66

2.7K 232 23
                                    

Sesuai dengan permintaan Arion semalam. Pagi ini setelah sholat subuh berjamaah, Adit bersama Arion juga Bagas mulai bersikap untuk keberangkatan mereka bertiga ke Jakarta, kota dimana Azwin tinggal dan menetap disana.

Tak sulit bagi Adit untuk datang kesana sendiri, hanya saja kali ini ia butuh penengah apabila nantinya ia dan Azwin harus berdebat tentang keberadaan Arion dan Bagas lah orang yang menurut Adit layak menjadi penengah di antaranya dan kakak Maya itu.

Menoleh pelan pada Arion yang sedang tertidur, membuat Bagas berani buka suara untuk mengajak Adit berbicara empat mata. Pasalnya, beberapa jam lalu ia cukup terkejut dengan permintaan Adit yang ingin di temani ke rumah Azwin. Bagas mengira Adit masih di kota tempat tinggal Maya dan belum kembali, namun ternyata lelaki itu sudah kembali semalam.

"Lu yakin nganter Arion ke Dokter Azwin?" Tanya Bagas lirih karena takut suaranya akan membangunkan Arion.

Adit yang memang sedari tadi hanya menatap jendela, menoleh sebentar pada Bagas lalu mengalihkan kembali pandangannya pada jalanan di depannya.

"Hmm" Hanya gumaman kecil yang Adit keluarkan. Lelaki itu tak ingin repot-repot menjelaskan panjang lebar duduk permasalahan yang terjadi antara dirinya dan anak sulung nya.

"Gue kira, lu ngajakin gue ke Jakarta buat nyarik restu Dokter Azwin"

"Itu semua gak bisa gue lakuin Gas. Bahkan syarat yang Arion ajukan untuk mau kembali tinggal sama gue, gak jauh beda dengan apa yang gue mau"

Bagas mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti. Pasti anak sahabatnya itu ingin keluarga mereka utuh kembali dan tinggal bersama sebagai syarat.

"Lu bener udah rela kan?" Pertanyaan konyol yang Bagas tanyakan membuat mata tajam Adit menatapnya sengit. Seakan sedang mengejek kekalahan yang Adit peroleh saat ini "Lu ngejek gue?" Tanya Adis jutek.

"Gue cuma tanya doang. Kalau iya, ya udah bagus dong jadi lu bisa konsen ke proyek hotel ke tiga kita"

Helaan nafas lelah Adit keluarkan dengan kasar. Rasanya hidupnya terlalu sibuk sampai sampai belum selesai permasalahan dengan keluarga kecilnya sekarang harus segera dihadapkan dengan tuntutan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

"Sepertinya kita harus menunda dulu Gas buat proyek itu. Gue pingin semua kelar dulu setelah itu baru kita jalan"

"Gak bisa gitu dong. Para investor pasti bakalan minta pertanggung jawaban atas dana yang sudah mereka glontorkan untuk ikut proyek kita ini"

"Oke, kasih gue waktu sampai Maya menikah"

Bagas melongo tak percaya dengan apa yang Adit katakan 'menunggu sampai mantan istrinya menikah? Bukan kah hal itu tidak waja? Atau kah Adit yang sudah terlalu putus asa sampai-sampai lelaki itu mengambil keputusan karena emosinya'

"Gila lu. Emang lu tau kapan Maya nikah? Pernikahan itu persiapannya lama Dit. Pasti Maya juga gak mau gegabah dalam hal ini"

"Gue bakal bikin Maya menikah cepet. Gue juga akan ngurus semua yang Maya dan Dokter itu butuhkan"

"Kenapa lu lakuin itu?"

"Gue belum sempat memberi itu sewaktu kita menikah dulu Gas dan gue berharap ini pernikahan Maya yang terakhir, makanya gue mau ngasih apa yang belum pernah gue kasih"

"Lu bener-bener udah ikhlas?"

"Belum. Gue belum ikhlas sama sekali. Tapi gue tau, gue harus paksa diri gue ikhlas, biar akhirnya terbiasa"

Bagas cukup tercengang mendengar penuturan Adit barusan. Ia tak menyangka bahwa sahabatnya itu akhirnya bisa menerima semua takdir yang Tuhan nya beri. Tidak lagi memaksa masa lalu nya harus kembali ia dapatkan dengan dalih ada anak mereka di antara keduanya.

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang