84

2.3K 239 23
                                    

"Allahumma inni as'aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha 'alaih" Ucap Adit amat sangat lirih.

Cup.

Di kecupnya pelan kepala Maya sebentar, setelah itu Adit balik badan, ia tak ingin Maya tau apa yang di lakukannya. Tak bisa membayangkan bagaimana nasibnya apabila Maya mengetahui itu, pasti Maya akan marah besar padanya, yang mencari kesempatan saat Maya tidur.

Sayangnya, seakan Allah menguji perasaan Adit lewat semua ini. Maya yang Adit kira masih tengah tertidur, tiba-tiba terbangun dan membuat langkah Adit sangat berat akibat penggilannya itu "Dit?" Panggil Maya dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Kebangun ya? Sorry. Aku keluar dulu" Ucap Adit tanpa membalikkan tubuhnya. Menerka bahwa Maya tau atau tidak akan apa yang ia lakukan cukup membuatnya panas dingin.

Bukan tak bisa menjelaskan dengan baik pada Maya akan apa yang sudah terjadi dan hubungan apa yang sedang mereka jalani, hanya saja, Adit masih mencari cara agar nantinya kejujurannya ini bisa Maya terima dan tidak menimbulkan masalah setelahnya.

"Kamu mendoakan ku apa?" Tanya Maya pura-pura.

Bukan Maya tak mengerti dengan doa apa yang tadi Adit ucapkan, hanya saja ia sedang meyakinkan diri bahwa apa yang di dengarnya itu tak salah, sebab doa yang Adit ucapkan tadi bukan doa sebarangan, terlebih doa itu merujuk pada hubungan suami istri. Sebagai orang yang dulunya paham agama, tidak mungkin Adit melakukan hal itu secara random. Pasti ada sebab akibat, atau bahkan hubungan mereka sudah maju ke babak selanjutnya. Entahlah Maya bingung.

Sedangkan Adit semakin di buat kaku dengan pertanyaan Maya. Jantungnya bahkan bertalu dengan cepat, seperti seorang pencuri yang memang tertangkap dengan barang curiannya.  Bahkan keringat sebiji jagung sudah mulai menghiasi pelipisnya, meski kamar Hawa sudah dingin dengan AC bertenaga tinggi.

"Doa? Kamu bermimpi mungkin"

"Ohh yaa... Aku bermimpi?" Tentu itu bukan jawaban yang Adit ingin dengar. Pasalnya, dengan Maya mengatakan itu secara tidak langsung ia menjelaskan bahwa dirinya mendengar jelas doa yang Adit kumandangkan dan tau apa yang Adit lakukan pada nya saat ia tidur.

"Jangan keras-keras nanti Hawa bangun. Aku keluar dulu ya"

Adit keluar dari kamar Hawa dengan perasaan campur aduk, langkah kakinya ia percepat agar segera pergi dari villa utama. Belum juga terpikir alasan apa yang nantinya akan ia katakan pada Maya. Jangankan memikirkan penjelasan apa yang akan ia sampaikan pada Maya, menetralisir detak jantungnya yang semakin menggila saja Adit tak mampu.

Tak jauh berbeda dengan Adit, Maya pun juga di buat tak nyaman dengan denyut jantungnya yang semakin cepat. Maya salah tingkah, meskipun alasan mengapa Adit mengumandangkan doa sakral itu di kepala Maya belum terungkap.

Maya berdiri dan mencoba mencari tahu maksud dari sikap Adit padanya. Maya mengikuti mantan suaminya itu keluar dari kamar anak perempuan satu-satunya untuk memenuhi janjinya pada Adit yang akan mengajaknya berbincang bersama.

"Loh... Kemana dia?" Ucap Maya sambil celingak-celinguk menolehkan kepala ke kiri dan ke kanan.

Pak Hasan yang memang sejak tadi melihat pergerakan Adit yang masuk ke dalam kamar Hawa, dan kemudian mengamati juga kemunculan Maya, segera menginterupsi Maya "kamu cari siapa?" Tanya Pak Hasan.

"Siapa lagi orang Pa... Jelas Adit lah"

"Oh.."

Hanya karena kata 'oh' saja yang keluar dari mulut Pak Hasan, membuat Maya memercingkan mata menatap orang tua yang tinggal satu-satunya itu "Tunggu... Tunggu... Maksud Papa apa?" Telisik Maya.

Pak Hasan tak menjawab apapun, beliau malah menghentakkan bahu pelan lalu mendudukkan diri di meja makan, membuka tudung saji yang sedang menutupi sepiring pisang goreng yang tadi di goreng oleh Bi Sri.

Sikap Pak Hasan yang aneh itu, membuat Maya mau tak mau mengejar ayahnya sampai ke meja makan. Duduk berhadapan dengan sang ayah lalu menatap Pak Hasan dengan intens.

"Apa sih May? Mau pisang goreng? Nih" Pak Hasan mencoba mengalihkan perhatian Maya dengan hal lain. Beliau cukup risih di tatap dengan Maya yang menatapnya tanpa ampun. Tatapan tajam yang akan selalu Maya layangkan pada siapapun saat ia ingin mengetahui sesuatu.

"Jelasin sama Maya, Pa" Tegas Maya.

"Jelasin apa coba? Papa gak ngerti deh" Ucap Pak Hasan masih mengelak.

"Tentang Adit"

"Adit? Kenapa dia? Godain kamu lagi?"

"Issshhh Papa..."

"Loh salah Papa? Kenapa sama dia? Bukannya harusnya kamu seneng ya dia kesini lagi?" Pertanyaan Pak Hasan memang terkesan tidak mengetahui semuanya. Padahal beliau sedang menggunakan trik itu untuk memancing anak tunggalnya mengungkapkan perasaan yang selama ini cukup Pak Hasan tau.

Maya terdiam. Ia gak tahu harus menjawab pertanyaan sang Papa seperti apa. Pasalnya, jantungnya berdetak kencang akan hal yang berhubungan dengan Adit, namun tetap saja hampir sepuluh tahun ini bukan waktu yang mudah baginya untuk nya bertahan hidup. Hal itu lah yang juga menjadi alasan mengapa Maya ingin Prasetyo saja yang menggantikan posisi Adit di hatinya, meski ia pun sendiri menyangsikan apakah bisa mencintai Prasetyo saat hatinya masih berisikan orang yang sama di masa lalu nya.

"Kenapa diam? Papa salah bicara?" Tanya Pak Hasan heran "kalau memang masih Adit orangnya, Papa tidak akan mempermasalahkan hal itu kok Sayang" Imbuh beliau.

"Tapi dia udah nyakitin Maya di hadapan Papa"

"Papa bukan Tuhan yang bisa mengadili manusia, May"

Cukup terkejut dengan jawab Pak Hasan membuat Maya kembali menanyakan hal lain "Papa gak takut Maya di sakitin Adit lagi? Papa gak sakit hati dulu Maya di perlakukan begitu sama dia?"

Pak Hasan menarik nafasnya dalam-dalam. Kilatan akan pertemuan ketiganya yang berujung dengan sang menantu menolak anaknya, kembali terngiang-ngiang. Akan tetapi buka itu yang disorot beliau, ingatan akan perintahnya pada sang menantu juga ikut menyeruak.

"Papa yang meminta Adit mengembalikan kamu ke Papa"

Duarrr!!

Bak disambar petir, Maya menegang dengan sempurna. Kepalanya mencoba mencerna apa yang baru saja Pak Hasan katakan. Alasan perceraiannya dengan Adit akhirnya terungkap setelah beberapa tahun. Namun hal itu tidak menutup kemungkinan tidak akan pernah terungkap apabila ia dan Adit tidak lagi pernah bertemu.

"Ke-kenapa Pa?" Tanya Maya terbata.

"Sejak awal Papa sudah memintanya mengembalikan pada Papa apabila ia tidak bisa mencintaimu"

"Tapi..."

"Iya, Papa salah. Saat dia mau mencoba, malah Papa memintanya untuk menceraikanmu"

"Pa..."

"Papa yang sudah membuatnya menjadi monster selama ini"

"-- tapi Papa tidak menyesali semua itu. Karena bagi Papa, Adit yang sekarang, itu Adit versi terbaik nya"

"Jadi?"

"Jadi apa?"

"Dia laki-laki yang Papa maksud sebagai oleh-oleh teman tidur?"

"Papa gak nyangka anak Papa otak nya mesum"

"Pa..."

.
.
.

07082023

Borahe 💙

Jangan hanya jadi pembaca tak kasat mata ya gess 🤭✌
Ku tunggu bintang dan komennya 😁

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang