88

2.4K 238 9
                                    

"Biarkan seperti ini sebentar saja, aku butuh pelukanmu untuk mengisi tenaga ku yang habis" Ucap orang yang tengah mencuri pelukan darinya.

Maya bukan tidak paham, ia bahkan sudah khatam untuk mengenal siapa yang tengah memeluknya saat ini. Dari bau tubuhnya yang sudah bercampur keringat, dari suara yang tak pernah berubah dan dari cara lelaki ini memeluknya, Maya hafal betul.

Dia adalah Adit, mantan suaminya.
Ah.. Salah, mungkin saat ini sudah berganti status menjadi suaminya kembali.

Meski orang yang mendekap nya saat ini pernah mendekap nya dulu, respon Maya terhadap pelukan Adit masih kaku. Tubuhnya bahkan terdiam tak bergerak barang seinci pun. Maya bahkan berpegangan dengan kuat pada pinggir meja dapur dan jantungnya sudah tidak bisa di koordinasi lagi debarnya, seakan seperti ini pelukan mereka untuk pertama kali.

Ahhh... Tapi ada benarnya, ini memang pelukan mereka pertama kali setelah lelaki itu kembali menyematkan namanya untuk Maya gunakan.

Setelah dirasa energinya kembali penuh, Adit mencuri kecupan di pucuk kepala Maya lalu melepaskan pelukannya dari sang istri. Tanpa menunggu bagaimana respon Maya, Adit membalik badannya dan mulai melangkah pergi dari dapur. Ingin rasanya bercengkrama barang sebentar dengan Maya, akan tetapi bayang-bayang amukan Maya cukup membuatnya sadar, istrinya pasti butuh waktu, terlebih saat Adit dengan sadar menjamah nya kembali tanpa ijin darinya.

Belum sampai benar-benar menghilang, ayah dari Hawa dan Arion itu menghentikan langkahnya dan memandang punggung Maya untuk beberapa saat. Ia melihat Maya tidak bergeming dari tempatnya berdiri saat adegan berpelukan itu tadi terjadi "May, are you oke?" Tanya Adit pelan.

Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Maya, hanya sebuah telapak tangan yang terangkat lah yang menjadi balasan akan pertanyaan Adit. Tanda itu semakin membuat Adit yakin untuk meninggalkan Maya kembali sendiri seperti tadi "cepet tidur ya, jangan begadang" Ucap Adit pelan.

"Tunggu" Cegah Maya sebelum Adit benar keluar dari villa.

Tadinya Maya memang tidak berniat untuk mengajak Adit berbicara empat mata. Namun tingkah Adit sungguh membuatnya emosi. Bayangkan saja, dinikahi tanpa ia tahu, kemudian datang sok romantis, setelah itu ditinggal pergi lagi dengan alasan pekerjaan dan terakhir tiba-tiba kembali datang lalu memeluknya seenaknya.

Sisi ego Maya jelas meronta, seakan di permainkan oleh suaminya sendiri membuatnya menimbang banyak hal. Mereka tak bisa selamanya seperti ini dengan status yang halal. Dengan berat hati akhirnya Maya menurunkan telapak tangannya dan memanggil Adit agar keduanya segera bisa menyelesaikan seluruh permasalah mereka berdua. Meski berat hati untuk memulai, Maya tetap akan lakukan karena menunggu Adit untuk membicarakan semuanya sepertinya akan memakan waktu lama.

"Ada apa?" Tanya Adit datar seakan tidak pernah terjadi dekapan hangat di antara keduanya.

Bukan tak ingin membahas apapun dengan sang istri, Adit hanya tak mau nantinya emosi yang menggantikan segalanya. Otaknya masih penuh dengan permasalahan kantornya, membuatnya takut nantinya akan menambah masalah di antara mereka. Bagi Adit berinteraksi seperlunya saja lah, jalan yang terbaik untuk mereka saat ini.

"Kamu tidak ingin menjelaskan apapun?" Tanya Maya tak kalah dingin.

Aura tak bersahabat langsung Adit rasakan dari tiap kata yang Maya ucapkan. Istrinya itu pasti tidak terima dengan kejutan yang ia berikan, ditambah lagi Adit baru saja menyentuhnya tanpa ijin meskipun tidak ada penolakan dari sang pemilik raga.

"Maaf" Hanya satu kata yang bisa Adit ucapkan.

Dari apa yang sudah ia pelajari sebagai laki-laki, wanita akan segera menurunkan amarahnya apabila si laki-laki memilih untuk mengalah dan mengucap kata maaf lebih dulu ketimbang melakukan membela diri. Hal ini di karenakan emosi wanita yang sudah akan meledak akan teredam ketika ia melihat lawan jenisnya sudah mengakui kesalahannya sebagai ungkapan kekalahannya yang telak. Dan Adit menggunakan metode itu untuk menangani Maya kali ini.

"Untuk apa?" Sungguh strategi yang Adit gunakan sepertinya tidak mempan untuk Maya saat ini.

"Untuk semuanya" Mencari jawaban teraman lah yang saat ini Adit lakukan.

Maya yang mendengar jawaban Adit seketika membalik tubuhnya menghadap sang suami. Di tekuk nya kedua tangannya di atas dada sambil berucap "apa saja?"

Adit gugup.

Keringatnya mulai mengembun di sebagian tubuhnya. Bukan ia tak berani pada Maya, hanya saja saat ini Adit memilih untuk tidak bertindak agresif agar Maya tidak semakin menjauhinya. Akan tetapi pertanyaan Maya tersebut sungguh membuatnya seperti sedang di kuliti hidup-hidup.

Yang benar saja, menyebutkan kesalahan nya sudah bisa di pastikan ia menggali kuburannya sendiri dan pastinya akan membuat daftar panjang riwayat hidupnya di otak istrinya tersebut.

"Terlalu banyak menyakiti mu" Ucap Adit masih dengan jawaban aman.

Tapi bukan Maya namanya kalau ia pasrah begitu saja dengan jawaban yang Adit berikan. Mengeluarkan kekuasaan atas posisi barunya, bukan ide buruk bagi Maya "contohnya apa Mas?" Ucap Maya sedikit mengejek. Wanita itu sengaja mengganti panggilannya pada Adit agar Adit semakin terkecoh.

"Emmm.. Anu.. Itu.." Jawab Adit gugup.

"Anu... Itu... Apa Mas" Ucap Maya masih terus menggoda.

Untungnya kali ini otak Adit bisa berfungsi dengan benar, sehingga ia bisa menangkap maksud dari panggilan Maya yang sedikit menggoda di telinganya. Dengan langkah tegap, Adit mendatangi Maya yang masih berdiri di tempat yang sama terakhir Adit tinggalkan.

"Contohnya, ya meluk kamu kayak tadi, ngerti kan maksud ku? Atau mau aku praktek lagi?" Kini keadaan di balik paksa oleh Adit.
Kesombongan Maya yang sempat di elu-elukan dirinya tadi, kini menciut karena ucapan Adit yang membuat bulu kuduk nya meremang.

Pasalnya, sekalipun Adit melakukan hal lebih padanya pun sudah menjadi hak nya. Meski Maya tau kewajiban itu juga menjadi ladang pahala baginya, tetap saja keadaan pernikahan yang mendadak ini membuatnya tidak ada gambaran apapun tentang hal itu.

"Jangan kurang ajar ya Dit. Aku bisa berteriak kencang kalau aku mau" Ancam Maya ketakutan pada Adit yang semakin menghimpit tubuhnya pada meja dapur.

"Teriak aja, aku juga mau lihat Papa nolongin kamu atau nyeramahin kamu" Tantang Adit masih dengan posisi beberapa senti didepan Maya.

"Kamu!!"

"Apa sayang? Mau peluk lagi?" Ucapan Adit membuat Maya semakin merapatkan kedua tangannya didepan dada. Sikap waspada Maya sejujurnya membuat Adit ingin terbahak. Seperti tidak ingat akan masa lalu yang lebih panas dari ini, Maya tak ubahnya seperti anak abg jaman cinta-cintaan.

Meski wajahnya sudah mirip seperti kepiting rebus, tapi tetap saja hal itu tidak menurunkan benteng amarah yang belum bisa Adit robohkan "enak aja! Jauh-jauh! Sebelum aku..."

Cup.

"Cerewet banget sih. Udah sana tidur. Setelah aku nyelesain masalah di kantor baru kita bicara ya. Aku pulang dulu"

.
.
.

15082023

Borahe 💙

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang