"Maaf ya Papi pulang gak ngabarin Abang. Papi ada kerjaan yang harus diselesain secepatnya waktu itu jadi Papi baru bisa datang sekarang" Ucap Adit mencoba memberi alasan yang bisa diterima Arion selain untuk menghindari Maya akibat rasa takutnya akan kehilangan jejak Maya dan anak-anak nya lagi.
Bahkan setelah satu bulan Arion menghubunginya, Adit masih bingung harus berbuat apa, sampai akhirnya rengekan Arion dan menurunnya kesehatan Arion lah yang membuatnya mau datang ke kota tempat Maya dan anak-anak nya tinggal.
Mendengar perdebatan Azwin dan Maya malam saat ia pergi membuat Adit banyak berpikir bahwa apa yang ia lakukan sudah banyak menyusakan Maya. Padahal semua begitu tenang terkendali juga karena sikap mantan istrinya itu. Hal itu lah yang akhirnya membuat Adit sadar bahwa melihat hidup mereka aman dan bahagia meski dari jauh, sudah sangat cukup.
Tapi pandangan itu kembali berubah saat semalam ia mendapat kabar Arion jatuh sakit dan harus di larikan ke rumah sakit. Yang lebih parahnya bocah lelaki itu sampai harus dirawat dan banyak menerima tusukan di tubuhnya seperti yang Adit lihat saat ini.
"Its oke Papi, Abang gak papa" Jawab Arion lirih sambil menatap Adit sendu.
Tidak bisa dibohongi bahwa tubuh kecilnya kesakitan. Sedangkan mulut bocah itu menahan agar tidak mengeluarkan keluhan. Didikan Maya memang benar memposisikan Arion sebagai seorang anak sulung yang baik, hanya saja Adit merasa ada yang sedang tidak beres pada Arion tapi bukan hanya tubuhnya saja namun juga hatinya.
"Yang sakit mana Bang?" Perasaan sebagai ayah tidak bisa iya bendung meskipun selama ini Adit tak ikut andil dalam mengasuh anak-anak nya. Ada kekhawatiran yang bahkan ia tak tahu bagaimana cara menjelaskannya.
"Cuma perutnya aja Papi" Ucap Arion meringis.
Arion di larikan ke rumah sakit dan harus dirawat karena nyeri perut hebat yang tidak bisa bocah itu tahan. Dan setelah diperiksa dan di telusuri sebab musababnya didapatkan kesimpulan bahwa Arion menderita usus buntu.
"Abang yakin? Kok Papi ngerasa ada yang Abang sembunyiin ya dari Papi?"
"Eng-enggak Pi" Jawab Arion gugup seakan Adit dapat membaca apa yang sedang ia pikirkan
"Kenapa Bang? Gak papa cerita aja, pasti Papi dengerin. Abang gak di bully lagi kan?"
Celengan kepala Arion cukup menjawab pertanyaan Adit, namun bibirnya masih terkantup rapat, tidak ingin menceritakan apa yang sedang bocah itu rasakan. Entah apa yang membuatnya takut tapi yang jelas Adit bisa mencium ketidakberesan di balik ini semua.
"Ya udah kalau gak mau ngomong gak papa, Papi bakalan tungguin sampai Abang mau cerita" Imbuh Adit.
Arion tersenyum kecil saat ia merasa dimengerti oleh Adit. Meski selama ini hadirnya seorang ayah kandung tidak pernah ia rasakan, untuk permulaan pendekatan mereka cukup di acungi jempol.
"Papi mau nungguin Abang sampai Abang di operasi?"
"iya, sampai Abang pulang ke rumah, Papi bakalan jagain disini"
"Papi gak kerja? Abang kalau malem ditemenin Mami kok"
"Mami biar nemenin Adek di rumah aja ya. Kasian Mami nanti capek jadi biar Mami datengnya habis kerja aja ya terus Mami pulang, Abang ditemenin Papi aja, oke?"
"Iya"
Jawaban singkat Arion membuat Adit sedikit menyimpulkan bahwa anak sulungnya itu pasti sedang ada masalah dengan mantan istrinya "Abang marah sama Mami?"
Kepala Arion kembali menggeleng. Matanya menatap Adit dalam seakan ada sesuatu yang bocah kecil itu ingin sampaikan tapi susah untuk di ungkapkan "ada apa Bang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Drama Korea
Romance"Aku akan mengatakan pada Mama kalau aku mandul. Jadi kamu tidak perlu memusingkan apapun. Hanya perlu tanda tangan dan semuanya akan aku urus dengan pengacara ku"