31

4.5K 271 2
                                    

Yang baik untukmu bersyukur dan yang buruk untukmu bersabar.

Harusnya begitu,

Tapi,

Yang namanya manusia selalu saja melihat dari sisi manusianya. Yang baik akan selalu dianggap karena dirinya dan yang buruk selalu dinilai buruk karena Allah tidak sayang padanya.

Selalu begitu.

Seakan lupa penilai mutlak baik dan buruk takdir itu hanya nya Allah.

Seperti hari ini, banyak kata andai yang akhirnya membuat Adit merenung. Diperjalan menuju tempat menggali informasi lebih akurat, ia banyak diam.

Menyesali semuanya.

Andai saja, ia tidak menikah hanya karena sang mama.
Andai saja, ia mau lebih memperjuangkan Sella.
Andai saja, ia memaknai pernikahan dengan baik.
Andai saja, ia tidak melanjutkan hubungannya yang tertunda karena menikah.
Andai saja, ia tidak berpikir menghilangkan nyawa anaknya.
Andai saja, ia lebih mencari tahu siapa anak adopsi nya.
Andai saja, ia belajar menerima Arion dengan baik.
Dan andai saja, ia tak menceraikan Maya hanya karena egoisnya.

Mungkin saat ini, Adit tidak akan pernah menyesal.

Rasanya ingin mengulang, menata kembali dengan baik dan tanpa menyakiti cukup mendominasi pikirannya saat ini.

Hati kecilnya sakit, saat ia menyadari bahwa dibalik kematian sang kekasih ada andilnya disana. Akan tetapi, ada juga banyak tanda tanya yang seakan belum terungkap di balik misteri ini.
Bahkan saat mobil yang dikendarai nya berhenti, Adit belum juga menyadarinya.

"Dit, kita sampai" Ucap Bagas mencoba membuyarkan lamunan sahabatnya itu.

Didepan rumah megah, dengan pilar besar dan tinggi mobil itu berhenti. Ada taman cukup luas didepan rumah dengan beberapa bunga yang tertata rapi. Pintu kokoh besar dari kayu menjadi sisi unik yang berbeda dibandingkan rumah mewah pada umumnya. Bahkan sudah bisa dipastikan, rumah ini bukan rumah orang biasa.

"Rumah siapa ini?" Tanya Adit pada Bagas.

Bagas menatap Adit iba. Tak ada lagi wajah otoriter yang biasanya mendominasi, kali ini hanya ada rona muram dan duka yang terpatri disana "Dokter Azwin" jawab Bagas tak kalah pelan.

Mendengar kata dokter, membuat Adit membuka matanya lebar. Alasan kematian Sella pasti akan segera terungkap dengan jalan ini. Mengingat profesi terakhir yang berhubungan erat dengan kekasihnya itu adalah tenaga kesehatan.

"Ayo turun" Ajaknya menggebu.

Namun saat didepan pintu, kakinya membeku melihat siapa yang menyambut kedatangannya. Lelaki yang pernah Adit temui sebelumnya di rumahnya dulu. Lelaki yang akrab dengan Maya, mantan istrinya.

Otaknya dengan cepat memproses segala kemungkinan yang mungkin terjadi. Menarik benang merah antara dirinya, Sella, Maya dan lelaki dihadapannya ini. Tapi entah mengapa, semakin ia pikirkan, Adit semakin tidak mengerti arti semua ini.

"Ayo Pak" Kali ini Bagas harus turun tangan karena sudah hampir lima menit Adit hanya berdiri ditempatnya.

Adit yang menyadari ini, bergerak maju menuju lelaki yang ia lupa siapa namanya itu.

"Selamat sore Dokter Azwin. Saya Bagas dan ini bos saya Adit yang sudah membuat janji sebelumnya dengan Dokter untuk bertemu secara pribadi" Sapa Bagas sopan.

Tak ada jawaban apapun dari Dokter Azwin. Lelaki itu hanya menatap Adit dengan tatapan tidak suka. Ia tau betul maksud kedatangan kedua lelaki dihadapannya ini yaitu mencari tahu, apa yang sengaja ia tutupi.

Azwin sudah menduga saat seperti ini akan tiba, saat dimana ia akhirnya harus berhadapan dengan mantan suami adiknya ini, yang tak lain dan tak bukan adalah kekasih dari wanita yang dicintainya. Rasa marah, kecewa, sedih yang selama ini Azwin tahan seketika kembali menyeruak dan membuatnya melayangkan satu pukulan pada wajah mantan adik iparnya itu.

Bruk!!

Adit ambruk.

"Akh... Lu!" Teriak Adit menatap Azwin sengit. Harusnya Azwin ikut terpancing teriakan itu, akan tetapi lelaki itu malah menunjukkan tindakan yang tidak semestinya dilakukan oleh orang yang baru saja memukul wajah orang lain. Tangannya terulur menawarkan bantuan pada Adit yang masih terduduk di lantai akibat pukalannya.

Bukan hanya Adit yang aneh dengan sikapnya, Bagas pun tidak mengerti apa yang sedang dokter kandungan ini lakukan dihadapannya. Sungguh bertolak belakang.

"Gak usah, gue bisa bangun sendiri" Ucap Adit penuh permusuhan.

Bagas yang mengetahui bahwa mereka membutuhkan bantuan Azwin, akhirnya menengahi keduanya dan meminta untuk berbicara dengan baik baik selayaknya lelaki dewasa pada umumnya.

"Saya minta sudah memukul anda, Pak Adit, tapi saya rasa, saya berhak untuk itu. Saya sudah menunggu kedatangan Pak Adit sejak lama" Ucap Azwin begitu mereka bertiga sudah duduk didalam rumah Azwin. Ia masih mencoba bersikap hormat pada Adit dan Bagas. Mencoba menekan semua rasa marah yang ada didalam tubuhnya, karena ia tau tidak semua harus diselesaikan dengan jalur kekerasan.

"Maksudnya?" Tanya Bagas.

Azwin menatap Adit lama, lalu berkata "kami sudah pernah bertemu sebelumnya dirumah Pak Adit, apa Pak Adit tidak bercerita?"

"Ohh ya? Saya kira bos saya tidak tau kalau Dokter ini sodaranya Bu Maya" Lagi, lagi, Bagas unjuk suara.

"Kalau itu saya kurang tau Pak Bagas. Kami hanya sempat berkenalan saja tanpa ada obrolan lebih dan bisa saja kala itu mungkin Pak Adit mengira saya kekasih Maya, iya tidak Pak?"

Adit sekarang ingat bagaimana pertemuan pertamanya dengan lelaki yang sedang mengaku sebagai sodara Maya. Tak ingin mengakui bahwa tebakan Azwin benar, Adit memilih menggelengkan kepalanya guna menutupi itu.

Disebut nya nama Maya membuat Adit menarik kesimpulan bahwa tujuan Bagas mengajaknya datang kemari untuk mencari keberadaan mantan istrinya yang sudah meninggalkan rumah dengan membawa anak dari kekasihnya.

"Maya dimana?" Tanya Adit tidur the point.

Azwin menatap Adit dingin, kalau saja ia tak bisa mengontrol emosinya, mungkin saja wajah rupawan Adit sudah babak belur ditangannya.

Bagaimana bisa lelaki dihadapannya ini, mempertanyakan keberadaan adiknya yang sudah ia ceraikan dengan semena mena? Apakah tidak ada sedikitpun rasa bersalah di hatinya? Atau mungkin memang seperti ini tingkahnya selama ini? Yang pada akhirnya membuat Maya merelakan pernikahannya yang masih seumur jagung itu?

"Saya tidak tau"

"Jangan membuat saya emosi ya! Tidak mungkin seorang sodara tida tau keberadaan sodara lainnya!"

"Saya mengatakan hal yang sebenarnya"

"Saya bertanya lagi pada anda, Dokter Azwin terhormat, dimana Maya saat ini?!" Ujar Adit penuh penekanan.

Bukannya takut akan paksaan Adit yang ada Azwin malah tersenyum miring sambil berucap "untuk apa seorang mantan suami yang sudah seenaknya menceraikan istrinya, sekarang mencari keberadaannya lagi? Anda menyesal?"

Adit menetap Azwin dengan penuh amarah, tangannya digenggam erat sampai buku bukunya memutih. Ada emosi yang tersulut akibat sindiran yang Azwin layangkan "saya tanya sekali lagi! Dimana Maya?! Dia sudah membawa anak saya pergi!"

"Mungkin anda salah. Anak yang dibawa pergi Maya itu adalah anak yang akan digugurkan oleh wanita yang saya cintai, akibat pergaluan bebasnya dengan suami orang!"

.
.
.

29032023

Borahe 💙

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang