77

3K 256 21
                                    

"Mama tenang aja, Mas hanya akan menjaga Maya sampai ada lelaki yang siap membahagiakan nya"

Pernyataan itu Adit jelas tidak akan membuat Bu Jihan bangga akan anak sulungnya apabila ditilik dari hubungan Adit dengan mantan menantunya.

Menjaga?
Kata itu sangat meragukan Bu Jihan, terlebih seminggu membersamai mereka di villa ini, cukup membuat beliau melihat arti dari kata 'menjaga' yang Adit agungkan siang ini. Mau sehebat apapun cara Adit menjaga Maya tetap saja versi yang di maksudnya malah jauh dari makna kata itu sendiri.

"Bagaimana lelaki akan datang kalau Mas malah sibuk di sekitar Maya"

Debat agrumen tentang cara menjaga dalam versi sesungguhnya akan di  mulai. Bu Jihan jelas tidak akan diam melihat Adit dengan enaknya menyakiti hati Maya atau bahkan memberinya harapan palsu sama seperti terakhir kalinya.
Beliau cukup malu dengan sikap Adit yang di pernikahan mereka sebelumnya malah melukai Maya sampai di titik yang terdalam. Sebagai wanita jelas Bu Jihan merasa gagal mendidik Adit selama ini.

"Pasti akan ada laki-laki yang mau menerima hubungan dekat kami, Ma"

"Menerima hubungan dekat? Mungkin lebih tepatnya, hubungan mesum?"

"Maksud Mama?"

"Mas... mata Mama belum buta. Mama bisa lihat sendiri perlakuan Mas ke Maya seperti apa. Lelaki mana yang yang mau wanitanya di pegang dan di peluk mantan suaminya? Apalagi sampai tidur dalam satu kamar meskipun masih ada anak-anak di antara kalian?"

"-- coba pikirkan, kalau Mas ada di posisi lelaki itu bagaimana rasanya? Terima? Tentu tidak kan?"

Terkejut. Jelas. Bagaimana tidak terkejut saat selama seminggu ini Bu Jihan melihat semuanya tanpa menegurnya apapun, lalu saat ini tiba-tiba melancarkan komplain dengan sangat lengkap dan membuat lidah Adit kelu untuk mendebat nya. Apalagi saat Adit diberi gambaran apabila nantinya Maya akan seperti itu dengan orang lain. Pasti detik itu juga dunia Adit akan pontang panting tak jelas.

Mungkin bagi sebagaian orang yang melihat kedekatannya dengan Maya bisa berasumsi bahwa Adit sedang melancarkan pesonanya untuk membuat Maya kembali masuk dalam jeratnya. Tapi bagi Adit jelas tidak seperti itu, kehilangan orang yang sama berartinya di dalam hidup dua orang pasti akan menimbulkan rasa sakit yang teramat dalam, oleh sebab itu makan Adit berpikir dengan kedekatannya pada Maya itu akan membuat keduanya lebih cepat sembuh?
Sembuh bagaimana bisa? Jelas bisa kerena mereka bisa berbagi rasa sedih dan duka satu sama lain, yang tentu orang lain tidak ikut merasakannya.

"Tapi Ma, Mas sama Maya..."

"Apa? Hanya saling menghibur? Menghibur itu sewajarnya Mas. Mungkin Pak Hasan memang memberi Mas kesempatan kedua tapi tidak dengan Mama. Mama cukup malu dengan tingkah Mas selama ini" Potong Bu Jihan cepat.

Adit benar-benar tidak diberi waktu untuk mengelak barang sedikitpun. Terlebih saat raut wajah tegas sang ibu membuatnya akhirnya memilih untuk menyerah dari perdebatan yang bisa saja tak akan berakhir dan membuat kekecewaan sang ibu semakin berlipat ganda.

"Lalu Mama mau Mas bersikap bagaimana?" Tanya Adit mengalah.

Harapan Adit akan Bu Jihan mengatakan hal yang menyenangkan untuk nya pupus seketika saat Bu Jihan malah tegas mendorongnya mundur jauh "pulang! Bukan ke rumah mu tapi ke rumah Mama!"

Bukan lagi sebuah penawaran yang Bu Jihan berikan, titah sebagai orang tua lah yang berperan saat ini. Dengan wajah dinginnya, sudah jelas Bu Jihan tidak ingin perintahnya di tolak atau di negosiasi oleh anak sulungnya.

Kenapa harus rumah Bu Jihan? Sudah bisa dipastikan bahwa Bu Jihan sedang punya rencana untuk membuat Adit semakin sadar dan kembali ke jalan yang benar, meski selama dua tahun ini anak lelakinya itu tidak lagi menunjukkan tingkah gilanya. Akan tetapi, bagi Bu Jihan semua akan lebih efektif saat Bu Jihan melihat sendiri perubahan dari Adit. Sebagai seorang ibu, beliau masih tetap ingin melihat Adit hidup bahagia di pernikahan selanjutnya.

Hahaha. Menikah apanya. Saat punya calon malah tidak di restui.
Mendekat saja sudah diusir, apalagi mengajak menikah. Entah sudah berapa kali lelaki itu di tolak tidak hanya dari orang yang di cintainya tapi juga dari orang terdekat Maya.
Jelas Adit tak bisa berbuat apapun, karena bagaimanapun meski umurnya hampir menginjak angka empat puluh, saat ia memutuskan untuk menikah, restu dan ridho Bu Jihan lah yang paling ia perlukan.

Mencoba dengan wanita lain? Jelas opsi itu selalu ada. Akan tetapi, wanita yang sudah membuatnya membuka mata lebar-lebar akan arti tulus itu, jelas membuatnya tak bisa melihat perempuan lain yang akan memperlakukannya dengan baik, terlebih karena masa lalunya yang buruk.

"Kita pulang malam ini juga" Lagi, lagi membuat Adit bungkam. Ibu nya kali ini benar-benar menunjukkan kekuasaannya sebagai orang nomor satu di hati Adit, bahkan akan selalu menjadi nomor satu meski Adit memiliki istri lagi.

"Baik, setelah Mas pamit sama Maya"

Bu Jihan hanya mengangguk. Beliau akhirnya bungkam setelah meluapkan segala emosinya yang selama ini sempat beliau tahan. Pak Hasan dan Zara yang sedari tadi memang berada di ruang itu juga, hanya diam menyimak sampai akhirnya Adit pergi dari hadapan mereka.

"Adit sudah berubah Ji jadi kamu tidak perlu terlalu keras padanya" Kata Pak Hasan sambil menatap nanar tubuh Adit yang kian menjauh.

"Keras? Bagi ku tidak. Malah aku menyesal kenapa baru sekarang aku melakukannya"

"Oke, aku akan mengikuti keputusanmu. Tenangkan dirimu lebih dulu, nanti kamu akan perjalanan jauh jadi sekarang beristirahatlah"

Selesai mengatakan itu, Pak Hasan beranjak dari tempat duduknya. Mengarahkan kakinya sama ke tempat yang Adit tuju yaitu kamar Maya. Jelas, Pak Hasan khawatir akan perpisahan mendadak antara anaknya dengan mantan menantunya ini, jelas akan membawa efek, meski belum bisa di pastikan efeknya sebesar apa, tapi yang jelas semakin membuat anaknya tidak baik-baik saja.

Dengan perlahan Pak Hasan mendorong pintu kayu berwarna coklat itu, isak tangis jelas langsung menyapa pendengaran beliau. Ada Maya dan Adit di sudut kamar ini sedang duduk berurutan, akan tetapi bukan itu fokus pengelihatan Pak Hasan. Apa yang sedang mereka lakukan lah, yang membuat Pak Hasan tercengang.

Pasalnya, salam perpisahan yang mantan menantunya itu di luar ekspektasi Pak Hasan. Kalau perpisahan biasanya itu identik dengan tangis, pelukan dan ciuman, lain hal nya dengan apa yang Adit dan Maya lakukan. Mereka malah berurutan melaksanakan ibadah yang memang beberapa saat lalu memanggil seluruh umat islam. Apa yang dilihat Pak Hasan ini jelas semakin membuat Pak Hasan yakin bahwa memang Adit sudah berubah menjadi lebih baik.

Masih tetap mengamati dari jauh, bahkan terkesan sedikit menguping. Pak Hasan menunggu keduanya menyelesaikan sholat ashar. Irama witir yang keduanya angungkan membuat orang yang mendengarkan ikut merasakan kepedihan mereka kehilangan anak mereka.

Sampai akhirnya, lantunan indah itu berhenti, berganti dengan isak tangis yang keluar dari bibir tipis Maya. Adit seketika membalik tubuhnya lalu menatap Maya dengan tatapan penuh arti "aku akan pulang nanti malam" Ucap Adit pelan tapi masih terdengar. Hawa yang sejak tadi tidur di ranjang tak jauh dari mereka terkesan pulas dan tidak terganggu apapun, membuat Adit merasa sudah waktunya ia harus mengutarakan semuanya.

"Aku akan kembali ke kehidupan ku, May dan aku harap kamu juga akan melakukan hal yang sama"

"-- aku tidak akan melarangmu untuk menangis, kamu boleh menangis sesuka mu karena kamu berhak akan itu.. Tapi aku mohon, setelah tangis mu berhenti, kamu sudah siap melangkah lagi. Istirahatlah sebentar saat semua hal membuatmu penat"

"-- ingat, tidak hanya kamu yang kehilangan, aku pun juga merasakan hal yang sama, bahkan aku mungkin lebih menyesal daripada kamu, tapi kamu tau, kenapa aku lebih bisa legowo sekarang? Karena aku punya Tuhan, yang kuasaNya tak pernah tanpa maksud dan tujuan"

.
.
.

26072023

Borahe 💙

Yookkk ramein kolom nya ya 😁

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang