Ternyata merambah bisnis yang memang bukan dibidangnya itu membutuhkan banyak try and error yang tidak sedikit. Bayangan mempunyai banyak hotel di kota kota besar dalam waktu singkat ternyata hanya rencana belaka. Tidak peduli sebanyak apapun investor yang menanamkan modalnya, kalau masih banyak hal yang mengganggu pasti tetap akan jauh dari rencana.
Dengan penampilan acak-acakan, rambut yang tidak lagi tertata rapi, dasi yang sudah longgar hampir terlepas, kancing baju yang terbuka, lengan yang sudah ditekuk sampai siku, Adit membahas kendala yang sedang ia hadapi dengan kedua orang kepercayaannya, siapa lagi kalau bukan Zara dan Bagas.
"Belum ada kemajuan pembangunan hotel di Batu ini? Kendalanya apa Gas?" Tanya Adit begitu membuka laporan progres pembangunan hotelnya yang kedua.
Iya, selama hampir empat tahun ini baru dua hotel yang bisa Adit bangun. Ternyata memang benar ucapan Bagas soal ide gilanya yang menganggap semua mudah dan remeh temeh.
"Kita masih di tahap mulai mengisi furniture Dit tapi terkendala pemasok yang kehabisan barang" Jelas Bagas.
"Kok bisa?"
Zara menatap sang kakak datar, namun tak urung ia lah yang menjawab pertanyaan Adit "pemborong nya trobel"
"Kalian gimana sih, kerja sama gak dilihat dulu track recordnya?"
Bagas yang tidak terima, pekerjaannya dianggap hanya main main belakang langsung menyanggah tuduhan Adit "kita pakai pemasok yang biasanya dipakai hotel hotel lainnya, ini juga atas rekomendasi Pak Andika dan biasanya pekerjaan mereka aman, cuma beberapa saat lalu kepalanya diganti karena ayahnya meninggal jadi kemungkinan itu penyebabnya semuanya kacau"
"Atur pertemuan dengan mereka, Gas"
"Lu gak perlu turun langsung, cukup gue aja yang kesana"
"Sudah terlalu lama dari deadline kita, jadi gue yang bakal turun tangan"
"Tapi Dit..."
"Kenapa? Ada masalah? Sampai sampai gue gak boleh ngecek semuanya sendiri?" Tanya Adit heran.
Bagas menggelengkan kepalanya dengan cepat. Entah kenapa perasaannya kali ini sedikit was was.
"Siapkan tiket keberangkatan gue secepatnya. Suruh Susan menjadwalkan semuanya"
"Susan?" Tanya Zara tak mengerti.
Adit menatap Zara dengan kening berkerut "iya kenapa? Bukannya dia yang selama ini ngehandel pembangunan di Batu?"
"Tapi Mas..."
"Kenapa lagi?"
"Bukannya Mas gak mau kerja sama cewek?" Tanya Zara sedikit hati hati.
Mendapat pertanyaan itu, Adit seketika menghentikan tangannya yang sejak tadi membolak balikkan kertas.
Ada perasaan tak menenentu mulai menghinggapi nya. Adit melupakan janji yang ia bangun sendiri.
Janji tentang, mulai membatasi interaksinya dengan wanita meskipun itu rekan kerjanya.Bukan tanpa alasan janji itu dibuat. Mantan istri yang menjadi motivasinya membuat kerajaan bisnis ini lah yang melatarbelakangi nya.
Dzaki Maya Hasan. Perempuan yang Adit ceraikan hampir delapan tahun lalu, yang keberadaannya sampai saat ini belum bisa ia temukan.Dan seakan melupa, Maya yang harus nya ia cari, bayangannya mulai memudar. Pikirannya sudah tidak lagi bertumpu pada wanita itu. Kini karirnya dan bisnisnya lah yang mulai mendominasi seluruh ruang di dalam otak Adit yang penuh sesak dengan ide ide gila nya dalam bisnis.
Dan nama Maya tersisihkan.
"Its oke. Hanya sebatas rekan kerja" Jawaban Adit sukses membuat Zara dan Bagas melongo. Baru kali ini keduanya mendengar kata kata yang bisa disimpulkan bahwa sang bos sudah bisa menerima kenyataan atas perceraiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Drama Korea
Romance"Aku akan mengatakan pada Mama kalau aku mandul. Jadi kamu tidak perlu memusingkan apapun. Hanya perlu tanda tangan dan semuanya akan aku urus dengan pengacara ku"