36

4.3K 247 3
                                    

Ternyata dibalik kesusahan yang kita rasakan saat ini, ada Allah yang lebih dulu tahu, bahkan sebelum kita mengutarakan apa keinginan kita, Allah bisa lebih tahu semuanya.

Mungkin banyak hal yang akhirnya membuat kita membenci bahkan ingin menyalahkan takdir yang terjadi. Ingin rasanya berteriak mengungkapkan kekecewaan dengan takdir yang tidak semau kita, akan tetapi tidak semua salah semesta, ada diri kita yang ikut andil dalam susahnya menerima segala sesuatu yang sudah Allah tetapkan.

Salah satunya, Perpisahan.

Banyak yang mengira perpisahan adalah sesuatu yang buruk, padahal tidak semua hal buruk itu salah. Bisa jadi hal buruk ada agar kita mengerti dan tahu bahwa disisi lain ada hal baik yang bisa kita lihat.

Kalau tadinya Adit bisa tertawa terbahak, namun saat lelaki itu sedang sendirian didalam mobil yang sedang ia kendarai menuju ke arah kantor, ia hanya bisa diam, mencoba mencerna segala sesuatu yang sudah terjadi padanya.

Sampai pada akhirnya,
Adit menyadari, bahwa ia tak bisa begini terus menerus. Ia harus bergerak, dan jalan satu satunya agar ia sampai di tempat Maya adalah dengan membuat mereka dekat dalam bidang yang ia kuasai.

"Mas ngapain disini? Bukannya mau rebahan?" Tanya Zara aneh, begitu melihat sang kakak keluar dari lift dan sedang berjalan ke arah ruangannya.

"Kerja" Jawab Adit singkat. Adit tahu betul pasti mamanya sudah lebih dulu memberi kabar pada Zara bahwa ia akan kembali bekerja.

"Ngapain?"

"Panggilin Bagas buat ke ruangan Mas" Ucap Adit dingin.

Zara bahkan hanya terdiam ditempatnya berdiri mendengar nada bicara Adit yang berbeda dari sebelumnya. Ada kesan tak tersentuh di tiap ucapannya.

Mode workaholic Adit sepertinya sudah kembali ke settingan awal. Seakan keadaannya yang carut marut selama hampir empat tahun ini, tidak pernah terjadi.

Awalnya Bagas bingung saat Zara memberi tahunya bahwa ia sedang di cari oleh sang bos, karena yang ia tahu Adit sedang enggan bekerja dan ingin bermalas malasan saja.

Kalau bisanya Bagas melihat Adit dengan baju santainya atau baju tidur saja karena Adit tinggal di kantor, namun kali ini berbeda, bos nya itu memakai baju layaknya eksekutif muda "Panggil saya, Pak?" Ucap Bagas begitu masuk kedalam ruangan bernuansa abu abu milik Adit.

"Iya, duduk" Titah Adit dingin tanpa memandang Bagas sedikitpun, tangannya masih sibuk membolak balikkan berkas yang ada di mejanya.

Sampai sepuluh menit berlalu, akhirnya Adit menutup tumpukan kertas tersebut dan menatap Bagas tanpa senyum "lu belum memuin anak istri gue?"

Bagas yang ditatap tak ramah hanya bisa menelan ludahnya susah, ia bingung harus bagaimana menjawab pertanyaan Adit, karena seperti yang sudah Adit katakan tempo hari bahwa Bagas hanya diberi waktu beberapa hari dari percakapan mereka kemarin dan sampai sekarang Bagas tidak memberikan informasi apapun sesuai permintaan  sang bos.

"ti-tidak, eh, mak-maksud saya belum Pak" Jawab Bagas sedikit tergagap. Bagas tergagap bukan karena ia takut pada Adit, akan tetapi ia paham betul saat Adit dalam mode seperti ini, pasti akan ada pekerjaan gila yang Bagas lakukan.

"Oke, gak papa" Ucap Adit santai.

Mulut Bagas seketika langsung terbuka mendengar ucapan Adit. Setelah menatapnya horor tiba tiba sikap Adit berubah menjadi layaknya manusia pada umumnya.

Bayangkan saja, Adit berkata tidak apa-apa untuk sebuah pencarian yang hampir empat tahun mereka lakukan? Bukan kah terlalu aneh?

"Maksudnya Pak?"

"Ya gak papa kalau lu gak bisa memuin anak istri gue, gue bisa cari sendiri"

Rasa panas dan mencekik tiba tiba Bagas rasakan begitu Adit mengatakan akan mencari keberadaan mantan istri beserta anaknya seorang diri "saya akan berusaha lebih lagi Pak"

"Gak perlu, lu hanya perlu ngurusin perusahaan aja"

"Ada Zara yang bisa mengcover pekerjaan di kantor Pak. Saya akan berusaha turu langsung dalam pencarian itu"

Adit menggebrak meja begitu mendengar jawaban Bagas "gue bilang, gue yang bakal cari sendiri jadi lu gak usah ikut-ikut!! Paham?! Atau ada yang lu sembunyiin dibelakang gue?! Jawab!!"

Bagas mengimbangi Adit dengan berdiri pula, tatapan bengis coba Bagas berikan pada bos sekaligus sahabatnya itu dan berkata "lu tau, kerjaan dikantor yang lu tinggalin itu banyak banget. Bisa gak sih, lu pisahin urusan kerjaan sama urusan pribadi lu? Ini kantor dan sekarang masih jam kantor jadi tolong kita bahas masalah kerjaan aja. Kasian adek lu, tiap hari harus lembur, hanya karena kakaknya yang gak punya tanggung jawab"

Bukannya mendapat pencerahan akan apa yang Bagas ucapkan, yang ada Adit menarik krah baju asistennya itu "lu gak usah ikut campur!"

"Gue gak akan ikut campur kalau lu bener. Coba lu pikir, kenapa Bu Maya susah ditemuin? Ya karena buat dia, lu pantes dihindari. Coba sekarang semuanya lu rubah, perbaiki diri lu, jadikan diri lu baik, biar sewaktu nanti ketemu Bu Maya dan anak lu, mereka bisa maafin kelakuan buruk lu di masa lalu. Bukan malah lupa tanggung jawab. Apa lu lupa kalau lu punya Allah? Allah udah bilang kan, yang berjodoh pasti akan bertemu?"

Cengkraman Adit terlepas begitu otaknya membenarkan apa yang Bagas katakan. Tubuhnya limbung dan akhirnya terduduk kembali di kursi kebesarannya, kepalanya mendongak dan matanya terpejam mencoba untuk semakin mencerna ucapan Bagas.

Memang selama empat tahun ini Adit sadar betul, ia tak pernah melibatkan Allah dalam pencariannya mencari Maya dan Arion. Terlebih ia mendewakan uang, berharap dengan uang banyak yang ia keluarkan ia bisa dengan cepat menemukan Maya. Akan tetapi semua nihil dan tidak membuahkan hasil.

Haruskah ia mencoba jalur langit sesuai yang Bagas katakan?
Berbisik dalam sujud, dan mencoba melangitkan doa untuk segera dipertemukan dengan Maya?
Sepertinya memang hanya itu yang bisa ia lakukan, mencoba ber pasrah tanpa lepas dari usaha.

"Minta sama Allah untuk melembutkan hati Bu Maya, Dit. Biar nanti saat dipertemukan kembali Bu Maya sudah maafin lu" Kata Bagas sedikit menasehati. Bukan tak mengerti apa yang dirasakan sahabatnya itu, hanya saja Bagas menduga tidak akan ada yang berubah setelah pertemuan mereka kembali apabila Adit masih dalam pribadi yang saat ini.

"Hmmm"

"Gue balik ke ruangan gue. Telepon gue kalau lu udah siap untuk bahas pekerjaan kita" Bagas mulai beranjak, meninggalkan Adit yang masih dalam posisi yang sama.

Akan tetapi saat tubuhnya hampir menjangkau pintu, Adit memanggilnya dan mengatakan "kita bahas pekerjaan sekarang"

"Tata hati lu lebih dulu baru kita bahas pekerjaan"

"Gue gak papa. Duduk"

Mau tak mau Bagas kembali mendudukkan dirinya di hadapan Adit dan bersiap untuk mendengarkan apa yang Adit ucapkan. Namun, belum sampai hitungan menit, tubuh Bagas dibuat merosot mendengar apa yang Adit kemukakan "kita bangun hotel di setiap kota"

"Mak-maksud lu?"

"Gue mau bangun hotel ditiap kota karena gue yakin Maya masih di Indonesia"

"Terus?"

"Ya kalau gue punya hotel di tiap kota, gue bisa sekalian kerja sekalian nyarik mereka lah"

"Lu kira bangun hotel banyak gampang apa! Jangan gila Lu!"

.
.
.

14042023

Borahe 💙

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang