91

2.2K 220 8
                                    

Setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya. Kalaupun orangnya masih tetap sama, mungkin keadaannya sudah berbeda. Karena hidup tidak akan melulu berhenti di tempat, ia berputar dan putarannya selalu membuat kita bergerak meski sangat pelan.

Tidak peduli dengan persembunyian yang sepuluh tahun aman, tapi kalau memang tetap Adit orangnya, mereka pasti di pertemukan. Pertemuan yang berujung dengan pergantian status secara mendadak itu, tetap belum bisa merubah segalanya. Adit yang sibuk dengan pekerjaannya dan Maya yang hanya diam di tempat. Dua orang yang masih belum mempraktekkan secara langsung arti kata 'suami-istri' yang sesungguhnya.

Seperti pagi ini, setelah sholat subuh di kamarnya. Maya turun untuk membuatkan Hawa dan sang Papa sarapan instan. Rencananya perempuan itu akan memasak nasi goreng dan membuat sandwich untuk bekal Hawa. Akan tetapi saat sampai di dapur ia dikejutkan dengan meja makan berisikan beberapa macam makanan pagi.

"Bibi masak semua ini?" Tanya Maya pada Bi Sri yang sedang mencuci beberapa piring kotor.

"Bukan Mbak, itu tadi..." Belum sampai Bi Sri menjawab pertanyaan yang Maya ajukan, lebih dulu suara bass khas laki-laki dewasa mengambil alih jawaban itu "aku yang bawa" Ucap Adit sambil berjalan masuk ke area meja makan.

Maya tentu hafal siapa pemilik suara itu. Lelaki berstatus suaminya, yang terakhir ia temui dua minggu yang lalu. Seenaknya sendiri datang dan pergi tanpa pemberitahuan, membuat Maya cukup menyimpan rasa kesalnya pada Adit.

Dengan wajah yang sudah tertekuk Maya membalikkan tubuhnya menghadap laki-laki itu. Melipat kedua tangannya di dada sambil menatap tajam Adit yang berdiri tak jauh darinya. Lelaki yang sudah berstatus suaminya itu, hampir saja membuatnya melupakan rasa marahnya dengan pesonanya yang di tunjukkan sepulang dari masjid. Berpakaian khas pemuda masjid, aura Adit bertambah beberapa kali lipat.

"Hai Sayang... Apa kabar?" Sapa Adit tersenyum lebar tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. Lelaki itu seakan menutup mata akan ekspresi yang Maya tunjukkan padanya.
Maya masih tak memberikan jawaban apapun. Ia masih berdiri dengan raut wajah yang sama dan mencoba memendam rasa kagumnya pada Adit. Ia tak ingin kesalnya kali ini disepelekan oleh Adit.

"kenapa?" Tanya Adit yang sudah berdiri tepat di depan Maya.

Bukannya menjawab pertanyaan Adit, Maya malah menghindari tubuh suaminya itu dan berjalan ke arah kamar Hawa untuk membantu anaknya itu bersiap ke sekolah.

"Maya kenapa Bi?" Tanya Adit yang masih berdiri berdiri terkejut melihat penolakan Maya akan dirinya.

Bi Sri mengulum senyumnya. Tawa beliau sengaja beliau tahan untuk menghormati anak dari pemilik villa tempatnya bekerja ini "Mas Adit gak peka" Kata Bi Sri pelan.

"Kok saya?" Tunjuk Adit pada dirinya sendiri "salah saya apa?" Imbuhnya semakin tak mengerti.

"Mbak Maya itu lagi ngambek Mas"

"Sama siapa? Kenapa saya yang jadi sasaran?" Jawab Adit masih dengan ketidak pekaan nya.

"Ya sama Mas Adit lah" Ucap Bi Sri meninggalkan Adit sendirian di dapur. Wanita paruh baya itu hanya bisa menggeleng kecil melihat juragannya tidak bisa menilai perasaan istrinya sendiri.

'Pantes aja Mbak Maya marah, la wong Mas Adit nya juga gak peka' batin Bi Sri.

Tak mau ambil pusing akan ucapan Bi Sri, Adit mendudukkan dirinya di meja makan sambil menunggu mertuanya, istri serta anaknya berkumpul. Sembari menunggu kedatangan mereka, tangan Adit bergerak lincah pada gawai yang sedari tadi bergetar di saku celananya. Mengecek perkerjaan yang mungkin akan ia tinggalkan beberapa hari guna berdiam di villa untuk memperbaiki pernikahan saat ini.

"Loh sendirian kamu Dit? Mana Maya sama Hawa?" Tanya Pak Hasan yang baru saja ikut bergabung dengan Adit di meja makan.

"Masih siap-siap kayaknya Pa" Jawab Adit santai, lalu kembali mengecek pekerjaannya.

Pak Hasan menghembuskan nafas panjang melihat kelakuan menantunya itu, yang masih sibuk dengan telepon genggamnya "apa gunanya kamu disini kalau kamu sibuk dengan ponsel mu, Dit"

"Aku ngecek email yang masuk Pa. Papa tau sendiri kan bagaimana pekerjaan ku akhir-akhir ini"

"Papa tau. Papa paham malah"

"Nah itu Papa ngerti"

"Tapi kamu lupa, kalau kamu tidak pulang setiap hari"

Kening Adit berkerut mendengar ucapan dari mertuanya "kan memang Adit tinggal terpisah sama Maya, tapi komunikasi kita lancar kok Pa. Kita masih chat setiap hari" Ujar Adit membela diri.

Helaan nafas kembali Pak Hasan perlihatkan pada Adit "kamu itu cuma pinter kalau mimpin perusahaan ya, kalau masalah beginian ternyata otakmu kosong" Hina Pak Hasan.

"Enak aja. Aku paham Pa"

"Paham apa coba?"

"Ya kan ini aku sudah pulang"

Pak Hasan bukannya menjawab pernyataan Adit, yang ada ayah Maya itu memijit pelipis beliau sambil memejamkan mata "istri itu bukan cuma butuh badan mu aja buat di lihat tapi butuh kamu peka juga. Kamu sudah gak pulang dua minggu, sekalinya pulang malah sibuk sama hape mu. Sekarang Papa tanya, perkembangan hubungan kalian sudah sampai mana?"

Adit terdiam. Ia tak bisa menjawab pertanyaan Pak Hasan. Pasalnya, kalau di telisik lebih dalam, hubungannya dengan Maya hanya sebatas bertukar kabar melalui chat tidak lebih dari itu. Itupun selalu ada jeda antara chat satu dengan chat yang lainnya. Video call atau telepon suara juga tidak kalah jarang, mereka hanya akan melakukan itu apabila Hawa merengek mencari papi nya, terlebih mengingat kesibukan Adit yang tidak terhitung banyaknya.

"Kenapa gak bisa dijawab? Perbaiki itu Dit. Papa tahu kamu kerja keras banting tulang untuk anak Papa agar gak kekurangan apapun, tapi bukan berarti kamu melalaikan kebutuhan nya yang lain. Kalian sudah jarang bertemu, bukan kah lebih baik saling bercerita dan mengakrabkan diri?"

"Iya Pa" Jawab Adit lirih.

Pak Hasan yang melihat Adit masih duduk di tempatnya, sedikit geram. Dengan intonasi yang sudah naik Pak Hasan berucap "masuk ke kamar Hawa juga dan bantu Maya mengurus Hawa. Sekarang Dit!"

Mendengar titah Pak Hasan yang tidak bisa di elakkan. Adit memilih menurutinya. Beranjak dari meja makan dan masuk ke dalam kamar Hawa.

Pemandangan pertama saat masuk ke kamar anak gadisnya itu, Adit melihat Hawa dengan di bantu Maya menggunakan seragam sekolahnya.

"Papi..." Teriak Hawa girang. Bocah perempuan itu berlari pada Adit. Dengan sigap Adit penangkap tubuhnya lalu memeluk Hawa dengan erat "Hai anak Papi yang paling cantik, sudah siap belum?" Tanya Adit sambil menghadiahi kecupan di pipi gembul Hawa.

"Tinggal pakai sepatu dan kerudung, beres deh"

"Oke lakukan itu dulu ya, Papi tunggu" Icao Adit menurunkan Hawa.

Hawa yang akan berjalan ke arah Maya, menghentikan langkahnya begitu melihat Maya juga berjalan ke arah ayah dan anak itu. Masih dengan senyum yang terpatri di wajahnya, Maya berkata "minta tolong Papi aja ya Dek. Mami yang siapin bekal Adek, oke?"

"Oke Mami"

Tapi belum sampai Maya pergi, Adit sudah lebih dulu menahan pergelangan tangannya. Membuat langkah Maya terhenti dan menatap suami nya "mau kemana Sayang? Aku belum mahir mengurus anak jadi tolong contohkan ya?" Ucap Adit pelan.

.
.
.

22082023

Borahe 💙

Maafken ya gess, karena kesibukan jadi molor updatenya 🙏
Ditunggu komen dan bintangnya...
Tengkyu 😊

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang