Finish

2K 149 4
                                    

Tahu kata cinta terbaik yang Allah selalu ucapkan untuk hambanya, "Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri" (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 222)

Sebanyak apapun dosa, bahkan sebanyak luka yang sudah ditorehkan oleh Adit, Allah masih menggerakkan hati Maya untuk condong pada lelaki itu. Meski sangat membekas tetap saja Maya memberikan suaminya itu maaf dan kesempatan kedua untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Menjalani kehidupan berumah tangga kembali berdua sampai waktu lama tentu menjadi kebahagiaan tersendiri untuk mereka, terlebih kehadiran Hawa dan Arion cukup menyemarakkan suasana. Akan tetapi akhir-akhir ini, anak lelaki mereka cukup membuat Maya harus berpikir serius.

"Ada apa lagi Sayang?" Tanya Adit begitu ia melihat wajah tak bersemangat dari sang istri.

Dengan helaan nafas panjang, Maya melempar bobot tubuhnya tepat berada di sebelah sang suami lalu menyandarkan kepalanya di bahu kokoh lelakinya itu "kenapa, hmm? Ada masalah?" Tanya Adit lagi.

"Anak mu itu loh Mas" Cicit Maya mulai mengadu.

"Siapa kali ini? Abang atau Adek?"

"Abang" Jawaban Maya, tentu membuat kening Adit berkerut. Pasalnya selama ini Arion hampir tidak pernah membuat sang mami mengkhawatirkan apapun tentang anak itu, terlebih usia Arion sudah cukup dewasa saat ini.

Anak lelaki mereka itu, mendapat perhatian lebih dari sang ibu selama ini. Bahkan beberapa kali si adik, Hawa sempat melayangkan protes karena Maya lebih memperhatikan sang kakak ketimbang dirinya yang mempunyai kedudukan sebagai anak bungsu. Bisa dikatakan bahwa Arion adalah anak mami dan Hawa adalah anak papi.

"Tumben Abang, biasanya yang berulah si Adek deh"

"Abang lagi-lagi ngelarang Adek deket-deket sama cowok tau Mas" Ujar Maya menahan kesal.

"Terus kenapa? Kan bener Sayang, Abang berarti jagain Adek nya"

"Jagain apanya? Hawa udah dua puluh enam tahun Mas, masa iya dia deket cowok gak boleh? Harusnya kita udah bisa gendong cucu tau"

"Kalau kamu mau bayi, kita bisa adopsi Sayang, gak perlu menuntut apapun dari anak-anak, biarin mereka menentukan jalan nya sendiri-sendiri"

"Tapi sampai kapan? Abang udah dua puluh delapan tahun, Adek udah dua puluh enam tahun tapi salah satu dari mereka gak ada satu pun yang ngenalin pasangan sama kita. Sekalinya Adek suka sama orang selalu aja Abang gak setuju, emang jodoh tiba-tiba turun dari langit apa?!"

"Nanti Mas ngobrol sama Abang ya, kenapa dia gak setuju sama pilihan Adek kali ini"

Penolakan Arion akan pasangan Hawa tak membuat Adit terkejut. Dari sikap Arion yang cukup dingin terhadap lawan jenis nya saja sudah bisa membuat Adit menilai bahwa lelaki itu tak kalah posesif nya dari sang ayah apabila sudah menyangkut tiga wanita hebat dalam hidup mereka, Bu Jihan, Maya dan Hawa.

"Mas selalu nanti ngobrol sama Abang terus tapi gak pernah ada perubahan"

"Sayang... Biarkan anak-anak menentukan jalan hidup nya sendiri-sendiri. Kita sudah pernah menjalani sesuatu yang dipaksakan, dan rasanya cukup menyiksa bukan? Lalu apa kamu mau anak-anak juga mengalami hal yang sama?"

Penjelasan Adit cukup membuat sisi lain hati Maya terdiam. Kilatan bagaimana pernikahan nya yang pertama bersama suami mendadak muncul. Meski ada ketakutan sang anak akan melakukan hal yang sama, yang pernah suaminya lakukan dulu, namun ketakutan akan Arion yang tak ingin beristri lebih besar.

Tentu sebagai ibu yang sudah merawat Arion sedari kecil, pasti Maya bisa merasakan apabila anaknya itu sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja tapi untuk mempertanyakan hal itu, Maya tidak akan melakukannya karena mendesak Arion sama saja mengibarkan bendera perang pada anaknya itu.

"Ayo lah Mas... " Desak Maya.

"Sayang... Kenapa harus terburu-buru?"

"Aku hanya merasa Abang sedang menyembunyikan sesuatu dari kita atau apa itu lah, aku tidak tahu"

"Tahu gak, menikah bagi laki-laki itu berat loh. Mas aja lebih dari tiga puluh tahun baru mau menikah sama kamu, itupun Mas masih ada serong di belakang sama ibunya Abang jadi, udah lah biarkan Abang mikir sendiri"

Lagi-lagi semua tersangkut pautkan dengan masa lalu kelam Adit.

Tapi bukannya langit hitam tidak selama hitam?
Semua ada waktunya dan batas waktu satu orang dengan orang lain pasti berbeda.

Begitu juga dengan Arion.

Membawa perempuan pulang dan dikenalkan dengan keluarga inti, tentu punya dampak yang tidak main-main. Dan bisa jadi hal itulah yang membuat anak sulung di keluarga Adit itu urung untuk melakukannya.

Bibir Maya mencebik, terlihat dari cara Maya merespon opini yang Adit utaraan, tentu itu bukan jawaban yang diinginkan istrinya itu. Dengan tingkat bucin yang sudah melebihi rata-rata, Adit terpaksa mengangkat tubuhnya dan mulai beranjak ke arah pintu untuk menemui Arion saat itu juga "Mas bicara sama Abang sekarang" Ucap Adit membuat lengkungan lebar di wajah Maya.

"Papi masuk ya Bang" Sapa Adit begitu ia sudah mengetuk pintu kamar sang anak bujang.

Dilihatnya Arion duduk di meja sudut kamarnya dengan laptop menyala. Melihat itu Adit hanya bisa menghelaan nafas panjang. Sekarang lelaki itu paham, mengapa sang istri sangat mengkhawatirkan anak pertama mereka itu meski usianya bukan lagi anak-anak. Adit seperti melihat dirinya versi muda apabila melihat Arion yang gila bekerja seperti sekarang.

"Papi mau ngomong apa?" Tanya Arion tanpa basa basi, sambil mulai memutar kursinya menghadap sang ayah yang masih berdiri di pintu.

Tau akan respon Arion yang selalu begitu, Adit memilih untuk mengamati kamar sang anak tanpa sepatah kata pun. Arion pun juga melakukan hal yang sama, mengamati sang ayah dan hanya diam.

Sampai akhirnya, Adit melempar dirinya ke ranjang besar Arion baru lah reaksi berbeda Arion tunjukkan "Papi... Nanti berantakan" Omelnya pada Adit.

"Laki-laki itu biasanya berserakan Bang"

"Mungkin laki-laki yang Papi maksud bukan Abang"

"Ohhh begitu ya"

"Langsung aja Pi, ada apa?"

"Kerjaan bagaimana?"

"Aman"

"Kalau perempuan?" Kening Arion berkerut.

"Maksudnya?"

"Mami mu khawatir" Semakin dalam kerutan dalam wajah lelaki usia dia puluh delapan tahun itu

"Khawatir? Tentang?"

"Interaksi lawan jenis"

"Maksudnya? Jangan berbelit-belit Pi, itu bukan sifat Papi sekali"

"Oke. Kapan kalian akan mengenalkan pasangan sama kita"

"Kalian?"

"Abang sama Adek"

Hembusan nafas lelah Arion hembuskan kasar. Setelah sang nenek yang merecoki hidupnya dengan ingin segera mempunyai cicit, kini giliran kedua orang tuanya yang turut menekannya tentang masalah yang sama yaitu asmara.

"Sejak kapan Papi ikut memikirkan hal remeh seperti ini?"

"Sejak Mami mu khawatir"

"Abang belum ada niat untuk bermain perempuan"

"Bermain perempuan? Gunakan bahasa yang jelas Bang, Papi gak suka. Kamu boleh bercanda tentang apapun tapi tidak dengan perempuan"

"Karena Papi pernah membuat candaan tentang itu?"

"Lebih tepatnya Papi gak mau kamu mengalami hal yang sama dengan Papi"

"Abang pun tak ingin menjalin hubungan dengan perempuan karena Abang juga tidak ingin seperti Papi"

.
.
.

14112023
Borahe

Haii... Gimana kabarnya gess?

Aku baru pulih, dan aku berencana untuk ngasih beberapa ekstrapart untuk cerita ini..
Semoga kalian masih mau membacanya ya

Terima kasih untuk segala bentuk support nya, semoga kalian semua sehat selalu 💙

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang