107

2.6K 210 10
                                    

Terjebak di ruang pesakitan sendiri akibat masa lalu sang ayah tentu bukan pekara mudah untuk anak kecil seusia Arion. Banyak pikiran buruk yang tercipta karena rasa bersalah nya yang sudah menyakiti hati sang ibu karena keberadaannya.

Namun, jelas dengan semua itu tetap saja bocah itu tak punya kuasa terhadap apapun terlebih pasti banyak orang dewasa yang menganggap semuanya hanya angin lalu. Selama hidupnya baik, semua kebutuhannya terpenuhi, maka tidak ada yang perlu di pusingkan, terkhusus psikisnya yang tidak semua orang setuju akan berdampak untuk Arion.

"Mas..." Panggil Maya begitu melihat sang suami tengah asik bermain dengan Hawa dan bocah kecil anak sang kakak.

"Kenapa Sayang? Abang mana?" Tanya Adit begitu melihat Maya yang hanya berjalan sendiri kearahnya. Entah, dimana keberadaan anak sulung mereka setelah ia meninggalkan keduanya untuk berbicara berdua.

"Abang di kamarnya, lagi nge packing barang yang bakalan di bawa"

"Barang? Apa? Kenapa gak beli disana aja Sayang?" Jiwa sombong Adit mulai menguar kembali, membuat Maya menghadiahi suaminya itu dengan pelototan mata, membuat Adi meringis, tahu betul bahwa ucapannya tidak sejalan dengan pikiran sang istri "Mas cuma gak mau kita bawa banyak barang Sayang"

"Biarin sih"

"Oke" Kata Adit pasrah, namun detik berikutnya lelaki itu menelisik kembali wajah sang istri yang sepertinya masih ingin membicarakan sesuatu "ada apa? Mau bicara di tempat lain?"

"Iya" Jawaban singkat Maya itu langsung disetujui oleh Adit. Ia bahkan menggandeng tangan Maya untuk memilih sudut dari tempat bermain di rumah Azwin ini sambil memperhatikan anak bungsu mereka yang tengah bermain dengan sepupunya.

"Ada apa Sayang?" Tanya Adit sambil mempermainkan tangan Maya yang tengah ia genggam.

"Abang tau semuanya?"

"Maksudnya Bang Azwin atau Arion nih? Lalu tahu apa?"

"Arion, Mas..."

Saat nama anak sulungnya disebut, Adit mulai mengisi paru-paru nya dengan banyak oksigen. Ia tahu cepat atau lambat sang istri pasti akan meng kroscek apapun yang sudah keluar dari bibir mungil anak lelakinya itu "Kenapa sama Abang?" Tanya Adit berpura-pura tak mengerti kemana arah pembicaraan istrinya itu.

Raut wajah Adit yang tidak meyakinkan, membuat semuanya yang Maya curigai semakin ia yakini "Mas serius" Cecar Maya.

"Oke, oke... Abang sudah tau semuanya dan dia memilih untuk tinggal dengan Bang Azwin karena alasan itu. Di hari Mas bawa dia pulang ke rumah kita, malam itu juga Mas memberitahukan semuanya" Jelas Adit.

Penjelasan Adit membuat Maya sedikit berang. Wanita itu memang tidak pernah mengajarkan anak-anak mereka untuk membenci Adit selalu ayah mereka tapi untuk tahu lebih jauh bagaimana tingkah Adit di masa lalu, bagi Maya jelas tidak mungkin untuk di beritahukan saat ini, terlebih anak tertua mereka baru berusia sepuluh tahun. Dimana di usia itu harusnya mereka tidak perlu di beri beban apapun. Arion hanya korban dari keberengsekan sang ayah, bukan sebagai pelaku yang harus menanggung semuanya.

"Kenapa gak dibicarakan dulu sih Mas? Harusnya kan kita diskusi dulu"

"Waktu itu kita tidak sedekat ini Sayang. Maaf kalau Mas ngambil tindakan gegabah"

Kali ini helaan nafas berat terdengar dari bibir Maya "lalu menurut Mas kita harus bagaimana? Secara tidak langsung Abang merasa dia menyakiti ku, Mas"

"Mas gak akan menurunkan ketegasan Mas sama Abang, Sayang. Dia anak laki-laki jadi harus di persiapkan untuk menjadi laki-laki. Kalaupun dia harus punya sisi lembut, Mas rasa itu harus diberikan oleh kamu"

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang