5

4.9K 232 11
                                    

"Pilihlah kamar sesukamu tapi jangan pernah naik ke lantai dua" Sebuah ultimatum langsung Maya terima begitu Maya dan Adit memasuki rumah dikawasan elit kota ini.

Maya kira disini mereka akan memulai untuk saling memahami status mereka masing masing tapi ternyata Maya salah. Adit langsung berubah gitu pernikahan ini sudah tergelar karena ia mengira Maya juga butuh status ini, sama seperti Adit yang butuh untuk menyenangkan hati Mamanya, impas bukan?

Perkataan Adit beberapa saat lalu tentang kembali hidup seperti sebelum menikah benar benar terjadi.

"Aku mau bicara" Ucap Adit sesaat setelah mereka masuk kedalam kamar hotel.

Tidak tanggung tanggung, kamar dengan fasilitas paling tinggi, lengkap dengan ruang tamu serta ruang santai, sudah Bu Jihan siapkan untuk keduanya. Bahkan dibeberapa sudut banyak hiasan kelopak mawar merah bertebaran, ciri khas kamar untuk pasangan suami istri yang akan menikmati momen keintiman mereka.

Tapi nyatanya...

Kesan romantis yang ada didalam kamar itu, tidak merubah keadaan apapun ataupun berpengaruh pada hubungan Adit dan Maya.

"Bicara saja, saya akan mendengarkan"

"Rubah panggilanmu padaku. Aku tak ingin orang lain mendengarmu memanggilku se formal itu, mengerti?"

Maya mengangguk anggukkan kepalanya "anda ingin saya panggil apa?"

"Mas mungkin? Seperti panggilan Mama dan Zahra"

"Kita tidak sedekat itu. Jadi saya akan memanggil nama anda saja"

Adit menatap Maya sebentar lalu menggelengkan kepalanya sambil bergunam pelan "cewek aneh"

"Aku mendengarnya Dit" Ungkapan tiba tiba Maya dengan menyebut nama Adit cukup membuat sang empunya nama terkejut. Pasalnya Adit kira itu akan membuatnya nyaman tapi nyatanya panggilan Maya itu malah membuatnya risih.

"Pakai ini untuk semua kebutuhanmu. Kamu tidak perlu memusingkan kebutuhan rumah, karena aku sudah memberikannya pada Bi Narti"

Maya menatap kartu tipis berlogo salah satu bank ternama. Ia bahkan tau berapa nominal minimum banyaknya isi didalamnya dengan hanya melihat warna kartunya saja "ambil" Perintah Adit tapi tetap dihiraukan oleh Maya.

Akhirnya dengan gemas, Adit meraih tangan Maya lalu meletakkan kartu tersebut diatasnya "aku tau, kamu tidak butuh uang ku untuk hidup. Hanya saja, aku butuh teman untuk menghabiskan uangku jadi silahkan habiskan uang itu"

Benar benar sombong.

Kesan pertama Maya tidak pernah berubah untuk lelaki yang berstatus suaminya itu, meski tau sang suami seperti itu, tak urung semua itu Maya abaikan dan tetap mau menjalani pernikahan ini.

Semua itu berbanding terbalik dengan perasaan Adit. Adit merasa sudah waktunya ia menunjukkan siapa dirinya sendiri dihadapan Maya. Tak perlu lagi sok perhatian atau lain sebagainya, karena wanita yang menjadi incirannya sudah ia dapatkan dan ia peristri dan tak lupa pula kesehatan Mamanya yang sudah berangsur membaik.

"Silahkan hidup seperti biasanya. Lakukan apapun semaumu. Kamu tak perlu ijin padaku karena aku tau, kamu pasti tau batasanmu sendiri" Kata Adit sambil membuka jas yang sedari tadi ia kenakan.

"Ka-kamu mau ngapain?" Tanya Maya gugup melihat gerak gerik yang Adit lakukan.

Mendengar penuturan Maya yang sudah absurd itu cukup menjadi hiburan tersendiri untuk Adit.

"Tenang. Aku tidak bernafsu padamu"

Dan ucapan Adit benar benar nyata.

Adit tak bernafsu pada Maya.

Terbukti saat ia meminta ruang untuk dirinya sendiri dilantai atas. Memisahkan kehidupannya dengan kehidupan sangat istri dengan batasan yang jelas.

"Ohh iya. Satu lagi. Kamu boleh dekat dengan laki laki sesukamu, asal saat kamu "bermain" jangan pernah "bermain" dirumah ini" Ucapan Adit cukup membuat titik bening disudut mata Maya menetes.

Wanita itu tau konsekuensi menikah dengan orang yang tak dicintainya, namun ia tak pernah berpikir bahwa ia akan dilecehkan separah itu dengan suaminya sendiri.

Dengan langkah cepat Maya menjalankan kakinya pada salah satu pintu yang ada dilantai dasar rumah yang akan ia tinggali itu. Dan beruntungnya pintu yang Maya buka adalah salah satu pintu kamar dibawah.

Adit hanya melihat tingkah laku Maya datar. Lelaki itu tak berperasaan itu, tidak sadar bahwa apa yang ia katakan membuat goresan luka pada hati sang istri.

Tak ingin memusingkan Maya yang tiba tiba meninggalkannya masuk kedalam kamar, Adit mulai beranjak pula menaiki satu persatu tangga menuju lantai berikutnya.

Lantai pribadi ini hanya dilengkapi satu kamar saja dengan ruang bersantai dan ruang kerja yang menghadap ke jendela. Kaca jendela yang tinggi menjulang membuat banyak sinar matahari yang masuk kedalam ruang tersebut.

"Nyaman" Gunamnya lirih saat Adit berhasil mendudukkan dirinya pada sofa yang menghadap pada sebuah pohon yang rindang.

"Bagaimana Adit bisa menjalani ini semua Ma kalau hati Adit sudah untuk wanita lain"

Sebuah fakta yang Adit sembunyikan dari semua orang termasuk Maya adalah ia memiliki wanita lain yang sudah menghuni hatinya sejak lama.

Adit tau betul posisi Maya dikehidupan orang tuanya. Alasan itulah yang membuatnya diam tanpa bisa memberi tahukan kenyataan sebenarnya.

Gambaran akan Mamanya dan sang menantu bisa rukun saja, sangat jauh dari pribadi sang kekasih hatinya. Mamanya sangat menyukai wanita yang menutup seluruh tubuhnya dengan baik, sedangkan jiwa kelelakian nya tak bisa dibohongi bahwa Adit menyukai wanita dengan baju minim.

Suara deringan ponsel, memecahkan lamunannya akan masa lalu yang masih abu abu.

Nama "sayang" muncul begitu Adit menatap ponsel pintarnya.

Senyum terkembang dibibirnya sambil mulai menggeser tanda hijau pada layar kaca.

"Hai sayang..." Sapa Adit begitu wajah rupawan kekasihnya memenuhi layar ponsel nya.

"Sayang..." Balas wanita itu di seberang sana tanpa malu.

Tutur katanya yang dibuat sedikit manja cukup mengundang Adit untuk meladeni nya.

"Apa sayang? Aku kangen nih sama kamu" Kata Adit sambil memberikan gerakan seperti mencium secara fatamorgana.

"Kesini dong"

"Maunya begitu tapi gak bisa kan?"

"Ya udah aku yang kesana deh, gimana? Kamu gak sibuk kan? " Tawaran kekasih cukup membuat mata Adit berbinar. Pasalnya setelah menjalin hubungan dengan sang kekasih, belum pernah sedikitpun sang wanita itu bertandang ke kota yang Adit tinggali.

"Kamu serius sayang?"

"Serius. Aku nanti langsung ketempat kamu aja deh"

"Jangan! Jangan bikin masalah. Aku takut Mama kambuh lagi"

"Kamu selalu gitu deh. Sampek kapan aku begini terus Dit?"

Adit menghela nafasnya berat. Sejujurnya ia juga tak ingin menjalani kehidupan yang seperti ini. Adit ingin sekali menikah dengan orang yang ia sayang, namun ia bisa apa saat takdir kehidupnya tidak berjalan semulus rencananya.

"Kamu tenang aja ya. Meskipun kamu selingkuhan tapi kamu tetep yang utama buat aku, sayang"

"Bener ya? Emm... Jadi kita mau booking dimana?"

.
.
.

14112022

Borahe 💙

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang