48

3.5K 227 4
                                    

Brakkk!!!

"Mulai rapat sepuluh menit lagi. Semuanya!" Titah Adit begitu ia memasuki ruangan yang sedang Bagas dan Zara sulap menjadi ruang kerja bos mereka dengan keadaan marah.

Bagas dan Zara saling pandang. Sejak tadi pagi Adit sudah pergi dari villa lebih awal dari keduanya tapi baru berada disini tiga jam kemudian dan membuat perintah yang tak tanggung-tanggung.

Sepuluh menit. Untuk menyiapkan rapat dengan seluruh awak yang ikut serta dengan pembangunan hotel ini. Sangat membuat pekerjaan rumah untuk Bagas dan Zara.

"Setelah makan siang bagaimana?" Tawar Bagas, begitu melihat raut wajah Adit yang berubah tidak seperti biasanya. Ia tak ingin  nantinya Adit memakai emosi untuk menyelesaikan masalah pembangunan hotel mereka.

"Gue bilang sekarang ya sekarang Gas! Lu gak budek kan?!"

Bagas yang melihat Adit mulai membara, memilih untuk mengiyakan kemauan Adit itu. Menarik diri dari ruangan itu dan mulai menghubungi satu persatu yang terlibat di dalam pembangunan hotel, terutama perusahaan yang memang bekerja sama dengan mereka untuk mengisi furniture hotel. Perusahaan yang menjadi alasan Adit berada disini saat ini.

"Gimana Mas?" Tanya Zara yang sengaja menyusul Bagas keluar dari ruangan guna menghindari amukan Adit.

Bukannya menjawab, Bagas malah menghembuskan nafas lelah. Dan bisa ditebak, semua pasti tidak sesuai dengan apa yang Bagas dan Zara inginkan "Bu Maria belum mendapatkan jalan keluar Ra"

"Terus gimana?"

"Dia janji paling lambat dua hari"

"Terus Mas Adit gimana Mas? Pasti ngamuk itu, secara dateng-dateng udah kesel begitu"

"Apa ada masalah sama Maya ya Ra?" Tebak Bagas.

Zara hanya menggerakkan bahunya tanpa perlu repot-repot menjawab. Tadi Zara memang sempat mendengar Maya berbincang dengan anak-anak nya tapi saat sang kakak berbincang dengan mantan istrinya, Zara tidak mendengar apapun karena ia belum keluar kamar.

Sedangkan Bagas, yang memang terlalu lelah, ia bangun kesiangan dan sudah mendapati paviliun kosong, tanpa ada sosok Adit disana. Mereka bahkan belum berbicara apapun sejak pertemuan keduanya dengan Maya malam tadi.

"Mbak Maya bisa luluh gak ya Mas?" Pertanyaan Bagas dijawab dengan pertanyaan lain oleh Zara.

Tak bisa menjawab apapun yang Zara pertanyakan membuat Bagas memejamkan matanya sambil mulai berpikir kemungkinan tindakan apa yang bakalan Maya ambil untuk mengatasi kembalinya Adit.

"Mas Bagas yang sudah lebih dulu tahu keberadaan Mbak Maya otomatis sering berkomunikasi kan? Menurut Mas Bagas, Mbak Maya bakalan ngasih Mas Adit kesempatan gak?"

"Kenapa kamu gak tanya alasan ku menyembunyikan fakta bahwa aku tau keberadaan Maya, Ra?"

Mata cantik Zara menatap lelaki dewasa yang berada disampingnya itu sebentar lalu mengalihkannya ke lain arah. Ia tak ingin dikuasai emosi karena mengetahui alasan di balik diamnya Bagas, Zara hanya yakin apa yang Bagas putuskan pasti sudah ia pikirkan.

"Untuk apa Mas? Iya kalau nanti alasan Mas bisa Zara Terima, kalau enggak gimana? Buat Zara itu semua tidak mempengaruhi apapun selama..." Zara sengaja menjeda ucapannya dan membuang nafasnya kasar sebelum akhirnya melanjutkan perkataannya yang membuat Bagas terkejut "selama Mas Bagas tidak ingin menggantikan tempat Mas Adit"

"Maksud kamu?"

"Mas Bagas gak suka sama Mbak Maya kan?"

Pertanyaan aneh Zara tidak dijawab apapun oleh Bagas. Lelaki itu terdiam mencoba menyelami hatinya sendiri. Mencari-cari perasaan yang berkaitan dengan mantan istri sahabat sekaligus bos nya itu.

Apa hanya kagum akan sosok Maya yang hebat? Atau karena kasian karena Maya tidak diperlakukan dengan baik oleh sahabatnya? Atau mungkin ia sendiri menyukai Maya sebagai wanita?

Entah Bagas tak tahu. Yang ia tau, ia hanya membantu Maya untuk tidak bisa ditemukan oleh Adit sebelum Adit berubah dan tidak membuat Arion berpikir buruk tentang papi nya.

"Mas Bagas diam, bisa Zara artikan Mas Bagas tidak menyukai Mbak Maya kan?" Ucap Zara sambil menatap dalam sahabat kakak nya tersebut. Harusnya memang diam pertanda mengiyakan tapi karena Zara terlalu takut akan jawaban Bagas, ia meyakini hal sebaliknya.

"-- Mas Bagas setuju kan kalau hanya Mbak Maya yang bisa merubah Mas Adit kembali seperti dulu? Jadi Zara mohon, kalau alasan Mas Bagas menyembunyikan keberadaan Mbak Maya karena Mas Bagas suka sama Mbak Maya, tolong...."

Brukk!!

Belum selesai Zara berbicara, ia dikejutkan dengan tubuh Bagas yang sudah terpelanting ke tanah akibat pukulan seseorang.

Iya, seseorang itu adalah Aditya Wisnu Wardhana. Sahabat sekaligus bos Bagas selama ini.

"Gue sengaja menahan diri dari semalem untuk gak ngehajar lu ya, tapi kali ini gue gak bisa tahan lagi, karena sahabat yang gue percaya malah nusuk gue dari belakang. Dan parahnya, lu suka sama mantan istri gue. Bajingan lu, Gas"

Brukk!!

Kembali pipi mulus Bagas menjadi sasaran tinju yang Adit layangkan. Zara yang sudah histeris, berteriak meminta tolong dan mencoba menghentikan kakak nya yang sudah kalap.

"Mas udah Mas... Gak semua di selesaiin dengan berantem Mas" Zara benar-benar tak habis pikir dengan emosi Adit yang semakin plin plan itu.

"Kamu gak akan ngerti Ra, gimana rasanya ditusuk dari belakang!!"

Setelah mengatakan itu Adit pergi meninggalkan lokasi pembangunan hotel tanpa menoleh sedikit pun pada Bagas dan Zara.

Kemarahannya sudah memuncak. Terutama dengan Bagas yang tega menyembunyikan fakta bahwa selama ini ia sudah mengetahui dimana keberadaan Maya. Adit memang sengaja tidak membuat keributan di villa kemarin malam karena ia tak ingin Maya atau Arion beserta anak-anak Maya yang lain melihat pertengkaran orang dewasa.

"Mas Bagas gak kenapa-kenapa kan Mas?" Tanya Zara khawatir dan mencoba membantu Bagas kembali ke tempat duduknya semula.

Namun bukannya menjawab pertanyaan Zara, yang ada mata Bagas menatap jalan dimana Adit tadi pergi. Tak ada balasan apapun dari Bagas atas perlakuan Adit, bukan berarti ia kalah tapi lebih kepada, memberi ruang untuk Adit agar menumpahkan amarahnya saja, meski tindakannya menyembunyikan keberadaan Maya dari mantan suaminya juga tidak dibenarkan. Bagas hanya tidak ingin Adit akhirnya melampiaskan semua emosinya pada perusahaan atau pada meeting yang tadinya akan digelar beberapa menit lagi.

Hembusan nafas putus asa Zara jelas terdengar, begitu ia turut memperhatikan kemana arah pandangan Bagas. Wanita itu merasakan kekhawatiran yang sama dengan apa yang sahabat kakaknya rasakan. Ketakutan akan kembalinya Adit pada masa jahiliyah kembali menghantui. Bukan karena tidak percaya pada kakaknya, tapi amarah yang Adit tunjukkan baru saja, tidak jauh beda dengan amarah yang Adit yang dulu.

"Mas... Zara gak tau mesti ngapain, tapi mungkin hanya Mbak Maya yang bisa mengendalikan Mas Adit sekarang"

Ucapan Zara membuat Bagas menatap tajam adik sahabat nya itu. Bagas tak suka apabila sikap Adit barusan harus dihubungkan dengan Maya kembali. Ketidaksukaan Bagas jelas beralasan, pasalnya ia tahu sendiri bagaimana Maya menyembuhkan luka yang Adit torehkan beberapa tahun lalu dan Bagas tak ingin kalau saat ini, Maya harus menghadapi hal yang sama kembali.

Kembali terluka dan mengobati nya sendiri.

Tidak adil bukan kalau hanya mementingkan perasaan Adit seorang tanpa memikirkan perasaan Maya juga?

"Jangan ganggu Maya hanya karena hal sepele seperti ini Ra. Ini masalah ku dan Adit jadi biarkan aku dan Adit juga yang menyelesaikan nya. Jangan melakukan apapun tanpa persetujuan ku, paham?!" Ucap Bagas penuh penekanan.

Zara yang melihat kilatan amarah dari mata Bagas, seketika menatap balik Bagas dengan murka "kenapa?! Apa salahnya kalau Zara minta tolong Mbak Maya? Zara cuma gak mau Mas Adit gila seperti dulu Mas! Mas ingat kan, gimana hancurnya Mama pas ngeliat Mas Adit kayak gitu? Jadi pliss, ijinkan Zara menghubungi Mbak Maya. Zara janji, Zara akan menerima apapun keputusan Mbak Maya sekalipun bukan keputusan yang Zara mau"

.
.
.

28052023

Borahe 💙

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang