22

3.5K 184 2
                                    

Sadar. Terbangun. Dan satu ranjang dengan suaminya sendiri hampir saja membuat Maya berteriak kalau tidak ingat apa yang terjadi beberapa jam yang lalu, yang sadar betul bahwa ia lah yang mengundang suaminya untuk tidur didalam kamarnya.

Desahan nafas pelan cukup bagi Maya untuk menggambarkan apa yang sedang ia rasakan. Pemandangan yang ia lihat saat ini cukup membuat hatinya berdesir. Maya bahkan sudah melabeli Adit dengan label "Ayah terbaik".

Lelaki dengan status ayah sambung Arion itu sedang terlelap dengan satu tangan memeluk perut anak angkatnya, seakan akan status Arion adalah darah dagingnya sendiri, membuat Maya terenyuh dan tersenyum lebar. Akan tetapi perasaan itu harus ia buang karena tak ingin berlarut dengan suasana yang akhirnya membuatnya jatuh kedalam pesona Adit, Maya memutuskan keluar dan nantinya akan tidur di kamar anak laki lakinya itu.

Tapi bukannya langsung masuk kedalam kamar Arion, Maya malah melenggang santai ke dapur dan membuat susu coklat sambil mendudukkan dirinya di kursi yang pernah menjadi saksi usahanya untuk membawa Arion kerumah ini.

Tak mudah baginya saat itu untuk mengiyakan rencana gila Azwin dan meminta Adit menyetujuinya permintaannya, namun semua Allah lancarkan tanpa ada masalah apapun. Tak terasa semua berjalan cepat. Mungkin hanya penerimaan Bu Jihan saja yang menjadi pekerjaan rumahnya sekarang.

"Kamu gak tidur?" Tanya Adit yang baru saja keluar dari kamar Maya.

Adit mendudukkan tubuhnya dikursi yang berhadapan dengan sang istri, mengambil minuman Maya dan dengan entengnya menyeruput hampir setengah isinya "aku minta sedikit biar mataku melek" Kata Adit lagi.

Tanpa ada ekspresi apapun, dan tanpa jawaban apapun, Maya masih tetap memperhatikan gerak gerik Adit yang entah mengapa, membuatnya menyimpulkan kalau suaminya itu sedang tidak baik baik saja.

"Apa yang kamu pikirkan?" Tanya Maya sambil menatap lurus kedalam manik mata Adit.
Bukannya menjawab pertanyaan Maya, Adit hanya diam dan menatap Maya balik.

"Ada yang mau kamu bicarakan?" Tanya Maya lagi.

Kepala Adit menggeleng pelan, memutus kontak mata dengan Maya lalu mulai bangkit dari tempatnya duduk.

"Kamu bisa cerita sama aku, Dit kalau kamu mau"

Adit menatap Maya sebentar lalu mendudukkan dirinya kembali di sofa yang tadi sempat ia singgahi.

Hembusan nafas lelah keluar dari bibir lelaki tiga puluh lima tahun itu. Maya sudah bisa menduga kalau masalah yang Adit hadapi kali ini tidak biasa.

"Aku gak papa kok, kamu gak perlu khawatir" Ucap Adit sok bijaksana, namun jauh didalam hatinya ia merasa terluka sendiri.

"Apa bisnismu sedang tidak baik baik saja?" Tanya Maya hati hati.

"Itu biasa bukan"

"Lalu kalau terbiasa, kenapa kamu tidak seperti biasanya?"

"Maksudnya?"

Maya memberi jeda untuknya sendiri sebelum pada akhirnya ia mengungkapkan apa yang dirasanya "kamu terlalu sering dirumah dan semakin dekat dengan Rion"

Entah memang disengaja atau tidak, tapi Adit lagi, lagi menanyakan maksud ucapan istrinya itu "bukannya bagus ya, kalau aku dekat sama bayi? Atau kamu mau aku menjauh?"

"Jangan membuatku salah paham atas sikapmu, Dit. Aku gak mau nantinya akan menyulitkan bagi kita berdua"

"Kamu mulai menyukaiku?"

Terdiam.

Maya yang tadinya ingin mengulik apa yang terjadi dengan suaminya, kini hanya bisa diam saat Adit menanyakan hal yang diluar dugaannya.

Kalau boleh jujur, dengan sikap Adit yang tiba tiba menjadi family man secara otomatis Maya akan memiliki rasa kagum, berharap Adit berubah dan ada kemajuan dihubungan mereka serta keluarga kecil mereka.

Jadi bukankah sudah benar bukan Maya menanyakan maksud perubahan tersebut?

Karena tidak sedikit manusia yang butuh akan pelampiasan dari keadaan yang membuatnya sulit. Dan mungkin, Adit menjadikan Arion pelampiasaan dan pelepasan atas masalah yang menimpanya di kantor. Apagi sikap yang ditujukan Adit adalah sikap yang Maya impikan selama ini.

Dan wajar bukan kalau seandainya Maya mengantisipasi akan munculnya perasaan yang nantinya akan bertepuk sebelah tangan.

"Kamu benar benar mulai menyukai ku, May?" Tanya Adit lagi.

Lelaki yang sudah menikahi Maya hampir dua tahun itu, mengusap wajahnya kasar lalu memejamkan mata sebentar dan menatap Maya sedikit dalam.

"May, jangan pernah menyukai lelaki brengsek seperti ku kalau kamu tidak ingin terluka" Ucap Adit penuh penekanan, mencoba memberi paham bahwa ia bukan lelaki yang patut dicintai oleh istrinya sendiri.

Tapi entah mengapa, penekanan yang diberikan oleh Adit, diterima berbeda oleh Maya. Wanita itu menangkap seolah olah sang suami sedang mengatakan "tolong jangan pergi, bantu aku".

"-- aku punya rahasia besar yang suatu saat bisa meledak. Dan kalau kamu berniat untuk berada di dekat ku, tidak menutup kemungkinan kamu akan terkena ledakannya" Imbuh Adit.

Apakah itu pertanda, suatu saat bukan hanya Maya yang akan terkena imbasnya, melainkan Adit mungkin akan hancur lebur karena Adit yang punya bom siap meledak itu?

Tak ada sepatah kata apapun yang Maya ucapkan, namun lelehan air matanya sudah mulai menggenang dan mengaburkan pandangannya terhadap sang suami. Iya, ia menangis mendengar penuturan Adit.

"Jangan ya May... Carilah lelaki yang akan memperlakukan mu lebih baik dari sekarang. Pikirkan bagaimana kita memulas semua ini, pikirkan aku yang selalu memaksamu sesuai mau ku, pikirkan aku yang tak pernah benar benar menjadi suami bagimu, pikirkan yang terjelek dari semua tingkah ku agar nantinya kamu bisa menekan perasaan mu itu" Kata Adit sambil mulai beranjak dari tempat duduknya.

'Dan bagaimana kalau lelaki sempurna menurut mu itu tak pernah ada Dit? Bukankah menikah itu sejatinya hanya menerima dia apa adanya?' gumam Maya dalam hati.

Sebelum benar benar masuk kedalam kamarnya, Adit menolehkan kepalanya dimana Maya berada. Dari jauh ia bisa melihat air mata di pipi chubby anak Pak Rohan tersebut, tapi Adit jelas tak bisa melakukan apa apa, karena dengan ia menghapus air mata itu sama saja ia memberi harapan palsu pada Maya.
Bukan tak ingin menaikkan level hubungan mereka, hanya saja ruang di hatinya masih terisi oleh orang lama.

"Aku masih mencintainya May. Dan secepatnya dia akan ku temukan jadi tolong jangan melangkah kearah ku, jangan meraih tangan ku, agar nanti suatu saat, saat aku harus melepaskanmu, itu tidak terlalu berat bagi kita" Cicit Adit lirih sambil mulai masuk kedalam kamarnya.

Entah bagaimana nanti kehidupan keduanya didepan sana. Kalaupun mereka tidak bisa saling membahagiakan, setidaknya mereka menemukan jalan untuk bahagia dalam versi masing masing. Tak peduli bagaimana sakitnya melepaskan tapi yang jelas seterjal apapun jalannya kalau itu yang terbaik tak bisa dielak.

.
.
.

28022023

Borahe 💙

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang