101

2.3K 213 8
                                    

Rencana Adit beserta Maya akan pergi untuk berjalan-jalan serta mengunjungi Arion hanya tinggal kenangan saja. Pasalnya setelah rencana itu di iyakan oleh Maya, Adit di haruskan untuk kembali ke kantor karena hal lain yang mendesak. Tugas dan tanggung jawabnya pada perusahaan jelas membuatnya mau tidak mau menyingkirkan lebih dulu persoalan pribadi yang harusnya juga di kerjakan secara adil pula. Ia tak bisa berbuat apapun kecuali mendahulukan kepentingan banyak kepala itu.

Dan karena hal itu, Adit tidak punya waktu lagi untuk mengunjungi Maya dan Hawa hampir satu bulan ini. Padahal berkali-kali istrinya itu melaporkan bahwa anak perempuan mereka merengek mencari ayahnya yang tak kunjung menampakkan batang hidungnya seperti biasanya. Hawa bahkan sampai tantrum beberapa kali saat di liburan sekolah nya harus ia habiskan di dalam rumah saja.

Berbagai cara sudah Maya dan Pak Hasan untuk memberi penghiburan pada Hawa. Akan tetapi semua nya tetap sama, malah bisa di katakan Hawa semakin menjadi.

Seperti saat ini, ia tengah mendapat laporan bahwa Hawa kembali berulah dan mencari sangat ayah terus menerus.

"Belum bisa pulang? Adek nyariin terus loh Dit. Katanya kamu janjiin dia mau jalan kalau dia liburan sekolah?"

Adit menyugar rambutnya secara kasar. Andai bisa ia ingin membelah diri dan pulang menemui anak istrinya tapi keadaan kantor belum bisa membuatnya beranjak barang sedikitpun. Pernah berhari-hari Adit lebih memilih untuk tidur di kantor dan membahas banyak pekerjaan dengan Bagas hingga larut malam, terkadang malah hampir subuh mereka baru bisa memejamkan mata meski hanya sebentar.

"Maaf ya, secepatnya aku usahakan pulang Sayang"

Helaan nafas panjang terdengar jelas di telinga Adit, ia tahu betul sulit bagi sang istri untuk kembali berbohong dan membuat alasan agar Hawa tak lagi menanyakan dirinya dan mau kompromi sampai Adit punya waktu untuk bisa menemui mereka.

"Masalah nya berat ya?"

Pertanyaan Maya membuat Adit seketika terdiam. Lelaki itu tak ingin sang istri memikirkan apapun termasuk tau apa yang terjadi di pekerjaannya kecuali masalah keluarga mereka. Ketidak stabilan di perusahaan nya, tak pernah ia beritahukan pada Maya agar istri nya itu tidak mengkhawatirkan apapun.

"Aman kok, hanya aja emang aku lagi banyak kerjaan aja Sayang"

"Aku tau kamu, Dit"

Sebuah pernyatan yang membuat Adit tertegun mendengar nya. Maya yang ia nikahi kali ini memang bukan Maya yang dulu. Perempuan nya kali ini benar-benar menunjukkan intensitas nya menjadi seorang istri sungguhan. Maya sangat ingin, tidak ada hal apapun yang keduanya saling sembunyikan. Mengurai batas yang pernah ada dan mencoba meruntuhkan dinding pemisah antara ia dan Adit.

"Aplikasi yang kita luncurkan sedang bermasalah, jadi banyak kerja sama yang terancam gagal" Akhirnya lelaki yang berstatus suami Maya itu buka suara akan masalah yang tengah ia dan perusahaan nya hadapi "tapi kamu tenang aja, kita semua disini lagi berusaha kok untuk mengembalikan semuanya"

"Aku bantu doa ya Dit"

"Itu yang terbaik. Terima kasih Sayang"

.

Sama seperti hari-hari setelah pembicaraannya dengan Maya, Adit masih di sibukkan dengan banyak meeting di mana-mana. Ia, Bagas, dan Zara menambah jam kerja mereka untuk menyelamatkan perusahan. Ada banyak karyawan yang harus mereka selamatkan kehidupannya.

"Alhamdulillah... Akhirnya kita dapat jalan keluar ya Mas" Ucap Zara senang begitu masalah mereka satu persatu terselesaikan. Beban yang mereka tanggung akhir-akhir akhirnya lepas sudah. Kerja keras yang mereka jalani terbayar sudah saat melihat digit banyaknya investasi yang masuk dan akhirnya menyelamatkan perusahaan yang Adit bangun dari nol tersebut.

"Iya Adek Mas yang paling cantik. Makasih ya selama ini kamu sama Bagas udah bantuin Mas buat bawa perusahaan ini semakin maju. Sekarang saatnya kamu mikirin diri kamu sendiri, oke?" Adit mengelus pelan puncak kepala Zara. Menarik ulang kenangan akan kerja keras adiknya yang turut andil membesarkan usaha mereka. Anak bungsu Pak Andika dan Bu Jihan itu bahkan rela tak memikirkan dirinya sendiri dan mengurangi intensitas nya berhubungan dengan lawan jenis, padahal apabila di lihat dari usianya, Zara sudah lebih dari cukup untuk menikah dan memiliki keluarga.

"Aku seneng kok kayak gini jadi Mas gak perlu khawatir"

"Semandirinya wanita tentu masih perlu sosok laki-laki di sampingnya Dek"

Zara mendengus pelan. Gadis yang usianya sudah tak muda lagi itu, sedikit tidak setuju dengan ucapan sang kakak. Pasalnya, bagi nya menikah bukan pekara gampang, apalagi harus menjadi istri dan ibu dalam waktu yang bersamaan. Membayangkan itu membuat kepala Zara pusing sendiri.

"Tau ah.. Noh Mas Bagas suruh nikah dulu. Udah tua juga gak nikah-nikah"

Bagas yang tiba-tiba namanya di sebut, melototkan mata seketika. Sejak tadi ia memang tidak ada hasrat untuk ikut campur dengan pembicaraan kakak beradik itu. Bukan tanpa alasan, Bagas sudah paham kemana larinya pembicaraan yang Adit mulai tersebut dan ia cukup mengerti akan maksud dan tujuan Adit mengatakan itu. Tapi bukan Bagas namanya apabila ia tidak bisa lolos dari percakapan yang sebenarnya ia hindari. Dengan perlahan, lelaki itu beranjak dan membuka pintu ruangan Adit, menolehkan kepalanya ke dua sodara yang seperti bertanda tanya akan tingkahnya kali ini "gue pulang. Besok gue minta libur"

Blam!!

Pintu terbuka lalu tertutup setelahnya, membuat Zara dan Adit tersadar. Bagas sudah meninggalkan mereka berdua tanpa basa basi.

"Anak itu.. Selalu seperti itu saat kita bahas tentang hubungan laki-laki perempuan. Mas heran deh, Jangan-jangan dia gak normal lagi, gara-gara gak bisa dapetin Maya" Ujar Adit sambil begidik ngeri.

"Huss... Ngomong yang bener. Mas Bagas itu bantuin Mas Adit selama ini tau"

"Iya-iya paham. Udah pulang yuk, Mas Adit anter pulang"

"Maksudnya anter pulang? Habis itu Mas mau kemana? Ke Mbak Maya?"

"Ya kemana lagi kalau gak ketemu anak istri? Udah lebih dari sebulan Ra, Mas gak ketemu Mbak Maya"

"Ini udah tengah malem Mas, besok kan bisa"

"Gak papa, tenang aja"

"Gak!! Zara gak mau Mas Adit kenapa-kenapa. Pokok pulang, titik. Kalau enggak Zara bilang Mama"

Adit mendesah pasrah, saat adik nya itu membawa nama sang ibunda dalam pembicaraan mereka. Bisa di pastikan bahwa Adit tidak akan lolos kali ini apabila sang ratu di rumah sudah bertitah "oke, oke besok Mas baru nemuin Mbak Maya. Udah ayo pulang sekarang"

Dengan senyum sumringah Zara meninggalkan ruangan Adit yang menjadi basecamp mereka akhir-akhir ini.

Perjalan pulang kali ini lebih ringan daripada biasanya. Bahkan Zara merasa bahwa perjalan mereka sangat singkat. Tak butuh waktu lama bagi keduanya untuk sampai di rumah.

Rumah Bu Jihan terlihat sepi di pergantian hari begini. Hanya ada penjaga rumah yang menyambut mereka pulang, sedangkan kedua orang tua mereka pasti sudah terlelap.

"Zara masuk duluan ya Mas" Pamit anak bungsu itu pada sang kakak. Adit mengangguk pelan sambil melangkahkan kakinya ke kamar pribadinya.

Membuka perlahan kamar yang sudah tak ia tempati beberapa hari ini. Nuansa hitam pekat cukup mendominasi kamar tidurnya. Tak ada cahaya apapun yang menerangi, kecuali lampu kamar mandi yang pintunya sedikit terbuka.

"Sayang..." Teriaknya tertahan begitu, tangannya berhasil menyalakan lampu.

.
.
.

07092023

Borahe 💙

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang