35

4.3K 246 5
                                    

"Mama kira Bibi bohong kalau Mas nginep disini, tumben?" Tanya Bu Jihan saat malai masuk kedalam rumah yang dulu pernah Adit dan Maya tempati.

Di ruang tamu, ada anak sulungnya yang sedang melamun menatap sofa didepan tempatnya duduk. Bu Jihan tentu tidak akan paham apa yang sedang Adit pikirkan. Memori lelaki itu sedang berkelana di momen saat Maya membujuknya untuk mau menyetujui rencananya mengadopsi Arion kala itu.

"Mas..." Sentuhan lembut di pundak Adit menariknya kembali pada kenyataan. Kenyataan akan dirinya tidak lagi sendiri ruang tamu ini.

Dengan sopan Adit mencium punggung tangan wanita yang sudah melahirkannya, lalu mengecup pelan kening sang Mama. Ada perasaan sesal didalam hatinya, kala menyadari, diusianya yang hampir kepala empat, mamanya selalu mengkhawatirkan nya dan itu sudah membuktikan memang ia belum bisa dipercaya untuk menjadi lelaki dewasa.

"Mama nyari Adit?" Tanya Adit lugu.

Bu Jihan mendudukkan dirinya disamping Adit dan mulai mengusuk pelan lengan anak lelaki satu satunya itu "bukan Mama yang nyariin Mas tapi Zara sama Bagas tuh. Mereka kayaknya gak bisa Mas tinggal walau cuma bentar. Hahaha"

Mungkin bagi semua orang ucapan Bu Jihan hanya sebuah lelucon bekala, akan tetapi bagi Adit menyiratkan banyak maksud, termasuk maksud untuk membuatnya sadar bahwa ia sudah kehilangan.

Dikarenakan tak ada respon apapun dari Adit, Bu Jihan memilih untuk melanjutkan ucapannya "bangun Mas. Ayo kerja lagi, ayo sibuk lagi. Bukannya Mas pernah bilang mau bangun banyak hotel buat nyaingin Papa? Kenapa sekarang malah yang ngurusin semuanya Zara sama Bagas? Nanti saham Mas berkurang loh gara gara dua anak itu. Ayo kerja lagi?"

"Buat apa kerja? Toh gak ada yang menghabiskan duitnya? Mama mau ngabisin duit Mas gak?" Jawab Adit dengan senyum tipis.

"Kok ngomongnya gitu? Kan Mama tugasnya ngabisin duit Papa, bukan duit anaknya lah. Dihabisin sendiri dong duitnya"

"Mas udah gak butuh apa-apa lagi Ma, semua udah ada jadi duitnya numpuk. Hahaha"

Bu Jihan menatap iba anak sulungnya itu. Ada perasaan sedih ketika mendengar ucapan kamuflase dari sang anak. Sebagai seorang ibu tentu Bu Jihan paham apa yang Adit rasakan, saat orang tua harus dipaksa jauh dari anak dan istrinya, tentu ia tidak akan bisa terlihat baik baik saja meski senyum masih menghiasi wajahnya.

"Mas... Mama selalu dirumah, oke?"

Ingin rasanya Bu Jihan memaksa Adit untuk mengungkap semua perasaannya, akan tetapi beliau tahu bahwa Adit bukan lelaki biasa yang bisa bermenye-menye untuk menceritakan masalahnya. Anak lelakinya itu selalu punya power on off ditubuhnya agar tidak terlalu membuatnya khawatir.

"Ma..."

"Hmmm"

"Mas tinggal disini boleh ya? Kasian loh, Mas udah gak punya rumah. Hahaha"

"Boleh tapi semua bayarin sendiri ya? Kan katanya Mas mau buang buang duit kan? Urusin semuanya deh"

"Boleh nanti semua Mas bayarin, kan Mas kaya raya ya. Hahaha"

Tawa sumbang Adit membuat pandangan Bu Jihan mengabur. Matanya berkabut, hatinya bingung, harus bagaimana lagi untuk membantu anaknya keluar dari lubang yang digali nya sendiri.

Rasa sesal terlah menyetujui perceraian keduanya, membuatnya sedikit menyalahkan dirinya sendiri. Andai saja kala itu, Bu Jihan tidak memaksa keduanya menikah, mungkin kisah tragis Adit tidak akan pernah terjadi.

Bu Jihan lupa satu hal, bahwa sehebat apapun kedudukanmu dalam kehidupan seseorang, pekara hati tidak pernah bisa dipaksakan. Memang seorang ibu selalu punya insting yang baik untuk anaknya, namun hidup anak tentu hanya anak yang menjalani.

Bukankah mengarahkan lebih baik dilakukan daripada pemaksaan dengan dalih membahagiakan?

"Biar makin kaya raya besok ke kantor ya Mas, mulai kerja lagi"

"Ada Zara sama Bagas, Ma. Mas masih pingin rebahan dirumah"

Bu Jihan menarik nafas berat. Entah harus bagaimana lagi membuat Adit mau menjalani kehidupan seperti sebelumnya. Sampai akhirnya wanita yang sudah melahirkan mau tidak mau membahas Arion dalam percakapan mereka "kalau Mas males malesan, nanti cucu Mama gimana dong?"

"Maksud Mama?"

"Arion nanti gimana Mas. Dia gak bisa dapet warisan dari orang tuanya, hanya bisa dapat harta hibah, jadi..." Bu Jihan sengaja menjeda ucapannya untuk melihat respon Adit.
Namun belum sampai Bu Jihan melanjutkan ucapannya, Adit sudah paham maksud sang ibu "iya Mas paham. Makanya Mas mengambil keputusan rumah ini beserta kendaraannya semua menjadi hak Maya dan Arion"

"Cuma ini? Katanya kaya raya tapi ngasihnya cuma rumah satu biji sama mobil dua biji. Dijual paling juga berapa Mas?"

Mata Adit membola sempurna. Ia cukup terkejut dengan pernyataan Bu Jihan. Sepertinya Bu Jihan tidak tau berapa harga tanah di kawasan tempat tinggal anaknya ini, terlebih mobil sedang mewah yang bertengger di garasi itu keluaran limited edition yang sengaja Adit pesan langsung dari pabriknya di luar negeri sana "Ma!"

"Apa? Salah Mama ngomong? Apa harus Mama dan Papa yang turun tangan buat biayain sekolah cucu Mama? Kuliah itu mahal Mas, Atau Mas mau perusahaan Papa atas nama Arion?"

"Ma! Apa-apaan sih?!"

"Ya Mas, ngakunya jadi orang kaya tapi ngasih beginian doang. Ngasih tuh perusahaan yang sahamnya naik terus, kalau kayak gini doang Mama yakin Maya bisa lah"

Ego Adit tersentil mendengar ejekan dari mamanya sendiri. Harga dirinya merasa diinjak injak. Seakan dirinya tak mampu apabila suatu saat anaknya memintanya bersekolah sampai jenjang yang paling tinggi sekalipun.

Karena tak ingin lagi berdebat dengan sang ibu, Adit lebih memilih beranjak dari tempat duduknya lalu masuk kedalam kamar.

"Ehhh, gak sopan. Mamanya lagi ngomong main tinggal pergi gitu aja" Omel Bu Jihan yang Adit acuhkan.

Namun belum sampai lama Adit masuk kedalam kamarnya, pintu kamar lelaki itu kembali terbuka dan menampakkan perawakan Adit yang beda dari beberapa menit lalu.

Adit keluar kamar dengan kemeja dan jas hitam yang melekat sempurna pada tubuh atletis nya, dua kancing teratas kemejanya bahkan sengaja ia buka untuk menambah level kejantanannya, rambutnya ia sisir rapi kearah belakang serta kacamata hitam yang bertengger dihidung mancungnya. Penampilannya kali ini benar benar memperlihatkan aura seorang pemimpin perusahaan terkenal.

"Mau kemana Mas?" Tanya Bu Jihan menahan tawa.

"Kerja"

"Apa? Mama gak salah denger? Bukannya tadi maunya rebahan?"

"Gak jadi"

"Kenapa?"

"Arion harus tau dong kalau punya Papi orang kaya"

Akhirnya tawa Bu Jihan meledak tak tertahankan. Ternyata sangat mudah membuat anak lelakinya itu segera bangkit dari mimpi buruknya bertahun tahun ini. Bahkan Bu Jihan cukup terkejut, ternyata nama mantan menantunya masih cukup berpengaruh untuk Adit meski sudah hampir beberapa tahun mereka berpisah.

Apakah ini pertanda bahwa Aditya Wisnu Wardana sudah jatuh dalam pesona Dzaki Maya Hasan?

.
.
.

11042023

Borahe 💙

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang