Melihat wanita separuh baya didepan matanya terkulai lemas membuat Maya akhirnya mau tak mau menyetujui apa yang pernah ia tolak dua tahun lalu.
Menikah.
Dua tahun lalu Maya mungkin bisa beralasan bahwa karirnya lah yang lebih penting ketimbang mencari pendamping hidup. Akan tetapi saat ini, masa itu sudah berlalu, karirnya juga sudah terbilang bagus, membuatnya tak punya alasan lagi, apalagi umurnya sudah hampir mendekati kepala tiga.
"Apa yang membuatmu akhirnya menerima ajakan ku untuk menikah?" Tanya Adit begitu ia sampai ditempat kerja calon istrinya.
Mata Maya menatap jengah calon suaminya itu. Adit dengan santainya menerobos masuk ke dalam ruang prakteknya tanpa permisi.
"Aku diberi tahu Mama kalau kamu menerima ajakan ku untuk menikah" Imbuh Adit.
"Iya" Jawab Maya singkat.
Setelah menerobos seenaknya saat ini Adit malah dengan santainya menghempaskan tubuhnya begitu saja pada kursi yang biasanya Maya gunakan untuk menerima pasien "kenapa tiba tiba? Aku mau tau alasannya"
"Apa alasan anda ngotot ingin menikahi saya?" Tanya Maya balik.
"Mama. Aku sudah mengatakan bukan, bahwa kedua orang tuaku yang paling berharga?"
Senyum sinis Maya langsung tersungging di wajahnya. Sikap Adit sangat berbanding terbalik dengan alasannya yang sok menjadi anak berbakti itu.
"Apa anda yakin menikah hanya untuk menjadi anak yang berbakti?" Tanya Maya sedikit dalam.
"Bukankah itu alasan yang sangat bagus? Kamu ingin aku menjawab karena aku mencintaimu begitu?"
"Tidak! Saya tidak mengharapkan itu"
"Baguslah. Itu artinya aku tak perlu berakting untuk berpura pura menyukaimu"
"And..."
Adit langsung memotong ucapan Maya "kenapa? Apa kamu sudah berekspektasi tinggi tentang pernikahan ini? Aku ingin tahu bagaimana pendapat mu tentang sebuah pernikahan"
"Sakral" Jawab Maya mantap.
"Kalau sakral harusnya kamu tak secepat ini memutuskan menikah dengan ku"
"Kenapa sekarang malah anda yang meragukannya? Kalau jalan kita dipermudah ya berarti memang kita berjodoh"
"Kamu mengira aku jodohmu? Kamu yakin? Secepat itu?"
"Saya tidak tau pasti tapi satu hal yang saya percaya, selama kita masih dalam ikatan pernikahan itu pertanda anda jodoh saya, tidak peduli lama atau sebentar pernikahan ini nantinya"
Adit terdiam mencerna apa yang Maya katakan. Lelaki angkuh yang tadinya berhasil memojokkan Maya itu sekarang menerima akibatnya, ia juga merasa terpojok kan oleh kata kata calon istrinya sendiri.
"Aku datang tidak ingin mengajakmu berdebat. Aku hanya ingin bertanya pesta pernikahan seperti apa yang kamu impikan?"
"Hanya akad saja"
Jawaban Maya cukup membuat Adit terkejut. Pasalnya wanita dihadapannya itu sangat berbeda dari kebanyakan wanita diluar sana. Mungkin kalau Adit menanyakan hal serupa pada wanita diluar sana, mereka pasti akan berbondong bondong untuk menceritakan apa yang menjadi mimpi mereka.
Maya sungguh diluar ekspektasi nya "Kamu yakin? Tenang kamu tak perlu memikirkan apapun termasuk uang, semua akan ku tanggung sebagai hadiah karena kamu sudah mau aku nikahi"
Tawa Maya langsung menggema begitu mendengar penuturan Adit. Apa lelaki itu pikir Maya begitu miskin sampai sampai ia tak sanggup untuk menggelar pesta pernikahan?
"Jangan buang uang anda hanya untuk wanita seperti saya"
"Wahh, wahh... Aku suka caramu. Tapi karena aku memang baik hati, kamu tetap boleh meminta apapun padaku sekarang atau nanti, jadi jangan pernah sungkan"
"Saya pegang ucapan anda"
Adit mengangguk anggukkan kepalanya. Baginya tak ada apapun yang tidak dapat ia lakukan selama ia memiliki uang dengan seri tak terbatas.
"Ayo.." Ajak Adit sambil beranjak dari tempat duduknya.
Maya yang tidak mengerti apapun hanya menatap lelaki yang sudah hampir diambang pintu itu dengan heran "cepat" Ajak Adit lagi.
"Kemana?"
"Mengurus pernikahan"
"Sekarang?"
Adit menatap Maya kesal. Apa semua lulusan dokter itu harus diberi penjelasan berkali kali baru ia mengerti apa yang dimaksud? Bukannya dokter merupakan salah satu orang yang paling pintar didunia ini? Lalu mengapa Maya sepertinya sulit sekali mencerna ucapannya?
"Apa aku harus mengulang kata kata ku? Aku rasa kamu bukan orang yang bodoh May"
Selama berinteraksi dengan Adit beberapa kali, baru kali ini namanya Maya disebut oleh lelaki itu. Apakah ini kemajuan hubungan mereka? Atau karena mereka sudah mulai terbiasa satu sama lain? Entahlah, terlalu dini untuk menarik kesimpulan hanya karena panggilan nama saja.
"Bukan, bukan begitu maksud saya. Hanya saja ini sudah hampir jam delapan malam. Apa yang bisa kita urus semalam ini? Lagian kita belum tau tanggal berapa kita akan menikah" Kata Maya menjelaskan.
"Ahh... Aku lupa memberitahumu. Tadi pagi aku sudah menemui Papa mu untuk membicarakan hal ini. Dan beliau setuju kita menikah dua minggu lagi, kamu tidak keberatan kan? Aku minta maaf kalau memutuskannya tanpa persetujuan darimu karena jujur saja, hanya ditanggal itu waktuku luang"
"Penjelasan sempurna untuk sebuah pernikahan dadakan" Sarkas Maya.
"Aku minta maaf May"
"Its oke. Mari kita menikah dengan cara anda"
...
"Calon istriku tidak mau resepsi pernikahan jadi aku harap kau sudah memiliki rencana untuk itu"
Maya memandang Adit berang. Ia tau bahwa pihak yang akan membantunya menggelar pernikahan ini adalah kawan lama Adit tapi bukankah sikap yang Adit tunjukkan itu cukup tidak sopan, meski Maya sendiri tau Adit membayarnya cukup tinggi untuk itu.
"Maafkan sikap calon suami saya ya Bu" Ujar Maya tak enak hati.
Bu Rasna hanya memandang Maya sambil tersenyum "tidak apa apa May. Aku tau seperti apa Adit. Oke mari kita mulai saja ya, kau ingin pesta pernikahan seperti apa?"
"Hanya akad saja. Mungkin tidak lebih dari seratus orang yang hadir, kalau bisa hanya lima puluh orang saja"
"Kau yakin? Ini pernikahan loh May? Sekali seumur hidup. Kolega Adit pasti banyak dan aku yakin rekan dokter mu juga banyak kan?" Bu Rasna mencoba meyakinkan Maya tentang keputusannya yang terkesan menutupi pernikahannya ini.
"Saya ingin seperti itu Bu"
"Oke, oke. Lalu untuk tema kau ingin seperti apa?"
"Saya hanya ingin pernikahan saya serba putih, itu saja"
"Kalau kau, Dit?" Tanya Bu Rasna pada Adit yang sedari tadi hanya diam menyimak percakapan dua wanita itu.
"Apapun yang dia mau, turuti saja. Kami laki laki tau bahwa pesta pernikahan itu sudah masuk dalam otoritas wanita"
Ucapan Adit cukup membuat Bu Rasna tertawa, tak terkecuali Maya.
Maya menatap Adit cukup lama. Andai saja mereka berdua saling mencintai, pasti apa yang Adit ucapkan akan membuat Maya berbunga bunga tapi nyatanya itu tidak terjadi pada mereka, dan Maya cukup tau posisinya.
"Ada yang kau inginkan lagi?" Tanya Bu Rasna pada Adit dan Maya secara bergantian.
"Tolong buatkan baju pernikahan yang tidak menampilkan lekuk tubuh calon istri ku"
Heran. Maya menatap Adit heran.
.
.
.30102022
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Drama Korea
Romance"Aku akan mengatakan pada Mama kalau aku mandul. Jadi kamu tidak perlu memusingkan apapun. Hanya perlu tanda tangan dan semuanya akan aku urus dengan pengacara ku"