14

4.1K 231 6
                                    

Panggilan hati atau rasa kasian, entah Maya tak tau bagaimana menyebutnya. Yang jelas sesudah Azwin menjelaskan kepadanya bagaimana kondisi bayi ini saat itu, setiap malam pikirannya hanya tentang makluk kecil itu.

Maya sampai memposisikan dirinya bagaimana apabila ia menjadi bayi itu. Belum ada nama yang tersemat, tak ada orang tua satupun dan sendirian melawan sakitnya dirumah sakit besar di kota metropolitan.

Sangat tragis.

"Kamu sudah berubah pikiran?" Tanya Azwin begitu menjemput adiknya itu di bandara.

Kepala Maya bergeleng sambil menatap sayu sang kakak "Maya gak tau Bang, tapi yang jelas Maya kepikiran"

"Lihatlah dulu kondisinya lalu nanti beri Abang jawabannya"

"Apa semudah itu mengadopsi anak?" Tanya Maya sedikit penasaran.

"Semua akan di urus oleh pengacara Abang, jadi kamu hanya tinggal merawatnya saja"

"Lama lama Abang seperti Adit, menggunakan uang untuk memuluskan ja..." Maya terburu buru menutup mulutnya sebelum Azwin menyadari maksud dari ucapannya tersebut.

Namun sayangnya, Azwin bukan dokter yang bodoh yang tidak mengerti akan maksud dari ucapan adiknya itu. Masih dengan mengendarai mobilnya, Azwin menasehati Maya pelan "Dek, Abang memang tidak pernah bisa selalu ada buat kamu tapi bukan berarti Abang tidak punya waktu untuk mendengarkan ceritamu. Hubungi Abang kapanpun saat kamu ingin bercerita tentang indahnya kehidupanmu disana"

Merasa tersindir, Maya hanya melebarkan bibirnya sebentar lalu membuang pandangannya jalanan disampingnya. Matanya sedikit berembun, mendengar ucapan Azwin karena dari sekian banyaknya sodara yang Maya punya, hanya Azwin yang paling dekat dan bisa membuatnya nyaman.

Tak butuh waktu lama, hanya sekitar satu jam dari bandara akhirnya mereka tiba di rumah sakit tempat Azwin bekerja. Rumah sakit besar dan mewah yang berada di pemukiman elite. Sudah dipastikan hanya orang orang berduit lah yang datang ketempat ini.

"Saya mau melihat bayi istri saya ya Sus" Ucap Azwin pada salah satu perawat di ruang bayi tersebut.

Istri? Sungguh mengejutkan, pasword yang Azwin gunakan.
Sepertinya memang di rumah sakit ini Azwin benar benar memiliki tempat sehingga akses masuk kedalam ruangan steril pun ia miliki.

"Ini calonnya Dokter?" Tanya Suster bernametag Sinta itu pada Azwin.

Azwin tak menjawab apapun hanya sedikit memberi senyum dan mulai memakai baju steril nya diikuti Maya dibelakangnya. Suster Sinta yang tidak mendapat respon apapun dari Azwin hanya bisa menekuk wajahnya dan pergi begitu saja meninggalkan Azwin dan sodaranya yang sibuk memakai perlengkapan guna masuk ruang nicu.

Diikuti Maya dibelakangnya, Azwin berjalan ke ujung ruangan tersebut. Disana ada box bayi lengkap dengan peralatan penunjang untuknya berusaha hidup didunia.

Fokus Maya benar benar teralihkan begitu ia melihat bayi laki laki itu tertidur dengan damai meski banyak selang menempel di tubuhnya. Bahkan wanita itu tak sedikitpun melihat papan identitas dan riwayat bagaimana sang bayi lahir.

"Assalamu'alaikum anak ganteng... Hai" Sapa Maya pelan.

Maya tidak tau bagaimana kerja takdir dan keajaiban didunia ini, tapi yang jelas, bayi itu sedikit demi sedikit mulai membuka matanya meski pandangannya tak mengarah pada Maya. Benar benar keajaiban.

"Bang, dia denger Maya kan?" Tanya Maya sedikit berbisik.

Senyum dibibirnya mengembang sempurna melihat kenyataan itu.

Apa ini sebuah pertanda, bahwa bayi itu benar benar memilih Maya untuk menjadi ibunya? Menggantikan surganya yang sudah abadi didalam surga?

"Dia merasakan kehadiranmu, Dek" Ujar Azwin pelan sambil tersenyum.

"Kenapa bayi sekecil ini harus mengalami ini semua Bang?"

