TCV 115 | Gigitan Bajingan Hannover
"Tidak bisa, dia lelah!" Entah berapa kali Raimund mengatakan hal tersebut malam ini. Setiap ada pemuda yang datang dan hendak mengajak Sophia berdansa, Raimund akan segera menghadang dan memberikan alasan yang sama. Berkat sikapnya itu, Sophia bisa bersantai dan menikmati pesta tanpa harus menghadapi para pemuda menjengkelkan. Meski ia juga mendapatkan tatapan sinis dari para lady dan nyonya bangsawan lainnya.
Sophia melirik Raimund yang kini di hampiri oleh temannya. Mungkin teman yang ia jumpai di akademi. Sophia bisa bernafas lega karena situasi yang lebih santai saat ini. Begitu melihat balkon kosong, gadis itu langsung menuju ke sana dan melepas tirai agar tidak ada yang mengganggu waktunya.
Menatap langit malam tanpa bintang, Sophia menghela nafas sambil mempererat tangannya yang terlipat di dada, lantaran udara dingin yang terasa cukup menusuk.
"Anda bisa sakit Lady," tegur seorang pria dari belakang, sambil memakaikan jubah pada punggungnya. Sophia menghela nafas mendengar suara berat itu. "Seingat saya, saya menutup tirainya. Tindakan tidak sopan apa ini?" Sophia membalik tubuhnya, bertemu pandang dengan George yang kini juga tengah menatapnya dengan senyuman.
'Suaranya berubah...' Pikir Sophia sampai-sampai tidak mengenalinya. Terdengar lebih berat meski intonasi suaranya masih tetap sama. Sikap pura-pura sopannya benar-benar membuat Sophia semakin jengkel.
"Duke Muda Hannover?" Panggil Sophia sambil menatap tajam George. "Anda terlambat dari yang sudah di janjikan." Tegur George sambil menyentuh surai Sophia, mendekat dan mencium aroma surai itu dengan lancang. "Tapi, tidak apa-apa selama Lady kembali, saya bisa memaafkan Lady." Sophia mundur sampai pinggangnya menyentuh pembatas balkon.
"Tidak sopan!" Komentar Sophia dengan tajam dan menusuk. "Ucapan Lady jadi lebih tajam dari sebelumnya." George maju secara perlahan di hadapan Sophia. "Padahal saya sudah menuruti kemauan Lady lima tahun lalu." George kembali menyentuh surai Sophia, "padahal kebanyakan Brunswick memiliki warna yang sama, tapi apa karena punya Lady memiliki helaian perak? Ini jadi lebih cantik dari milik Brunswick lain." George lagi-lagi mencium aroma surai Sophia.
"Aromanya masih sama," komentar George sambil tersenyum manis kepada Sophia.
'Dia benar-benar sakit jiwa!' Pikir Sophia.
"Kapan Lady akan melakukan debutante? Dalam waktu dekat?" Sophia kini tersenyum dan menatap George sambil memiringkan kepalanya.
"Tidak, keinginan saya masih sama seperti lima tahun lalu," Sophia menampilkan senyuman manis, enggan dikalahkan dalam kontes akting terbaik.
"Duke pasti tidak akan sependapat," ujar George dengan ramah.
"Ah ayah? Seperti rumor yang sudah tersebar yang pastinya Anda dengar. Ayah sangat menyayangi saya. Baru saja dia bahkan mengatakan akan mengabulkan keinginan paling mustahil sekalipun yang saya inginkan." Sophia tersenyuman ramah.
"Tidak akan ada yang bisa Lady capai jika melakukan apa yang Lady inginkan. Hidup Lady akan sia-sia." George masih memasang mimik muka ramah, meski Sophia tahu betul bahwa semua itu adalah kepalsuan.
"Apa hidup tetap dianggap sia-sia jika mendapatkan kebebasan dan kebahagiaan?" Tanya Sophia sambil memasang wajah polosnya. "Jadi apa yang Lady inginkan?" Pertanyaan George membuat Sophia memasang wajah seolah dirinya tengah berpikir.
"Saya bahkan belum memintanya kepada ayah saya, mengapa saya harus memberitahu Anda?" Tanya Sophia dengan intonasi sopan dan ekspresi yang tidak kalah ramah
"Lady tidak akan mengatakannya?" Tanya George dengan penuh penekanan.
"Memang siapa Anda?" Tanya Sophia masih dengan intonasi dan mimik muka penuh keramahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crowned Villain's
Historical FictionKetika kau yang merupakan seorang penjahat sejati, harus berpura-pura menjadi protagonis demi menghindari akhir tragis. Banyak cerita mengenai seorang protagonis yang masuk ke dalam tubuh penjahat wanita. Perubahan karakter sang penjahat, menarik ke...