Konsep kata 'people come and go' nyata nya memang ada. Sebuah konsep perpisahan yang sejak awal sudah semua orang tau, meskipun tak sedikit elak akan kata itu namun tetap saja banyak orang tak bisa berbuat apapun. Entah untuk kepergian atau untuk kepulangan yang jelas perpisahan akan selalu menyakitkan.
Kata lain dari ungkapan itu adalah 'apapun yang kamu miliki saat ini belum tentu akan menjadi milik mu selamanya'. Bahkan udara yang kau hirup sekalipun, tetap harus kau keluarkan kembali untuk kau kembalikan pada Pemiliknya, apalagi manusia?
Di tinggal anak lelakinya untuk selama-lamanya bagi Maya itu juga bagian dari praktek siklus perpisahan dan pertemuan yang sedang ia jalani saat ini.
Belum lagi, di tambah Adit yang juga berpamitan untuk kembali ke dunianya, membuat Maya harus kembali berjalan sendiri. Adit berpamitan dengan baik meski menyakitkan.Berpisah dengan sosok yang sangat berarti dan saling menghibur selama seminggu penuh, membuat Maya kadang menginginkan Adit untuk kembali, terlebih saat ia merindukan Adam.
Villa yang Maya tempati bahkan sudah menjadi hening. Hanya ada ia, Hawa dan Pak Hasan, dengan Bi Sri dan suaminya. Arion yang ia kira akan kembali, malah tidak punya niat untuk itu. Bocah yang akan memasuki usia remaja itu lebih memilih tinggal bersama Azwin ketimbang dengan ibu sesusuannya. Tak banyak alasan yang Arion berikan, yang Maya tahu anak lelaki sulungnya itu hanya ingin tinggal di kota metropolitan saja.
Sepi. Hening. Hampa.
Tak ada aktifitas yang Maya lihat begitu kakinya mulai keluar dari kamar pribadinya. Entah kemana Hawa, yang jelas ia tidak melihat pergerakan apapun di dalam villa itu,
Sampai akhirnya, suara langkah kaki dari belakang rumah menyapa telinganya. Sayup-sayup Maya mendengar Hawa dan Pak Andika bercengkerama. Tak selang berapa lama, panggilan melengking dari Hawa membuat Maya tersenyum "Mami...."
"Hai sayang, lagi apa sama Kakek?"
"Cerita tentang Mami kecil"
"Ohh ya? Tentang apa?"
"Tentang Mami yang ompong. Hahaha" Hawa terbahak sambil mulai sedikit mengejek sang ibu.
"Pa..." Protes Maya pada Pak Hasan yang aib nya malah di bongkar pada anaknya sendiri. Sebagai seorang dokter jelas aib itu membuat harga dirinya anjlok di depan anaknya. Sebab Maya tak pernah absen menyuruh anak-anaknya untuk selalu menggosok gigi mereka setiap hari dan setiap malam. Hal itu jelas berbanding terbalik dengan keadaan giginya di masa lalu.
Pak Hasan yang mendengar protes Maya hanya bisa menahan senyum. Meski sudah dewasa dan memiliki anak, tetap saja sifat manja Maya pada Pak Hasan tidak pernah hilang. Apalagi anggapan Pak Hasan yang selalu menganggap nya tetap menjadi putri kecil beliau, meskipun putrinya itu sudah bisa melahirkan putri juga.
"Udah malu sama Hawa. Yuk katanya mau ke tempat Adam"
Hari ini memang hari peringatan kematian Adam yang ke seratus hari. Tak ada perayaan khusus yang Maya dan keluarganya gelar. Mereka hanya berniat untuk mendatangi makam Adam untuk berziarah saja lalu kembali pulang.
Cuaca yang tak terlalu terik menyambut kedatangan mereka di tempat pemakaman umum itu. Terlihat hanya ada beberapa mobil dan beberapa peziarah yang sedang melakukan ziarah kubur pada anggota keluarganya masing-masing.
Maya, Hawa dan Pak Hasan berjalan beriringan masuk ke dalam komplek pemakaman itu. Makam Adam tak terlalu susah untuk di cari. Pemilihan tanah makam yang memang berdekatan dengan pohon besar membuat rumah abadi Adam itu cukup ketara.
Namun, saat akan mendekati makam Adam, langkah Maya terhenti. Ia melihat rumah Adam itu dengan tatapan penuh tanda tanya. Kepalanya menoleh ke samping kiri dan samping kanan bergantian, seperti mencari sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Drama Korea
Romance"Aku akan mengatakan pada Mama kalau aku mandul. Jadi kamu tidak perlu memusingkan apapun. Hanya perlu tanda tangan dan semuanya akan aku urus dengan pengacara ku"