mau kemana Sayang? Aku belum mahir mengurus anak jadi tolong contohkan ya?" Ucap Adit pelan.
Panggilan 'sayang' di tambah dengan cekalan membuat laju jantung Maya seketika berdegup kencang. Tidak peduli apa yang di ucapkan Adit, Maya mencoba melepas tangan Adit yang mencekam lengannya dan terburu-buru untuk meninggalkan kamar Hawa.
Mendapat respon penolakan yang mendadak membuat Adit melepaskan kaitan mereka dan membiarkan istrinya itu pergi lalu menghilang di balik pintu. Ia tak mau Maya akan semakin marah apabila masih di paksa untuk menuruti apa kemauannya.
Namun Adit lupa, bahwa efek dari lepasnya Maya adalah ia harus mengurus kebutuhan Hawa yang kurang sendirian tanpa panduan apapun. Untuk pertama kalinya Adit akan mengurus anak perempuan nya itu.
"Papi, are you oke?" Tanya Hawa ketika melihat Adit sudah salah tingkah. Ayahnya itu sedang menggaruk tengkuknya yang pasti tidak gatal.
Berjalan pelan ke arah Hawa dan kemudian berjongkok di depan bocah kecil itu, membuat Adit sedikit gugup "krudung nya mana Dek?" Tanyanya sambil mulai menoleh ke kiri dan ke kanan.
Sikap Adit yang salah tingkah justru membuat Hawa berinisiatif untuk melakukan persiapan sendiri. Dengan telaten Hawa menggiring Adit untuk duduk di tepian kasurnya, lalu menghilang di balik pintu lemari putih yang ada di kamarnya. Anak itu ternyata sedang mengambil krudung sekolahnya yang memang akan di pakai hari ini.
"Papi duduk aja disitu, Adek bisa sendiri kok tapi mungkin nanti Adek minta tolong di ikatkan krudung nya ya?" Ucap Hawa sambil memakai krudung nya sendiri.
Setelah dirasa pas, bocah kecil itu berdiri membelakangi Adit dan meminta sang papi untuk mengikat tali yang ada di krudung nya "sudah. Apalagi yang bisa Papi bantu?"
"Tunggu Adek pakai sepatu setelah itu selesai Pi"
Adit yang memang belum mengerti apapun tentang persiapan anak sekolah, hanya bisa mengamati Hawa yang sedang sibuk di depannya. Sikap cekatan yang Hawa perlihatkan membuat Adit menampilkan lengkungan lebar di mulutnya. Lelaki itu salut akan kemandirian yang Hawa perlihatkan.
Tak bisa di pungkiri, semua ketrampilan yang Hawa punya sedikit banyak membuat Adit merasa tercubit. Entah berapa banyak momen yang harus ia lewatkan hanya karena kebodohannya di masa lalu. Melihat Hawa seperti ini saja, rasanya membuatnya bersyukur banyak-banyak. Andai takdirnya memang tidak lagi bisa bertemu dengan Maya, bisa jadi Adit tetaplah Adit yang brengsek.
Memikirkan Maya, tentu tidak hanya rasa berterima kasih yang Adit anggungkan. Diberi kesempatan memang hal baik, akan tetapi melihat Maya mendidik anak-anak mereka dengan baik tanpa kehadirannya itu menjadi hal yang luar biasa baik untuk Adit.
Tak banyak di luar sama bisa menjalankan dua peran tanpa kurang sedikitpun. Bangun paginya Arion dan Adam saat pertama kali Adit bertemu merupakan contoh suksesnya Maya menjalankan peran ayah di kehidupan anak lelaki mereka. Tidak peduli ada atau tidaknya sosok ayah di kehidupan anak-anak itu, mereka dengan sadar dan dengan suka rela bangun subuh dan sholat berjamaah di masjid. Tentu hal itu Maya lakukan sendiri tanpa pendampingan dari Adit.
"Papi... Ayo makan" Ajakan Hawa untuk keluar dari kamar, membuat Adit kembali dari lamunannya.
Menelisik penampilan Hawa, Adit tidak langsung seketika pergi begitu saja "ada yang kurang gak Dek?" Tanya Adit memastikan. Ia hanya tak ingin nanti ada yang terlewat dan tertinggal di rumah saat Hawa sudah ke sekolah.
"Sudah semua kok Pi. Papi takut sama Mami ya?" Pertanyaan Hawa membuat kening Adit berkerut. Bukankah apa yang menjadi koreksinya tadi itu wajar saja? Lalu apa hubungannya dengan Maya?
"Kenapa Adek tanya gitu?" Tanya Adit belum mengerti.
"Kan Papi yang di suruh bantu Adek siap-siap"
"Lalu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Drama Korea
Romance"Aku akan mengatakan pada Mama kalau aku mandul. Jadi kamu tidak perlu memusingkan apapun. Hanya perlu tanda tangan dan semuanya akan aku urus dengan pengacara ku"