"Karena dia kuat. Dan akan semakin kuat saat dibesarkan oleh wanita yang kuat"

Maya hanya menatap Azwin sebentar lalu kembali menatap bayi kecil dalam box itu lagi. Ia tak ingin berkomentar apapun atas apa yang Azwin ucapkan karena Maya tau betul bahwa Azwin sedang membujuknya untuk menerima ide nya kemarin.

Karena tak ingin menganggu pekerjaan suster suster yang sedang mengurusi banyak bayi lain di ruangan ini, akhirnya Azwin mengajak Maya pergi keluar dari ruangan tersebut.

"Daddy pulang dulu ya Nak. Daddy janji bakal sering sering nengok kamu" Ucap Azwin begitu syahdu ditelinga Maya.

Umur Azwin memang hanya terpaut dua tahun dari umur Maya. Lelaki itu sudah mulai masuk di umur berkepala tiga. Dulunya Maya mengira bahwa kakaknya itu hanya lelaki slengekan yang tidak bisa serius memandang hidup, akan tetapi dugaannya salah begitu melihat Azwin belakang ini. Azwin sudah menjelma menjadi pria dewasa yang sebetulnya sudah siap membangun rumah tangga.

Maya bisa membayangkan bagaimana nantinya rumah tangga yang Azwin jalani apabila ia menikah. Lelaki pengertian, dan setia itu pasti akan memberikan luapan kasih sayang pada istri dan anaknya kelak berlebihan.

Bukan tanpa alasan Maya berpikir seperti itu, karena Maya bisa melihat sendiri bagaimana Azwin setia pada cinta diamnya sampai ajal menjemput wanita itu. Lelaki itu bahkan tidak keberatan diberi amanah sesosok bayi dari hasil hubungan gelap wanita yang disukainya dengan kekasihnya.

"Bagaimana Abang bisa menerima bayi itu?" Tanya Maya ketika ia mengikuti langkah Azwin yang berjalan kearah parkiran mobilnya. Hari ini Azwin tidak ada jadwal praktek apapun karena ia sudah mengajukan cuti begitu Maya mengatakan akan mengunjunginya.

"Bayi itu gak salah apapun Dek. Yang salah hanya perbuatan orang tuanya jadi tidak ada alasan apapun bagi Abang membencinya kan?"  Jawab Azwin.

"Tapi bukannya bayi itu mengingatkan Abang pada kelakuan Ibunya?"

"Pasti, sangat mengingatkan, tapi Abang juga perlu tempat untuk melampiaskan rasa sayang Abang ke mendiang Ibunya. Lagian Bang berharap nantinya saat dewasa bayi ini tidak seperti ayahnya, yang tidak menjaga Ibunya dan tidak bisa menghargai wanita. Dia harus lebih baik dari kedua orang tuanya, Dek, bagaimanapun caranya"

"Beruntung wanita yang nantinya akan menjadi istri Abang" Ucap Maya mengomentari.

Sambil mulai masuk dan menjalankan kendaraan ya, Azwin berkata "Abang bukan lelaki yang baik juga Dek, hanya saja Allah sedang menutupi aib Abang dari semua orang"

"Menikahlah Bang, biar bayi itu tau bagaimana caranya agar menjadi lelaki yang baik seperti Abang" Ucapan Maya penuh penekanan.

Azwin terdiam. Lelaki itu semakin menyadari, pasti ada sesuatu hal yang disembunyikan oleh adiknya itu. Memang setiap rumah tangga itu selalu akan ada masa ujiannya, hanya saja sorot mata Maya tidak berubah sedikitpun meski kehidupannya banyak berubah.

"Arion" Kata Azwin mengalihkan topik pembicaraan begitu saja. Ia tak ingin Maya memikirkan masalahnya saat ini, karena Azwin yakin suatu saat Maya akan bercerita dengannya tentang bagaimana hidupnya dengan Adit. Mungkin hanya perlu waktu saja sampai akhirnya wanita itu bisa terbuka sepenuhnya dengannya.

"Maksudnya?"

"Abang titip nama itu untuk disematkan di namanya, Dek. Arion itu berarti mempesona dan memikat hati" Jelas Azwin.

Maya mengerutkan keningnya sambil mengamati wajah Azwin yang selalu berbinar setiap membicarakan bayi itu. Namun keanehan itu terganti dengan keterkejutan, karena Azwin mengatakan hal hal yang tidak masuk akal.

Dia berkata "berilah nama belakang suamimu untuk bayi itu, Dek"

.
.
.

02012023

Borahe 💙

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang