Apa salah Adit? Hiks hiks hiks"

Adit tertunduk dalam mendengar ucapan Maya. Ia sadar sudah membuat luka di hati Maya. Adit sudah tak bisa mundur atau menarik kata katanya, sehingga yang bisa ia lakukan hanya terdiam tanpa ingin ikut campur atas perbincangan anak dan orang tua dihadapannya.

"Papa sudah tau May, kalau pernikahan kalian tidak pernah baik dari awal. Harusnya saat itu Papa tidak menyetujui keputusanmu yang tiba tiba saja mau menikah dengan Adit"

Fakta bahwa ayah mertuanya selama ini cukup ragu akan pernikahan mereka membuat Adit sakit hati. Ternyata sehebat apapun laki laki saat dirinya diragukan, maka runtuh semua harga dirinya.

"Saya pamit pulang" Ujar Adit tanpa rasa bersalah. Ia sudah tak ingin terlalu banyak mendengar apapun yang nantinya membuatnya menyimpan dendam. Langkah terbaik yang bisa ia ambil hanya dengan pergi dari sini secepatnya tanpa ragu ragu.

Pak Rohan yang melihat itu, mengepalkan tangannya sampai buku buku tangannya memutih. Andai saja dihadapannya tidak ada Maya mungkin wajah rupawan Adit sudah lebam akibat ulang mantan mertuanya itu.

"Aku ikut Dit" Saut Maya sambil berdiri, tapi tangannya ditahan oleh Pak Rohan "Pa, Maya harus pulang sama Adit. Ada Rion yang nunggu kita dirumah"

"Stop May!! Kamu sudah diceraikan. Rumah mu sekarang disini"

"Rumah Maya disana Pa... Maya menolak diceraikan"

"Kamu sudah janda Nak" Ucapan Pak Rohan memang lirih tapi telinga Maya masih bisa mendengarnya.

Tubuh Maya yang tadi memberontak tiba tiba jatuh kembali, terduduk di dekat sang ayah. Pak Rohan yang melihat itu hanya menghela nafasnya pelan.

Sebagai orang tua tunggal yang Maya punya, melihat anak semata wayangnya dibuat hancur lebur oleh lelaki yang dicintai anaknya, turut merasakan sakit yang mungkin lebih dari sakit yang Maya rasakan.

Tak terpikir kisah cinta anaknya akan setragis ini. Terlebih selama ini mereka memperlihatkan bahwa rumah tangga mereka baik baik saja, meski tak dipungkiri satu tahun lalu menantu gagahnya itu cukup membuatnya muak. Kalau saja tidak karena keinginan dan kecintaan Maya pada Adit, mungkin sudah dari lama beliau ingin anaknya dikembalikan padanya.

"Nanti Papa yang akan anter kamu kesana untuk mengambil semua barang barang mu"

Mendengar pernyataan itu, Adit kembali mendudukkan dirinya didepan mantan ayah mertuanya itu, menatap datar Maya yang sedang menundukkan kepalanya sambil menangis tanpa suara.

Adit sadar ia sudah menyakiti Maya saat ini, dan oleh karena nya, Adit ingin memberikan kenang kenangan untuk perceraian ini. Mungkin tidak akan terlalu membantu Maya menghilangkan luka yang sudah ia toreh, akan tetapi ia rasa, ia perlu melakukannya.

"Rumah yang kami tempati saat ini untuk kamu, May. Semua fasilitas di dalamnya juga hak kamu, nanti secepatnya aku akan menyuruh pengacara ku untuk mengesahkan itu, dan untuk Arion..." Adit menarik nafasnya panjang, lalu menatap Maya dalam.

Ini kali pertama bagi Adit menyebut nama anak angkatnya itu dengan benar. Maya pun cukup terkejut dengan apa yang Adit ucapkan. Pasalnya sudah sejak lama ia mendambakan anaknya itu dipanggil dengan layak sesuai namanya oleh suaminya. Dan itu Maya dapati sekarang saat, mereka sudah berada di bab akhir dari dongeng yang Maya ceritakan sendiri.

Apa harus dengan perpisahan, semua akan berjalan dengan semestinya?
Entahlah, tak ada yang tau.

"-- dan untuk Arion, karena dia gak akan bisa menerima warisan ku... Besok akan aku buatkan tabungan untuk pendidikannya. Aku tau kamu dan keluargamu bisa membiayai semua kehidupannya tapi biarkan aku turut andil sedikit untuk itu, karena di belakang namanya masih tersemat nama ku"

"-- aku minta maaf untuk semua kesalahan ku ya May. Aku belum bisa membahagiakanmu"

"-- maafkan saya, Om kalau saya terlalu sering menyakiti Maya. Saya pamit ya Om"

Pak Rohan semakin menggertak giginya dalam dalam. Melihat sikap Adit yang seperti tidak menunjukkan rasa bersalah sama sekali.
Belum sampai kaki Adit melangkah, Maya memanggilnya masih dalam keadaan menangis.

"Ada apa?" Tanya Adit.

"Biarkan aku yang memberitahu Mama" Pinta Maya.

Adit tertegun melihat perempuan yang sepertinya lebih kurus dari satu bulan yang lalu itu. Matanya kini sembab dan hidungnya memerah.

Dalam hati Adit bertanya 'untuk apa Maya meminta itu?'
Padahal selama ini saat Adit memintanya untuk bertemu sang mama, Maya selalu menolaknya.
'Apa karena sudah tidak ada sanggup pautnya dengan Arion, sehingga saat ini Maya berani menemui ibunya?'

Karena tak ingin berasumsi yang tidak tidak, Adit memilih untuk mengajaknya menemui Bu Jihan bersama "kita akan ngomong sama Mama nanti berdua... Tapi setelah kamu lebih tenang dan siap"

Maya menganggukkan kepalanya sambil mencoba untuk tersenyum. Tak ada lagi yang bisa ia lakukan selain menerima bahwa setelah ini didepan namanya ada label yang mungkin akan membuatnya merasa rendah yaitu "janda".

Setelah kepergian Adit, masih dalam kondisi yang terkejut Maya memutuskan untuk pulang tanpa diantar Pak Rohan. Ia ingin menikmati kesendirian dulu, mencoba menerima segalanya dan berpikir bagaimana langkah selanjutnya setelah ini. Karena bagi Maya ini semua terlalu mendadak dan terlalu cepat.

"Papi akhirnya mau manggil nama Rion loh" Cicit Maya pelan saat ia sudah sampai di rumah. Sambil menatap wajah damai Arion yang tertidur, lagi-lagi bulir air matanya jatuh tak tertahan.

Hanya satu tahun, ia bisa memperjuangkan hak Arion untuk mendapat keluarga utuh.

.
.
.

19032023

Borahe 💙

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang