Sudah lebih dari seminggu sejak kepulangan Arion dari rumah sakit, sejak saat itu pula Adit ikut tinggal kembali di paviliun yang ada di villa tempat tinggal Maya tersebut. Bukan tanpa alasan, ia belum kembali ke kota tempatnya bekerja, keinginan untuk dekat dengan Adam dan Hawa serta mengurus kepindahan Arion yang akan tinggal bersama nya lah yang membuatnya masih berada disana.
Akses yang Maya berikan membuatnya tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan itu. Mencoba mengambil hati ke dua anak kembarnya adalah misinya saat ini, meski Adit paham mengambil hati Adam dan Hawa tidak semudah mengajak Arion tinggal bersama.
"Biar aku saja yang mengantar anak-anak sekolah" Ucap Adit begitu ia masuk ke ruang makan di villa.
Tidak hanya ijin untuk mendekati Adam dan Hawa saja, Adit juga di beri ijin untuk memasuki villa dan selalu ikut dalam acara makan bersama dengan anak-anak nya. Bukan ingin menerima kembali Adit dalam hidupnya, hanya saja memperlakukan Adit dengan buruk pasti akan membuat Arion tidak senang, oleh karenanya Adit bisa mengakses ruang ruang tertentu yang tidak ada hubungannya dengan ruang pribadi Maya.
Maya yang sedang menata makanan di meja pun mendadak menghentikan pekerjaannya lalu menatap Adit sekilas, kemudian wanita itu menganggukkan kepalanya guna menyetujui usulan Adit.
"Duduk, makan" Ucap Maya pada Adit.
Adit duduk di ujung meja makan, Maya lagi, lagi mempersilahkan Adit untuk dianggap baik oleh anaknya. Maka dari itu ia memberikan kursi kebanggaan nya pada sosok yang memang seharusnya dihormati oleh ketiga anaknya.
"Anak-anak belum ada yang turun?" Tanya Adit mencari keberadaan Arion, Adam dan Hawa.
"Belum, mungkin setelah ini"
"Kamu hari ini kerja?"
"Enggak"
"Maksudnya libur?"
"Hmm"
"Mau ikut mengantar anak-anak setelah itu kita bicara"
Maya menatap Adit tajam "bicara? Bicara apalagi? Aku rasa gak ada yang perlu di bicarakan"
Adit mendesah pelan, lalu mengambil air putih yang paling dekat dengan nya dan meneguk nya hingga habis.
Maya memang memberinya lampu hijau untuk masuk kedalam hidup anak mereka namun, Maya memberinya lampu merah untuk masuk ke dalam kehidupan wanita itu.
Adit tertawa lirih. Menertawakan nasibnya yang sampai saat ini tidak bisa mengambil hati Maya sekuat apapun usahanya. Ia kira pelukan yang terjadi antara keduanya di paviliun waktu itu akan membekas di dalam benak mantan istrinya itu, nyatanya, itu tidak mengubah apapun termasuk hati Maya.
"Kamu yakin memperbolehkan Arion untuk tinggal dengan ku?" Tanya Adit mencari topik pembicaraan agar ruang makan yang berisikan dirinya dan Maya itu tidak sepi.
"Rion yang minta aku bisa apa"
"Aku bisa membujuknya untuk tetap disini"
Pandangan Maya yang sedari tadi hanya terarah pada cangkir teh didepannya, ia alihkan pada Adit yang juga menatapnya sejak tadi "lalu kamu juga tetap disini? Begitu maksudmu?"
"Bukan maksud..." Belum sampai Adit melanjutkan ucapannya, Maya langsung memotongnya dan mengutarakan apa yang ada dalam benaknya "jangan salah paham atas yang terjadi di antara kita sewaktu di paviliun Dit. Saat itu aku hanya nostalgia saja, bukan berarti aku mau kembali"
"Apa yang bisa membuat mu kembali May? Aku memang penjahat nya, namun kamu harus tau, kamu adalah pemenang nya"
"Pemenang kamu kata? Sejak kapan aku jadi pemenang nya? Jangan membuat alasan mengada-ngada hanya untuk aku luluh Dit"
"Aku gak pernah mengada-ngada May. Kamu memang pemenangnya. Hanya kamu yang berstatus istri ku sekalipun ada Sella. Hanya kamu yang Mama mau. Hanya kamu ibu bagi Arion, Adam dan Hawa, bukan Sella. Dan hanya kamu yang bisa membuat...."
Suara tangisan di ujung tangga membuat Adit tidak bisa menyelesaikan ucapannya. Di atas sana ada Hawa yang sedang menangis dengan Adam dan Arion disebelahnya.
Melihat itu, Adit dan Maya segera menghampiri ketiganya dengan segera "kenapa Dek?" Tanya Maya begitu kakinya sampai di tangga paling atas, tetapi tubuhnya membeku begitu ia melihat Adit langsung merengkuh Hawa dan membawa bocah umur tujuh tahun itu kedalam dekapannya. Adit tak tinggal diam, ia bahkan mengelus pelan punggung Hawa yang masih senggukan.
Sungguh pemandangan yang tak pernah ia bayangkan sedikitpun. Matanya sedikit berembun melihat itu. Ada perasaan bersalah ketika ia tidak pernah menghadirkan sosok ayah untuk Hawa sejak hari dimana bocah itu dilahirkan.
"Siapa di antara Abang dan Kakak yang bikin Adek nangis?" Tanya Adit menatap Arion dan Adam secara bergantian.
Aura dingin seketika menguar disekitar mereka. Tak ada obrolan apapun yang keluar dari mulut Maya. Wanita itu sengaja menahan dirinya untuk tidak ikut dalam permasalahan yang terjadi saat ini. Alasan diamnya, tak lain dan tak bukan adalah untuk melihat sejauh mana Adit bisa menengahi perkelahian di antara anak-anak nya.
Adam yang melihat raut wajah tak bersahabat dari lelaki yang mengaku ayah itu, menyenggol pelan lengan sang kakak, membuat Arion menatapnya dan memberinya kode mata.
"Papi tanya, siapa yang bikin Adek nangis?" Tanya Adit mengulang.
Karena sejak tadi Arion hanya bungkam, akhirnya Adam gemas dan mulai mengakui apa yang menjadi alasan adiknya menangis "Abang Arion, Om" Ucap Adam datar.
Hati Adit mencuit mendengar Adam masih saja memanggilnya 'Om' meski ia sudah membiasakan menyebut dirinya sendiri dengan sebutan papi. Ada luka yang tak berdarah, yang lagi-lagi tergores akibat perlakuannya di masa lalu. Andai saja waktu itu, ia datang lebih cepat mungkin Adam akan seperti Arion, yang tidak butuh waktu lama untuk mengakui statusnya.
Mencoba menormalkan perasaan sedihnya, Adit kembali mencari tahu alasan dibalik tangis Hawa dan kembali bertanya "kenapa Adek nya dibikin nangis Bang?"
"Bukan Abang yang salah tapi Om yang salah" Jawab Hawa sambil menatap garang Adit yang masih setia memeluk nya.
Kening Adit berkerut, mendengar jawaban dari Hawa "Papi?"
"Iya Om" Teriak Hawa tepat di depan wajah Adit.
Melihat Hawa yang tidak sopan memperlakukan Adit, Maya mulai angkat bicara "Adek! Mami gak pernah ngajarin kayak gitu sama orang yang lebih tua ya, apalagi itu Papi"
"Tapi Om ini yang salah Mi"
Sekuat apapun Maya membahasakan Adam dan Hawa memanggil Adit dengan sebutan Papi, tetap saja rasa belum terima akan kehadiran lelaki yang tiba-tiba hadir dan mengaku sebagai ayah mereka masih melekat. Hal itu lah yang akhirnya membuatnya mentolerir panggilan 'Om' yang Adam dan Hawa berikan.
"Se salah-salahnya Papi, tapi kalau Adek gak sopan, Adek juga salah"
"Iya Mami maaf"
"Jangan minta maaf sama Mami tapi sama Papi"
"Maaf Om"
"Its oke, sekarang kasih tau Papi, kenapa Papi yang salah" Ucap Adit mencoba tersenyum.
"Karena Om datang kesini untuk ngambil Abang kan? Om mau bawa Abang pergi kan?"
"Eh, bukan gitu..."
"Adek gak mau Abang pergi. Mami... Abang gak boleh pergi, Abang harus tetep disini sama Adek.Hiks. Hiks. Hiks"
.
.
.25062023
Borahe 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Drama Korea
Romance"Aku akan mengatakan pada Mama kalau aku mandul. Jadi kamu tidak perlu memusingkan apapun. Hanya perlu tanda tangan dan semuanya akan aku urus dengan pengacara ku"