106

2.2K 189 3
                                    

Banyak orang yang mempresepsikan masa lalu dari berbagai sisi. Ada yang akan dengan mudah melihat masa lalu sebagai pelajaran, ada pula yang melihat masa lalu sebagai penyesalan, dan ada pula yang menganggap nya hanya hiburan semata dan angin lalu serta ada pula yang menganggapnya sebagai pesakitan.

Hal ini tentu saja berbeda, melihat dari siapa yang menilainya, jelas isi kepala mereka tidak akan pernah sama, bahkan di tubuh yang sama alias kembar sekalipun, termasuk saat korban dan pelaku dari masa lalu itu sendiri.

"Kenapa Abang minta maaf?" Mencoba untuk menyetop air mata yang ada, Maya memilih untuk menatap manik inti dari mata Arion yang sedari tadi tidak bisa menatap balik matanya.

Pertanyaan Maya membuat sang anak menunduk dan terdiam. Arion sudah cukup mengerti dengan usianya yang hampir baligh itu. Rasa sayangnya pada Maya lah yang akhirnya membuat bocah itu tidak bisa, tidak menyalahkan dirinya sendiri.

"Ibunya Abang..." Tak sampai bisa meneruskan ucapannya, Arion malah menangis tergugu. Hati Maya tak setegar itu untuk melihat anak sulungnya sampai menyalahkan dirinya sendiri akibat perbuatan kedua orang tuanya.

Perempuan itu melirik sekilas pada Adit yang masih terdiam melihat adegan yang sedang menjadi atensi istri Azwin juga ini. Dengan bahu yang melorot Adit menghembuskan nafas bersalahnya. Lelaki itu bingung harus bersikap seperti apa untuk mengalihkan topik yang sedikit membuat ketidaknyamanan pasa putranya.

"Papi bilang apa? Coba kasih tau Mami" Bujuk Maya.

Adit yang merasa posisinya mulai terancam, berinisiatif untuk memisahkan anak dan ibu itu agar tidak terlarut dalam obrolan yang akhirnya membuat masalah baru antara dirinya dan sang istri "Bang... Adeknya di temenin sana" Ucap Adit penuh penekanan.

Maya yang paham maksud dan tujuan Adit menyuruh Arion untuk menjaga adiknya, memilih membalikkan keadaan agar ia bisa mengorek apa yang sebenarnya terjadi selama ini "Papi aja ya yang menenin Adek, Mami kangen sama Abang"

Helaan nafas pasrah terdengar dari bibir lelaki beranak tiga itu. Dengan langkah berat, Adit menuju ke tempat bermain di rumah besar Azwin.

"Duduk yuk" Ajak istri Azwin begitu ia sudah memastikan adik ipar lelaki nya pergi menjauh. 

Maya mengangguk, dan menggiring Arion untuk duduk di ruang tamu "Papi sudah gak ada disini, jadi sekarang Abang bisa cerita ke Mami, apa yang sebenarnya terjadi selama ini. Gak usah takut " Kata Maya sambil menggenggam erat tangan anak laki-laki nya itu.

"Ibu kandung Abang itu Ibu Sella kan Mami?" Dengan mata polos nya anak berusia sepuluh tahun itu menanyakan hal membuat Maya membeku di tempatnya. Bukan karena ia takut tempat nya di hati sang anak terganti, namun ia takut Arion tidak siap mendengar alasan kehadirannya. Yang Maya tidak tahu bahwa Arion memang sudah mengetahui asal muasal nya lahir ke dunia.

"Siapapun Ibu Abang, Abang tetap anak Mami sampai kapanpun. Dan keberadaan Abang tidak pernah menyakiti Mami sama sekali jadi jangan menjauh ya Bang, Mami gak bisa jauh-jauh dari anak Mami. Abang mau kan ikut pulang?"

"Tapi..."

"Abang gak mau nemenin Mami? Tinggal sama Bunda sama Daddy lebih enak ya daripada tinggal sama Mami yang suka ngomel ini, iya?" Potong Maya, tidak memberi kesempatan Arion untuk memilih. Misinya datang ke ibukota hanya untuk menjemput anak sulung nya dan itu harus terjadi, dengan Arion yang rela hati ikut dengannya pulang karena sudah di pastikan apabila Adit yang meminta Arion pulang, lelaki itu pasti menggunakan sedikit ancaman yang membuat sang anak ketakutan setelahnya. Dan atas dasar itu Maya menggunakan cara yang lebih halus dibanding suaminya meski tak menutup kemungkinan cara Maya nantinya akan membuat Arion sedikit terpaksa.

"Enggak... Enggak, bukan gitu Mami. Abang juga mau nemenin Mami kok" Jawab Arion panik. Bocah itu sekarang sedikit banyak tau bagaimana cara harus menjaga hati sang ibu agar kehadirannya tidak semakin membuat ibunya merasa tersakiti.

"Ya udah pulang ya Bang...?" Anggukan kepala kecil Arion berikan untuk menjawab pertanyaan Maya. Hal itu membuat wanita berstatus istri Adit itu tersenyum lebar dan membawa anak pertamanya masuk kedalam pelukannya, beberapa kali ia bahkan mengecupi puncak kepala sang anak "siapkan barang-barang Abang yang penting buat di bawa nanti baju dan lain-lain nya biar di kirim aja" Imbuh Maya.

"Iya Mami"

Melihat punggung Arion yang semakin menjauh, Maya menatap kakak ipar nya yang juga turut memperhatikan anaknya "Mbak..." Panggil Maya membuat atensi istri Azwin itu beralih padanya.

"Gimana kabar mu? Selamat untuk pernikahan kedua kalian"

"Terima kasih Mbak..." Ucap Maya sambil menunduk.

Tentu sebagai kakak ipar sudah bertahun-tahun mengenal Maya, ia tentu paham ada yang ingin adik iparnya itu tanyakan "katakan May, Mbak akan membantu sebisa Mbak"

Maya membasahi bibirnya sebelum akhirnya menatap sang kakak ipar. Sebagai anak tunggal tentu kehadiran Azwin dan istrinya menjadi bagian tersendiri dalam hidup Maya. Menjadikan istri Azwin itu sebagai sasaran empuk tempat nya meluapkan semua yang ia rasakan, yang belum tentu bisa ia curahkan pada sang abang.

"Arion banyak cerita sama Mbak? Dia cerita apa Mbak?"

Istri Azwin itu tersenyum tipis, paham suatu saat Maya akan menanyakan hal ini padanya. Kepindahan Arion yang Maya yakini karena keinginan Adit itu pasti menjadi tanda tanya tersendiri, saat sang anak malah merubah kepindahan nya ke rumah kakak ibunya.

"Arion tau semuanya May"

"Bang Azwin?"

"Bukan. Suami mu sendiri?"

Terdiam, membeku hanya itu yang bisa Maya lakukan sekarang. Meski sudah bisa menerima Adit dengan masa lalu nya, namun tetap saja bagi Maya ada hal-hal yang menurutnya terlalu dini untuk diketahui oleh anak sekecil Arion.

Akan tetapi sepertinya ini tidak sepaham dengan pemikiran sang suami, terbukti suaminya sudah membuka aib nya sendiri pada anak mereka. Memposisikan Arion sebagai anak yang hamil di luar nikah jelas menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Maya akan mental sang anak. Dari percakapan singkat nya dengan Arion saja, Maya bisa menyimpulkan anaknya itu memposisikan dirinya sebagai pisau di kehidupan orang, yang siap menyakiti siapapun, terkhusus sang ibu, Maya.

"Aku harus bagaimana Mbak?" Tanya Maya frustasi. Tangan perempuan itu tertaut, kepala nya yang menunduk, air matanya mulai kembali mengalir, sudah bisa menggambarkan betapa kalutnya wanita itu.

Istri Azwin yang melihat itu hanya bisa memeluk adik iparnya itu dalam diam. Pasalnya selama menerima Arion di rumah mereka, solusi untuk mengembalikan persepsi Arion belum menunjukkan perubahan yang berarti. Bocah usia sepuluh tahun itu semakin mendingin dan pendiam.

"Hanya perlu tunjukkan bahwa kamu menyayangi nya dengan sepenuh hatimu. Apa yang dilakukan dari hati akan diterima dengan hati pula, May"

.
.
.

21092023

Borahe 💙

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang