12

4.4K 237 6
                                    

Setahun lalu Maya percaya bahwa rasa yakin yang teramat dalam di hati itu sebuah pertanda bahwa apa yang akan kita jalani akn baik baik saja. Namun ia lupa, tidak hanya hati yang akan berperan, kepala juga patut untuk dipertimbangkan.

Tak ada penyelesaian apapun dari masalahnya dengan Adit. Menggantung begitu saja tanpa ada akhir yang jelas. Tidak mau melepaskan tapi tidak tau cara mempertahankan. Hanya berharap bahwa didepan sana akan ada pelangi setelah hujan.

Menjalani hidup seperti biasa adalah satu satunya hal yang bisa Maya lakukan. Ia sudah pasrah saat berkali kali tidurnya harus diganggu dengan datangnya Adit ditengah malam, bahkan sepertinya sofa diruang keluarga sekarang lebih membuatnya nyaman ketimbang kamarnya sendiri, kamar yang selalu menjadi tempat tujuan Adit saat tidak sadar.

"Saya langsung berangkat aja Bi. Jangan lupa Adit dibangunkan ya" Sebuah pesan yang berkali kali Maya ucapkan pada Bi Narti hampir dua bulan ini.

Bi Narti yang melihat raut wajah Maya, seketika menghentikan langkah wanita itu "Mbak..." Panggilnya, membuat Maya menghentikan langkahnya lalu berbalik.

"Ada apa Bi?"

"Tunggu sebentar, Bibi bawakan makanan"

"Tidak usah Bi, nanti saya makan di Rumah Sakit saja"

"Kali ini jangan menolak Mbak. Mbak tunggu dulu sebentar ya di meja makan"

Maya hanya menganggukkan kepalanya sambil menarik salah satu kursi yang ada di ruang makan itu.

"Mbak kok bisa sesabar itu?" Tanya Bi Narti mencoba membuka obrolan dengan tuan rumahnya.

Kening Maya berkerut mendengar penuturan yang Bi Narti ucapkan. Pasalnya ia tidak mengerti kemana arah pembicaraan yang Bi Narti maksud.

"Mbak kok bisa sabar menghadapi Mas Adit?" Ulang Bi Narti lebih jelas.

Hembusan nafas berat Maya keluarkan seakan hanya hal itu lah yang bisa ia lakukan guna meringankan sesak yang tiba tiba menyerang dadanya "saya hanya mencoba menjalaninya saja Bi"

"Mas Adit memang banyak berubah Mbak, Bibi juga gak tau kenapa, cuma Bibi bisa pastikan Mas Adit tidak pernah berbuat jahat Mbak apalagi dengan perempuan"

"Memang dia tidak menyakiti secara fisik Bi tapi menghajar secara mental" Cicit Maya sambil tersenyum miring.

"Nah bekalnya sudah jadi Mbak. Bibi berharap Mbak Maya bisa mengembalikan Mas Adit seperti sedia kala"

.

"Ada seminar ya Sus kok rame banget?" Tanya Maya begitu ia memasuki ruang prakteknya pagi itu.

Saat memasuki pelataran gedung rumah sakit, wanita itu cukup kesusahan untuk mencari lahan parkir karena banyaknya kendaraan roda empat.

"Iya Dok. Hari ini ada seminar kebidanan" Jawab Suster Asri

"Ohh"

"Yang ngisi katanya Dokternya masih lajang loh Dok"

"Terus? Apa hubungannya Sus?"

"Barang kali Dokter kenal sama Dokternya, boleh lah Dok saya dikenalin"

"Hahahaha. Ada ada aja Suster ini. Sudah ngegosip nya, ayo dimulai. Saya gak mau pulang sore nanti macet lagi didepan"

Dan benar saja, ucapan adalah doa. Hari itu Maya harus merasakan akibat mulutnya yang berucap seenaknya.

Tepat pukul empat sore, ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Hari itu entah mengapa pasien di poli umum cukup banyak, bahkan ada beberapa yang harus dirawat dan ditransfer ke dokter spesialis lainnya.

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang