Keadaan yang baik baik saja sedikit banyak pasti akan membuat harapan mulai terbentuk.
Cita cita akan keluarga bahagia yang penuh canda tawa, mulai menjadi mimpi. Namun kadang manusia lupa, bahwa semakin tinggi keinginan maka resiko jatuhnya semakin dalam."May..." Panggil Adit pelan pada Maya yang sedang asik bergulat dengan penggorengan. Seperti tidak mendengar sapaan Adit, Maya tak menoleh sedikitpun.
"Mami..." Kali ini bukan lagi sapaan lembut yang Adit ucapkan, lebih pada seperti berteriak tepat disamping telinga Maya.
Maya terkejut dan hampir saja menumpahkan masakan yang sejak tadi ia buat "astaghfirullah Dit, jangan bikin kaget orang dong... Eh ada gantengnya Mami, kebangun ya digangguin Papi?"
Dengan mata berbinar, Arion menatap Maya sambil bergumam tak jelas. Adit yang tak terima tuduhan Maya mulai membela diri "ihhh mana ada ya bayi, Papi cuma nengok eh ternyata dia bangun, untung aja ketahuan kalau enggak gimana kalau jatuh dari tempat tidur?"
Hanya senyuman miring yang Maya suguhkan. Tidak ada balasan atas apa yang Adit ucapkan karena ada sesuatu yang membuat Maya sedikit tak enak hati.
Adit masih enggan menyebut nama Arion dengan lantang.
Lelaki itu lebih senang dengan panggilan "bayi" yang selalu ia gunakan.
"Aku boleh minta tolong temani Rion sebentar ya Dit, masakan ku sudah hampir jadi" Pinta Maya.
"Siap Mami" Jawab Adit sambil menirukan suara bayi.
Maya membalik tubuhnya dan mulai meneruskan pekerjaannya yang tertunda. Nafasnya sedikit berat karena sejak tadi ia sudah menahan air matanya untuk tidak luruh dijalan Adit. Terlalu sering menampakkan kerapuhan nya dihadapan suaminya itu membuat Maya sedikit tidak nyaman.
Sikap Adit yang menerima dan mau bersama mengasuh Arion cukup membuat Maya terkesan tapi sisi hati kecil Maya tetap mempertanyakan, mengapa lelaki itu enggan menyebut nama Arion meski sudah bisa dikatakan dekat dengan bocah tersebut.
"Mau ku panggilkan Suster agar membantumu?" Tawar Adit dari balik tubuh Maya.
Bi Narti hari ini memang tidak sedang berada di apartemen bersama mereka. Wanita paruh baya itu sedang pulang kerumah Adit untuk menengok suaminya yang sedang bekerja mengawasi renovasi rumah Adit.
"Gak usah. Kasian Suster kalau dibangunin" Tolak Maya halus.
Adit hanya menghembuskan nafasnya pelan, setelah itu mencoba mencairkan suasana dengan mengajak Arion bermain, mencoba menunggu Maya sampai selesai dengan pekerjaannya didapur.
Setelah beberapa saat, akhirnya Maya selesai.
"Makan Dit" Ucapnya sambil meletakkan nasi goreng sosis dengan telor mata sapi di hadapan Adit.
"Nasi goreng? Jam satu malam?" Tanya Adit sambil kebingungan.
Maya memandangnya dengan senyum kemudian berdoa lalu mulai menikmati nasi gorengnya "aku sering bangun tengah malam karena lapar"
"Kamu gak takut gendut?"
"Hahaha... Seorang Ibu tidak akan pernah takut gendut untuk anaknya Dit. Dan apa yang terjadi padaku ini normal karena aku sedang menyusui"
Kepala Adit mengangguk beberapa kali sambil mulai mencoba makanan didepannya. "Bagaimana? Enak?" Tanya Maya masih dengan mulut penuh dengan nasi goreng.
"Enak" Jawab Adit singkat, ia lumayan kesusahan dengan menggendong Arion sambil makan.
Untungnya Maya peka akan hal itu. Diambilnya kursi makan Arion, lalu mendudukkan bayi kecil itu disana, lengkap dengan biskuit bayi untuknya.
"Rion juga makan ya Nak" Oceh Maya sambil memperhatikan Arion yang mulai memamah biskuitnya.
"Bayi ini sudah berapa bulan?" Tanya Adit mencoba mencari topik perbincangan diantara ia dan Maya.
"Hampir delapan bulan, kenapa?"
"Hanya bertanya"
"Kamu bahagia?" Pertanyaan serius tiba tiba Adit lontarkan pada Maya.
Maya yang tadinya akan memasukkan sesuap nasi goreng ke dalam mulutnya, menghentikan gerakannya lalu menatap kedalam mata Adit "apa aku harus menjawabnya?" Tanya Maya balik.
Adit mendesah pasrah saat mendengar penolakan Maya akan pertanyaannya, namun ia juga tak lantas memaksa Maya untuk menjawab itu. Hanya dentingan sendok dan piring saja menjadi lagu latar makan tengah malam mereka sampai akhir.
Setelah mencuci semuanya dan merapikan semuanya. Maya bersiap untuk masuk kedalam kamarnya bersama Arion, akan tetapi langkahnya terhenti dengan penawaran yang Adit berikan.
"Apa kamu mau besok kita ke rumah Mama?"
"Untuk?" Tanya Maya
"Hanya silaturahmi. Beberapa bulan ini sepertinya Mama jarang menemuimu"
Hembusan nafas lelah Maya keluarkan perlahan. Bukan tanpa alasan mertuanya itu tida sering menemuinya, Arion lah kemungkinan besar alasannya.
"Kamu tau kan Mama masih berat menerima keputusan ku dengan membawa Ario kedalam pernikahan kita bukan?" Ujar Maya pada Adit
Bu Jihan memang tidak menentang keputusan Maya, keinginannya yang masih ingin punya penerus dengan darahnya sendiri lah yang akhirnya membuat beliau ragu akan keputusan Maya. Bagi wanita paruh baya itu masih banyak cara yang bisa dilakukan untuk memiliki anak kandung.
"Kamu harus menjelaskannya pelan pelan May. Berbicara lah empat mata dengan Mama lebih dulu, kalau memang Mama masih belum bisa menerima juga, aku tidak akan memaksa mu untuk membawa bayi ini kerumah"
"Baiklah, aku akan mencobanya"
"Aku hanya mendukungmu dengan memberikan kehidupan selayaknya sebagai keluarga pada bayi ini"
Ucapan Adit cukup membuat Maya teriris. Perlakuan baiknya selama ini seolah hanya kedok untuk menjaga pada image yang sedang Adit bangun, image seorang ayah yang baik.
"Kamu gak perlu repot repot seperti itu Dit, suatu saat aku pastikan keberadaannya tidak akan menghalangi apapun dikehidupan keluargamu"
"Bukan begitu May..."
"Aku tau, didunia bisnis, di duniamu itu, keberadaan Arion akan menjadi aib untuk mu dan keluargamu apabila sampai ada yang tau, tapi kamu harus ingat, kesalahan itu semua tidak ada sangkut pautnya dengan bayi kecil ini Dit, itu semua salahku, dan aku pula yang akan menanggungnya" Jelas Maya panjang lebar.
Sekuat hati wanita itu menahan air matanya agar tak terlihat lemah di depan suaminya sendiri "kamu tau Dit, sikapmu akhir akhir ini membuatku salah paham. Kamu bisa memperlakukan Rion dengan baik selayaknya orang tuanya, akan tetapi ternyata itu semua hanya sebuah pencitraan yang sedang kamu bangun untuk kehidupan mu sendiri. Aku benar benar kecewa padamu"
"May, bukan begitu maksud ku"
"Lalu apa? Pernikahan kita saja tidak di publikasikan, bukankah itu tanda keberadaan ku dan Rion juga tidak boleh diketahui oleh banyak orang?"
"May dengarkan aku" Kata Adit sedikit tinggi.
Maya hanya menatap lelaki itu sebentar lalu membuang pandangannya kearah lain "jangan membuat ku berharap yang lain Dit. Cukup bersikaplah seperti dulu, bukankah memang seharusnya kita tidak mencampuri urusan masing masing?"
"-- dan untuk Mama, aku tidak akan menuntut banyak untuk menerima Rion karena aku percaya suatu saat Mama akan tau bahwa apa yang aku lakukan ini bukan kesalahan"
.
.
.19022023
Borahe 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Drama Korea
Romance"Aku akan mengatakan pada Mama kalau aku mandul. Jadi kamu tidak perlu memusingkan apapun. Hanya perlu tanda tangan dan semuanya akan aku urus dengan pengacara ku"