Setelah menidurkan Hawa yang menangis tanpa henti karena kepergian Arion, Maya hanya bisa duduk termenung di kepala ranjang. Ingatannya melayang saat drama perpisahan dengan Arion tadi terjadi. Ia bisa merasakan bahwa Arion menyembunyikan sesuatu darinya.
'Apa ada paksaan dari Adit?' pertanyaan itu tadi sempat muncul dalam pikirannya, namun fakta di lapangan tidak ada sedikitpun Adit memaksa anak itu untuk ikut tinggal bersamanya. Beberapa kali bahkan Adit meminta Maya untuk mendiskusikan kembali tentang kepergian Arion. Tapi itu semua tidak menjawab apapun tentang kepindahan Arion itu.
"Mami do'ain Abang ya dimanapun Abang berada semoga selalu bisa bikin Mami bangga dan bahagia" Pinta Arion.
Sedikit aneh dengan permintaan Arion itu membuat mata Maya berkabut. Air mata yang tadinya ditahan sekuat tenaga agar tidak luruh akhirnya menggenang seenaknya, membuat sang pemilik hanya bisa pasrah tergugu di dalam pelukan anak berusia hampir sepuluh tahun itu.
"Pasti, pasti Mami selalu berdoa buat Abang... Abang jaga diri ya, jangan lupa sholat. Manut, nurut sama Papi ya Nak" Tak ada permintaan khusus yang Maya ucapkan agar Arion ingat dengan dirinya. Bukan karena Maya tak ingin diberi kabar tapi Maya hanya tak mau berharap banyak.
Status Arion yang hanya anak persusuannya, membuat Maya sadar bahwa memang Arion punya wali yang lebih kuat ketimbang dirinya yaitu Adit. Hal itu pula yang menyebabkan Maya harus siap menghadapi apapun sekalipun ini pertemuan nya dengan Arion untuk terakhir kalinya. Maya percaya Adit pasti tidak akan pernah memilihkan jalan yang buruk untuk anak mereka.
Tak jauh berbeda dengan Maya, Arion pun memilih diam. Bocah kecil itu tak banyak berinteraksi dengan Adit meski berkali-kali Adit membuka pembicaraan dengannya. Ada perasaan sedih yang tidak bisa Arion ungkapan ketika harus berjauhan dengan Maya.
Memilih untuk tinggal bersama Adit, sungguh keputusan yang paling berat yang harus Arion jalani. Bukan karena ia tak lagi menyanyangi Maya, hanya saja ia tak ingin menjadi penyebab konflik yang nantinya akan semakin banyak terjadi di depan.
"Bang... Ada apa? Abang mau kita putar balik ke villa? Papi gak akan maksa Abang untuk tinggal sama Papi kalau memang Abang gak mau" Tanya Adit sedikit khawatir karena sedari tadi Arion lebih memilih untuk mengamati pekatnya malam lewat kaca jendela mobil dibandingkan mencoba lebih mendekat dengan Adit.
Mendapat pertanyaan seperti itu membuat Arion menatap sang Papi dengan tatapan sedih. Mungkin akan lucu jadinya apabila ia meminta Adit untuk memutar kembali mobil yang mereka tumpangi kembali ke rumah yang baru saja, belum ada satu jam Arion tinggalkan.
"Abang gak papa kok Pi" Reaksi Arion akan pertanyaan Adit semakin membuat Adit yakin bahwa memang ada sesuatu yang tidak beres di dalam villa yang Adit tidak tahu apa itu.
Benar bukan saat kita mengatakan semua baik-baik saja, itu faktanya kita sedang menutupi sesuatu yang tidak baik-baik kan?
Dan dugaan Adit, Arion sedang dalam keadaan seperti itu."Kalau Abang aja gak bisa cerita sama Papi terus gimana Papi bisa tau apa yang Abang rasain? Abang tau kan kita belum terlalu dekat? Lalu gimana caranya Papi ngenalin Abang lebih dalam kalau Abang gak terbuka sama Papi?" Ucap Adit memberi sedikit pengertian.
Kenyataan mereka akan hidup bersama membuat Adit sedikit memaksa Arion untuk lebih terbuka terhadap dirinya. Ia tak ingin Arion menyimpannya sendiri padahal bocah itu mempunyai tempat untuk saling berbagi. Adit juga ingin memposisikan dirinya sejajar dengan Maya agar saat anak sulung nya itu mempunyai kesulitan dan masalah tidak mencari tempat nyaman untuk bercerita di luar rumah.
"Abang gak papa Pi" Lagi, lagi jawaban yang sama Arion berikan pada Adit.
Hal itu cukup membuat Adit gemas, dan mencengkram kuat-kuat stir mobil yang sedang ia kendarai. Ternyata sebegitu sulitnya meyakinkan anak sendiri untuk percaya padanya, apalagi dengan status Adit yang memang orang tuanya. Mungkin hanya menunggu waktu saja, saat nantinya Adit bisa menjalankan peran gandanya sebagai ayah dan ibu dalam satu waktu sekaligus.
"Oke kalau Abang masih belum mau cerita gak papa, tapi jangan lupa ya Bang, kalau Abang ada masalah, Abang punya Papi dan Mami yang siap ngedengerin cerita Abang"
Arion mengangguk pelan, lalu kembali membuang pandangannya kearah jalan yang semakin pekat. Rasanya malam ini lebih gelap dari malam-malam sebelumnya, seolah mendukung apa yang sedang keluarga ini rasakan.
Hampir satu jam setelah diisi dengan keheningan, tiba-tiba Arion mulai membuka mulutnya dan menanyakan hal yang membuat Adit terkejut setengah mati "Papi... Orang tua Abang yang asli siapa?" Tanyanya lirih namun masih terdengar jelas oleh Adit.
Untung saja kondisi jalanan mendukung pembicaraan keduanya. Sedikit membanting stir ke kiri, Adit mulai menurunkan kecepatan mobilnya dan akhirnya menghentikan nya di bahu jalan, jalan bebas hambatan ini.
Sejujurnya Adit paham akan aturan tidak boleh menghentikan kendaraan sembarangan kecuali ada urusan mendadak. Namun sudah pastikan, Adit tidak akan memikirkan aturan itu lagi karena yang ada dalam benaknya hanyalah bagaimana bisa Arion menanyakan hal selama ini menjadi momoknya dan Maya.
"Kenapa Pi? Kenapa Mobilnya tiba-tiba berhenti? Apa ban nya kempes? Atau ada yang rusak?" Tanya Arion tak mengerti, setelah mesin mobil benar-benar Adit matikan "ada apa Pi?" Imbuhnya begitu Arion tidak melihat pergerakan apapun pada Adit.
Setelah menormalkan detak jantungnya yang berdetak kencang akibat keterkejutan nya, Adit melipat kakinya dan menyerongkan tubuhnya menghadap Arion sambil memasang senyum paling lebar yang ia punya. Ia tak ingin bocah kecil itu terintimidasi karena raut wajahnya yang sungguh terkejut akan pertanyaan Arion tadi.
"Abang tanya apa tadi?" Tanya Adit pelan.
Arion yang sejak tadi menatap Adit sedikit gugup karena tatapan Adit yang mengeluarkan aura dingin, meski bibirnya penuh dengan senyuman "enggak jadi Pi" Jawab Arion takut dan mengalihkan pandangannya ke arah jalanan.
Adit mengusap wajah nya kasar sambil kembali menatap Arion "gak papa Bang tanya aja, Papi janji, Papi gak akan marah"
Kembali menatap Adit, kali ini Arion menanyakan apa yang tadi sempat ia tanyakan "siapa orang tua asli Abang, Pi?"
Tak salah dengar, dugaan Adit yang tadinya hanya mengira itu suara angin ternyata bukan ilusi, anaknya benar-benar mempertanyakan asal usulnya pada dirinya yang memang pelaku dari pembuat cerita yang kacau ini.
"Papi, orang tua Abang, kenapa? Abang denger sesuatu?"
Arion menganggukkan kepalanya. Pengakuan itu membuat Adit menutup matanya sejenak lalu menatap kembali Arion selembut mungkin "Papi yakin?"
"Sangat yakin"
"Kalau gitu, apa Mami itu ibu kandung Abang?"
.
.
.28062023
Borahe 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Drama Korea
Romance"Aku akan mengatakan pada Mama kalau aku mandul. Jadi kamu tidak perlu memusingkan apapun. Hanya perlu tanda tangan dan semuanya akan aku urus dengan pengacara ku"