103

2.5K 217 6
                                    

"Kamu serius Sayang?"

"Serius Mas" Jawaban santai yang Maya berikan cukup membuat mata Adit hampir melompat.

Belum selesai keterkejutan nya akan kehadiran sang istri yang tiba-tiba di rumah orang tuanya, Maya kembali memberikan kejutan dengan pengumuman ketidak bekerjaan nya.

Bukan maksud hati tak senang namun sebagai suami, Adit sedikit merasa tak enak hati dan menerka-nerka bahwa alasan keluarnya sang istri dari tempat kerjanya sebelumnya karena dirinya lah yang sudah lama tidak mengunjungi anak istri nya. Hal itu membuat Adit kembali merasa bersalah.

"May... Dengerin. Aku kemarin gak bisa pulang karena di kantor memang sedang ada masalah dan sekarang masalah itu sudah selesai jadi kamu gak perlu sejauh ini. Setelah ini aku janji aku bakalan sering-sering pulang kok"

"Jadi Mas gak suka aku di rumah dan ikut kemana-mana? Mas keberatan aku jadi pengangguran?"

"Bukan, bukan begitu. Aku tau apa yang kamu sukai, salah satunya ya pekerjaan mu kan? Lagian kalau di rumah aja kamu bisa bosen Sayang, Adek kan sekolah, aku kerja jadi tetep aja kan gak ada temennya"

"Aku bisa nemenin Mama. Mas gak boleh keluar dari rumah ini kan, walaupun kita udah menikah? Ya udah aku di rumah aja sama Mama, nungguin Mas sama Adek pulang"

Ada perasaan haru dalam hati Adit ketika Maya mengatakan akan menunggunya pulang selepas bekerja. Membayangkan Maya menyambutnya di depan pintu saja, sudah membuat hatinya berbunga-bunga, apalagi itu semua benar-benar terealisasikan, pasti ia akan menjadi laki-laki yang beruntung di dunia ini.

Akan tetapi ia sadar betul, memimpinya itu akan terwujud apabila Maya berkorban, mengorbankan kesibukan yang selama ini menjadi jiwa sang istri. Kesenangan yang harusnya masih bisa Maya wujudkan meski mereka sudah menikah, harus terkikis karena kondisi Adit yang tidak bisa adil pada kepentingan-kepentingan yang ada.

Dengan lembut, lelaki itu menggenggam tangan Maya yang lebih kecil dari tangannya. Matanya menatap lurus dan masuk ke dalam inti mata sang istri. Adit ingin mengatakan tidak semua harus seperti gambaran rumah tangga di banyak kitab. Istri berdiam diri di rumah dan suami bekerja. Banyak hal yang masih bisa dilakukan tanpa harus mengurangi sedikitpun nyawa istrinya. Alih-alih melarang Maya bekerja, Adit lebih setuju untuk Maya mengatur jam kerjanya. Mungkin dengan pulang lebih dulu sebelum dirinya lah, bisa menjadi opsi Maya untuk tetap bisa menjalankan perannya sebagai istri dan ibu yang baik.

"Sayang... Jangan korban kan kesukaanmu hanya karena kamu memaknai istri yang baik itu ya di rumah. Kamu masih boleh bekerja, kamu masih boleh melakukan apapun yang kamu suka meskipun kita udah menikah. Malah harusnya aku membersamai mu untuk semakin maju, bukan malah sebaliknya" Ujar Adit hati-hati.

Maya tersenyum lebar setelah mendengarkan Adit berbicara. Di depannya bukan lagi si suami yang seenaknya, bukan pula si suami yang tidak peduli, yang ada saat ini di depannya ada suami yang sedang khawatir ia kebosanan di rumah, di depannya kini hanya ada suami yang mencoba memberi ruang pada istrinya untuk melakukan apapun yang ia mau, di depannya kini ada suami yang mencoba mengusir ego nya sebagai laki-laki yang hanya mau dilayani dan di depannya ini adalah versi terbaik suami nya selama ini.

Membalas genggaman tangan Adit, Maya mencoba menjelaskan mengapa ia sampai berpikir sejauh ini hanya untuk sebuah rumah tangga yang ke dua masih dengan orang yang sama "Mas... Aku minta maaf kalau mengambil keputusan ini tanpa berunding sama Mas. Aku mau ngasih kejutan tapi ternyata Mas gak suka" Kata Maya sambil memelas.

Wanita itu ingin memancing Adit agar sang suami mau mengatakan apa yang menjadi keinginannya selama ini apabila memiliki istri. Bu Jihan tadi sempat bercerita, bahwa Adit pernah iri melihat sang Papa yang selalu di temani Bu Jihan berangkat bekerja. Bahkan pernah ia mengayak, ia ingin menggandeng perempuan berstatus istrinya untuk di kenalkan pada kolega-koleganya di dunia bisnis.

"Mas suka Sayang, suka banget tapi Mas gak mau kamu mengubur mimpi kamu sendiri hanya karena ingin menjadi istri-istri di dongeng. Asal kamu tau ya, menjadi istri yang baik bukan berarti harus di dalam rumah saja jadi lakukan apa yang menjadi mau mu ya"

Nah kan, benar apa kata Bu Jihan, Adit senang menekan ego nya untuk tidak menuntut Maya apapun meskipun hati nya mengatakan ingin di layani selayaknya suami istri pada umumnya.

"Mas tau mimpi ku? Aku ingin tiap pagi, Mas ganggu acara masak ku cuma karena hanya tanya dimana letak kaos kaki. Aku mau tiap pagi, aku yang Mas cari cuma untuk minta di pakaikan dasi. Aku mau pas anak-anak pulang sekolah yang mereka panggil itu Mami mereka. Aku mau jadi orang yang ngantar Mas dan anak-anak berangkat kerja dan sekolah, dan aku juga yang menyambut kalian di rumah. Aku mau gitu Mas"

Mendengar penjelasan Maya membuat Adit hanya bisa menarik perempuan itu dalam dekapannya, dibarengi dengan kecupan berkali-kali pada pucuk kepala sang istri. Rasa syukur akan kehidupan pernikahan yang lebih baik daripada pernikahan sebelumnya, membuat Adit tak bisa berkata apapun. Ia hanya mampu mengeratkan pelukannya pada Maya dan berucap terima kasih banyak-banyak pada sang istri.

"Jadi boleh kan aku di rumah?" Tanya Maya sambil mendongakkan kepalanya ke atas.

Adit mengecup pelan bibir sang istri kemudian berkata "boleh, apapun yang kamu mau, Mas akan setuju tapi dengan syarat kalau sudah bosan di rumah dan tiba-tiba mau kerja lagi, langsung ngomong ya?"

"Iya, makasih Mas"

"Mas yang harusnya makasih sama kamu. Kamu sudah terlalu baik untuk Mas yang belum baik ini"

"Kata siapa Mas belum baik? Buktinya Mas gak ngelarang aku kerja, malah nyuruh-nyuruh kerja biar aku gak bosen di rumah"

"Mas cuma gak mau kamu bingung mau ngapain kalau di rumah sendirian"

"Ya kan bisa nyusulin Mas ke kantor"

"Boleh, Mas malah seneng. Pokoknya kasih tau Mas apapun yang kamu mau, oke?"

"Oke. Ada yang aku mau sih sekarang"

"Apa? Coba bilang?"

"Tapi harus iya dulu"

"Iya"

"Janji dulu"

"Janji Sayang" Ucap Adit pasrah, meski tak urung ia cukup bertanda tanya mengapa Maya sampai menyuruhnya untuk berjanji segala.

"Aku mau kita jemput Arion dan ajak Abang tinggal disini, boleh?"

"Kenapa enggak?"

"Tapi Mama?"

"Kenapa Mama?"

"Mama sudah bisa nerima Abang, Mas?"

"Kamu sudah keliling lantai dua ini belum?"

Kening Maya berkerut mendengar pertanyaan Adit. Apa hubungannya dengan penerimaan Bu Jihan terhadap Arion dengan dirinya yang berkeliling rumah mertuanya ini "belum, emang kenapa?"

"Mama ngelarang Mas tinggal di rumah kita dulu, bukan tanpa alasan. Mama gak mau Mas nyakitin kamu lagi dibelakang beliau, jadi kalaupun kita akhirnya serumah ya kita wajib tinggal di sini termasuk sama anak-anak"

"Terus?"

"Mama sudah nyiapin semuanya Sayang. Lantai dua cuma buat kita, di samping kamar Adek itu ada kamar Abang, jadi kapan pun Abang kesini, dia udah punya kamar sendiri"

"Mas... Mama... Hiks" Maya mulai menangis.

"Jangan khawatirkan apapun ya. Mama sudah tau kebenarannya jadi tidak ada alasan apapun bagi Mama menolak cucu nya, oke?"

"Iya"

"Jangan nangis dong. Udah ya, kita tidur sekarang"

.
.
.

10092023

Borahe 💙

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang