Keberadaan manusia yang memang akan selalu datang dan pergi, tidak bisa di acuhkan begitu saja. Ada suratan takdir yang tidak bisa di lawan meski hati tak sanggup lagi bertahan.
Kematian Adam tentu merupakan salah satu takdir yang harus Adit dan Maya hadapi. Tidak lagi dalam satu dunia yang sama, tentu membuat rindu yang tercipta susah untuk di ungkapkan. Terlebih Maya yang terlalu kehilangan anak kandung laki-laki nya.
Sudah seminggu ini villa tempat Maya dan anak-anak nya tinggal, yang tadi nya penuh canda tawa itu, kehilangan nyawanya. Adam membawa serta keceriaan dalam rumah itu masuk ke dalam kuburnya. Tak ada lagi terdengar peperangan yang kadang membuat sang ratu akhirnya berteriak untuk menghentikan semua, berganti dengan keheningan yang bahkan suara cicak pun terdengar.
Hawa menjadi pendiam, Arion semakin dingin dan Maya menjadi orang kehilangan arah. Tentu saja pemandangan ini membuat orang-orang di sekitar mereka akhirnya menahan diri masing-masing untuk tidak beranjak dari tempat mereka saat ini. Ya, setidaknya sampai Maya kembali bisa menjalani hari-harinya secara normal meski dengan hati yang masih berduka.
Jangan tanyakan keadaan Adit bagaimana. Setiap malam yang bisa ia lakukan hanya berdiam di kamar Adam sambil menemani Maya yang memang belum stabil emosinya. Tangis penyesalan nya hanya lelaki itu ungkapkan saat ia menggelar sajadah nya. Sebagai orang yang masih bisa berpikir waras, tentu Adit punya andil besar mengontrol villa ini guna mengurus Hawa dan Arion bersamaan.
"Papi..." Panggil Arion begitu bocah kecil itu mendatangi Adit yang sibuk dengan ponsel genggam nya.
"Sini Bang..." Bersikap seolah tak terjadi apa-apa cukup membuat Adit kembali di rasa sesak di dada. Ia menatap anak sulung nya itu dengan tatapan sendu. Anak yang keberadaannya dulu tak pernah ia harapkan, kini menjadi anak laki-laki yang akan ia andalkan untuk menjaga Maya.
"Ada apa Bang?" Tanya Adit sambil menatap Arion yang duduk di sampingnya.
Perasaan canggung cukup mendominasi keduanya, sebab setelah Arion mengetahui statusnya yang hanya anak selingkuhan, membuat anak kecil itu melihat Adit dengan pandangan yang lain. Ia tak pernah memilih akan di lahirkan seperti apa, hanya kesalahan ayahnya lah yang akhirnya membuatnya harus menanggung semuanya.
"Mami kemana?" Tanya Arion
"Mami tidur di kamar, kenapa? Abang mau ketemu Mami? Nanti dulu ya, semalam Mami nangis lagi jadi kurang tidurnya. Kalau ada apa-apa bisa ngomong sama Papi dulu, biar nanti coba Papi sampaikan ke Mami"
"Papi bakal tinggal disini kan?"
"Sampai Mami sembuh, kenapa Bang?"
Arion menganggukkan kepalanya mengerti "Bunda sudah mau pulang" Ucapnya pelan dengan kepala yang sudah tertunduk.
Adit yang memang sudah paham kemana arah pembicaraan Arion, hanya bisa mendesah pelan. Setelah tiga hari kepergian Adam, Azwin memang lebih dulu bertolak ke kota metropolitan tempatnya tinggal. Pekerjaannya sebagai dokter kandungan tidak bisa ditinggal terlalu lama sehingga kakak Maya itu meninggalkan snag istri, anak mereka dan Arion di villa ini untuk turut menjaga Maya. Lamun, jelas hal itu tidak bisa bertahan lama. Kesendirian Azwin disana membuat sang istri akhirnya memutuskan untuk menyusul sang suami pulang dan bisa di pastikan Arion juga akan melakukan hal yang sama karena bocah itu masih mengenyam pendidikan di rumah Azwin.
"Abang gak mau tinggal lebih lama disini? Sampai Mami baikan?"
"Abang harus sekolah Pi"
Alasan yang Arion berikan cukup membuat Adit tahu bahwa anak itu sedang tak ingin merepotkan seluruh orang di villa ini akan keberadaannya. Jelas hal itu selalu berkaitan dengan statusnya yang hanya sebagai anak persusuan Maya. Arion bahkan sering merasa ia tak pernah pantas untuk berada di keluarga yang sudah membesarkannya. Tapi untuk pergi, jelas ia belum punya kekuatan itu.
Dengan perasaan yang sudah tidak bisa di lukiskan dengan kata-kata, Adit hanya mampu mengelus pelan kepala Arion yang tertunduk itu. Ia tahu tak mudah bagi anak berusia sepuluh tahun untuk menghadapi semuanya "jangan lupa kabari Mami sama Adek ya Bang. Mami itu sayang banget sama Abang. Jadi Papi mohon, jangan buat Mami sedih"
Belum sampai Arion menjawab oetuah yang Adit berikan, panggilan Hawa menginterupsi perbincangan keduanya "Om... Mami..."
Dengan langkah lebar Adit mendatangi Hawa yang memang sedang berada di depan kamar Adam "kenapa Mami, Dek?" Tanya Adit menerobos masuk ke dalam kamar itu dengan Arion di belakangnya.
Di dalam kamar kamar itu sudah ada sang Mama, Zara, dan Pak Hasan yang mengelilingi tubuh Maya. Adit dengan jelas bisa mendengar tangis Maya kembali "May..." Panggil Adit pelan.
Seperti yang sudah-sudah. Adit lah yang akan membuat Maya menghentikan tangisnya. Tak lagi peduli dengan orang-orang di sekitarnya, Adit malah menaiki kasur yang Adam gunakan selama ini untuk segera memeluk mantan istrinya itu "kenapa? Kebangun ya? Sorry ya tadi Abang lagi ngajakin aku ngobrol"
Permintaan maaf yang Adit lakukan seolah membuat batasan antara mantan istri dan mantan suami itu tak pernah ada. Bahkan bisa dikatakan mereka seperti selayaknya pasangan pada umumnya, apabila di lihat dari kacamata orang awam yang tidak mengenal keduanya. Bagaimana tidak, Adit terlihat sedang memerankan peran suami yang sedang menenangkan istri yang bermimpi buruk saat ini.
"Kamu kenapa sayang? Sini peluk Mama aja yuk" Tawar Bu Jihan.
Sejujurnya beliau tidak menyetujui tindakan Adit akhir-akhir ini, walaupun semua di lakukan karena tidak ingin Maya melakukan hal-hal nekat atau Maya menangis histeris kembali, tetap saja ini semua tidak benar.
Beberapa malam sejak Adam meninggal, meski ada Hawa di antara mereka, Adit bisa dikatakan tidur bersama dengan Maya dalam satu kamar yang sama. Memang ia tak turut serta untuk tidur di kasur empuk kamar Adam itu, lelaki dewasa itu tidur di sofa yang sengaja di pindahkan ke kamar Adam, tapi tetap saja bukan hal itu tabu di lakukan mengingat hubungan keduanya yang tidak ada ikatan sah.
"Gak papa Ma, biar Mas aja"
Dengan perasaan tak tentu Bu Jihan keluar kamar itu, di ikuti Zara dan Pak Hasan, meninggalkan Adit, Arion dan Hawa yang akan menjadi penjaga Maya.
"Aku gak setuju dengan situasi kayak gini Mas!" Ucap Bu Jihan emosi begitu ketiga orang dewasa itu sudah mendudukkan dirinya di kursi meja makan.
"Kita bisa apa Ji, kalau Maya nyamannya sama Adit" Ucap Pak Hasan pelan. Tak jauh berbeda dengan Bu Jihan, harusnya beliau juga menolak usaha Adit untuk menenangkan anaknya yang masih belum bisa menerima kenyataan itu, akan tetapi melihat raut nyaman yang Adit berikan pada sang putri membuat Pak Hasan tak punya pilihan lain.
"Kita bawa Maya ke rumah sakit"
"Ke rumah sakit mana yang kamu maksud?! Rumah sakit jiwa?! Gak!! Aku menolak itu"
"Rumah sakit umum Mas. Aku gak mau selalu menyalahi aturan agama. Jadi aku pikir itu yang terbaik"
"Kenapa Mas Adit sama Mbak Maya di nikahkan kembali aja Ma?" Pertanyaan Zara itu seketika membuat Bu Jihan menegang. Belaiy tahu masih ada kemungkinan untuk membuat situasi tidak terlalu keos yaitu dengan menikah.
"Mereka tidak akan menikah lagi" Ucap Bu Jihan tak bisa di ganggu gugat.
Pak Hasan mengerutkan keningnya tak mengerti. Pasalnya, dulu sahabat istrinya itu lah yang memaksa ke duanya untuk menikah, mengapa sekarang malah menolak penyatuan anak mereka dengan tegas?
"Adit sudah berubah Ji" Ucap Pak Hasan pelan. Bukan menutup mata apa yang selama ini Adit perbuat tapi beliau juga memikirkan bagaimana nasib sang putri apabila terus menerus menderita dengan ketidakikhlasannya.
"Aku tak ingin Maya tersakiti lagi. Mau sampai kapan dia seperti itu terus? Maya harus di buka matanya agar dia bisa menerima kepergian Adam"
"Tapi tidak untuk mereka menikah Mas"
"Mama tenang aja, Mas hanya akan menjaga Maya sampai ada lelaki yang siap membahagiakan nya" Tanpa ketiga orang dewasa itu sadari bahwa Adit sudah lebih dulu mencuri dengar percakapan ketiga orang dewasa itu.
Meskipun tak pernah menyangka bahwa sang mama akan menolak keinginannya untuk memperistri Maya kembali, Adit tak begitu ambil pusing karena fase penerimaan akan dirinya sendiri sudah ia lewati dengan baik.
'Mas akan terima semuanya Ma, asal kekecewaan Mama hilang'
.
.
.23072023
Borahe 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Drama Korea
Любовные романы"Aku akan mengatakan pada Mama kalau aku mandul. Jadi kamu tidak perlu memusingkan apapun. Hanya perlu tanda tangan dan semuanya akan aku urus dengan pengacara ku"