62

2.5K 235 16
                                    

Adit sungguh-sungguh atas apa yang ia ucapkan siang itu.

Saat perjalanan pulang dari masjid setelah menunaikan sholat magrib, ia sengaja mengambil waktu berdua dengan Adam. Rencananya untuk mengajak Adam dan Hawa pergi jalan-jalan sebelum ia kembali harus batal akibat ketidaksiapan nya mendengar pengakuan Maya yang cukup membuat hatinya menciut.

Semua terlambat, sungguh terlambat. Hanya itu yang bisa ia sesalkan. Ribuan kata andai, sejak tadi bersarang di benaknya, namun ia tak bisa melakukan apapun kecuali mencoba bersikap baik kali ini. Termasuk memberi pengertian kepada Adam dan memberinya tugas yang cukup berat.

"Kak..." Panggil Adit pelan guna menghentikan langkah kecil Adam, dan benar panggilan itu membuatnya berhenti dan menatap Adit dengan tatapan tanda tanya "Papi mau gandeng Kakak, boleh?"

Tak ada jawaban yang keluar dari bibir Adam, akan tetapi tangannya terulur pada Adit. Bocah lelaki itu setuju tangan mereka di kaitkan dan kesempatan itu tak Adit sia-siakan. Ia bahkan mengamati Adam sambil berpikir, anak laki-laki nya dengan Maya ini menurun sifat siapa di antara dirinya dan mantan istrinya.

"Papi sama Abang pergi malam ini ya Kak..." Ucap Adit masih pelan.

Pemberitahuan Adit itu seketika menghentikan langkah Adam dan membuat Adam menoleh seakan minta penjelasan, mengapa semua sepertinya mendadak "kerjaan Papi disana gak bisa ditinggal lama-lama makanya kita mau pergi malam ini" Jelas Adit.

Tak ada respon apapun dari Adam, bocah itu hanya menatap Adit lama lalu setelahnya kembali berjalan pulang ke villa. Sikapnya yang cukup diam malam ini, sedikit membuat Adit kesusahan, oleh karenanya Adit berinisiatif untuk menggendongnya dan mencoba membuat Adam terbuka.

"Apa-apaan sih Om. Kakak udah besar, turunin gak" Teriakan Adam membuat langkah Pak Amir dan Arion yang sudah hampir sampai rumah terhenti. Arion bahkan kembali menghampiri Adit yang masih saja mendekap Adam yang meronta.

"Kenapa Papi?" Tanya Arion tak mengerti.

Adit tersenyum sambil tetap memegang Adam yang bergerak kesana kemari "ini Adek nya Abang diajak ngobrol eh Papi di cuekin. Ya udah Papi gendong aja biar ngobrolnya bisa enak"

"Ohh... Abang kira Adek jatuh. Ya udah Abang ke Pak Amir lagi ya. Kasian itu Pak Amir nungguin"

Anggukan Adit membuat Arion pergi dari hadapannya, meninggalkan Adam yang masih meronta didalam kungkungan Adit.

"Kakak diem dulu, setelah itu Papi turunin" Titah Adit yang langsung dijalankan oleh Adam.

Entah karena Adam yang memang patuh, atau memang tak ingin berdebat dengan Adit, bocah kecil itu hanya perlu sekali saja diberi instruksi sudah langsung ia jalankan. Hal itu membuat Adit mau tak mau menurunkannya dan kembali menggenggam tangan kecilnya guna meneruskan perjalanan mereka pulang ke villa.

"Papi jahat ya, tiba-tiba dateng, belum sempet ngajakin Kakak jalan, tiba-tiba harus pulang?" Adit menjeda ucapannya, dan menunggu respon Adam, namun anak itu masih dengan kediamannya "Papi sebenernya masih pingin disini cuma gak bisa Kak" Imbuh Adit.

Adam masih belum merespon sama sekali "Papi mau ngasih tugas berat sama Kakak, bisa?"

Permintaan dan ucapan Adit kali ini sukses membuat langkah Adam berhenti. Adam bahkan sudah menatapnya penuh penjelasan. Hal ini tidak di sia-siakan oleh Adit. Ia berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh kecil Adam dan menatap dalam manik mata Adam "Kakak pasti tau alasan lain Papi kenapa tidak bisa lama-lama disini. Iya, Papi sama Mami sudah bercerai dan orang yang sudah bercerai itu tidak boleh tinggal dalam satu tempat"

"-- makan dari itu, karena Abang memutuskan untuk tinggal sama Papi. Berarti tugas Abang secara otomatis pindah ke Kakak karena setelah ini hanya Kakak, laki-laki di rumah. Kakak harus jagain Mami sama Adek ya?"

"Ada Pak Amir" Ucap Adam singkat.

Senyum Adit terkembang, melihat Adam mau meresponnya. Tangannya bahkan terulur mengusap pelan rambut hitam Adam. Adit mendapatkan jawaban atas pertanyaannya tadi, Adam lebih mirip dengan dirinya ketimbang Maya. Itu terlihat dari sikapnya dan cara bicaranya.

"Papi tau ada Pak Amir tapi Pak Amir itu hanya orang luar Kak. Kakak tau mahram kan? Mahram Mami setelah Abang pergi, ya hanya Kakak bahkan Papi aja gak boleh megang Mami karena kami sudah berpisah. Makanya itu Papi minta Kakak jagain Mami sama Adek ya"

"-- Kakak jadi harus...."

Belum sampai Adit menyelesaikan ucapannya, Adam lebih dulu memotong ucapan ayahnya itu "tadi Om meluk Mami"

Skak.

Adit tercengang dengan apa yang Adam ucapkan. Ternyata acara duduk bersama dengan Maya diamati oleh anaknya sendiri, membuat Adit salah tingkah dan mengusap tengkuknya kasar.

"Mami sedang sedih jadi Papi nyoba buat nenangin Mami"

"Tapi kata Ustadz tetap gak boleh"

"Iya Papi salah. Maaf ya Kak"

"Minta maafnya bukan ke Kakak tapi ke Mami"

Mendapat teguran gak hanya satu kali dari Adam membuat Adit tak bisa menyembunyikan senyum penuhnya. Lagi, lagi dalam hatinya ia memuji Maya yang bisa mendidik anak-anak mereka sehebat itu meski seorang diri. Namun di sisi lain, Adit juga sungguh menyesal mengetahui bahwa ia tak ikut andil tugas itu meski label dirinya ayah dari ketiga anaknya.

"Oke nanti Papi akan minta maaf ke Mami sebelum pergi"

"Iya"

Setelah jawaban Adam itu, Adit diam. Ia bingung harus mengatakan apa pada anaknya ini. Kedekatan yang belum terjalin dan juga sikap Adam yang sukar di tembus membuat Adit kikuk sendiri.

Sampai kaki mereka hampir menginjakkan villa. Adit menahan langkahnya dan langkah Adam. Kemudian menatap Adam dalam-dalam sambil berbisik "Papi sayang Kakak sama Adek sebesar Papi sayang Abang"

Adam menatap Adit tak kalah dalam. Dengan senyum lebar Adit menganggukkan kepalanya dan melepas tautan tangan mereka. Adam menatap tangan mereka yang terlepas kemudian menatap Adit kembali sekilas lalu mulai berjalan arah pintu villa.

Tak ada balasan balik dari ungkapan sayang yang Adit ucapkan, membuat Adit menatap nanar tubuh kecil Adam yang semakin menjauh. Ada kesan tersendiri untuk Adit saat melihat Adam lebih pendiam dibandingkan sodaranya yang lain. Bisa jadi anak kecil itu lebih banyak menyimpan luka dan lebih dewasa dibanding Arion yang memang memiliki jabatan sebagai anak sulung.

"Maafkan Papi ya Kak... Meskipun kita dekat tapi Papi gak bisa membersamaimu dan Adek. Papi harap Kakak ngerti, agar nantinya panggilan 'Om' itu berganti" Gumam Adit tertiup angin.

.
.
.

27062023

Borahe 💙

Hayo siapa yang ke prank 🤭
Belum end ya gess, cuma latihan aja kalau tiba-tiba end

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang