🎼Grateful Heart

25 5 0
                                    

"Pagi pagi sudah kesini, pengangguran?"

"Ck, pergi sana."

Hani duduk dihadapanmu seraya meletakkan minuman yang kamu pesan. Sebenarnya kamu juga tidak mengerti kenapa pagi pagi sudah kesini. Padahal kamu harus banyak istirahat karena kandunganmu sudah mulai terlihat. Tapi diam dirumah dan menunggu Chen malah makin membuatmu kepikiran.

"Memangnya dia nggak bakal cariin kamu? Kamu pergi dari pagi ngerusuhin kerjaanku dan kabur begini."

"Iya iya habis ini aku pulang. Sepertinya dia juga bakalan pulang habis ini."

Baiklah akui saja, kamu tidak tahan kalau merenggang dengan Chen begini. Memang kamu yang salah, melampiaskan perasaanmu tanpa pikir panjang. Lalu kabur dari masalah. Kamu istri yang payah. Bahkan sempat menyebut anakmu sebuah kesalahan. Rasanya kamu seperti membully anakmu sendiri. Calon ibu macam apa kamu ini. Wajar saja kalau Chen langsung emosi saat kamu berkata seperti itu. Saling diam begini juga membuatmu tidak nyaman dan merasa tambah bersalah.

Cklek..

"Aku pulang-"

"Habis darimana kamu?"

Tubuhmu menegang mendengar suara berat menyapamu. Nada itu lagi, dan tatapan mata Chen yang tajam kearahmu. Lelaki itu menghela nafas panjang dan mengacak rambutnya yang sudah berantakan. Ia menunjukkan ponselnya dimana itu tertera riwayat panggilan pada ponselmu sebanyak 29 kali- selama kurang lebih setiap 5 menit. Kamu bahkan lupa tidak membuka ponselmu saking jengkelnya dengan dirimu sendiri.

"Aku tanya habis darimana kamu, (Y/N). Aku cariin kamu daritadi. Aku nggak bakal tau kamu kenapa kalau kamu nggak mau cerita.."

Bukannya kamu tidak mau cerita. Hanya saja kamu yang terlalu sensitif dan terlalu membawa kedalam hati gosipan dari tetanggamu itu. Kamu takut nantinya Chen jadi malas menanggapimu karena hal sepele itu. Diantara rasa takut, perasaan lega terselip karena kamu tau Chen masih mengkhawatirkan kalian- kamu dan baby Kim.

"Sini," Chen sepertinya kehabisan akal untuk membujukmu. Kamu maju perlahan mendekat kearahnya. "Tutup matamu."

"Kenapa..?"

"Tutup mata, Dear."

Kamu memejamkan mata erat, takut takut kalau Chen akan membentakmu atau yang lainnya. Tapi yang kamu dapatkan adalah sebuah pelukan. Pelukan yang sangat erat sampai sampai kamu sendiri bingung harus bereaksi bagaimana. Chen tiba tiba memelukmu dan menghela nafas panjang begini. Kamu juga bisa merasakan Chen mengecup rambutmu beberapa kali.

"Nggak apa apa, marahku sudah reda hanya dengan memelukmu. Tapi aku tetap nggak bakalan tau apa yang salah kalau kamu nggak mau bilang. Maaf, kamu boleh marah sekarang."

"Ish, kenapa malah kamu yang minta maaf sih? Padahal kan aku.."

Kamu tidak bisa menahan tangis dan akhirnya membalas pelukan Chen. Kalian lalu duduk dan membicarakan tentang hal ini. Kamu tidak melepaskan pelukanmu sama sekali. Saat ini saja kamu merangkul posesif lengan Chen seraya bersandar dibahunya dan menyembunyikan wajahmu dilengannya. Chen hanya diam mendengarkan dan tidak bereaksi kesal saat kamu bercerita.

"Dear, kamu nggak perlu berpikir seperti ini. Aku sudah berniat melamarmu sejak bulan Mei. Dan itu waktu yang cukup, walau aku akui aku salah karena melakukan itu terlalu cepat. Tapi aku nggak merasa itu sebuah kesalahan.."

Chen tersenyum tulus, yang paling manis dibandingkan semua senyuman yang pernah kamu lihat.

"Aku hanya ingin mencintaimu dengan sederhana. Menyukaimu adalah satu satunya hal yang bisa aku buktikan tanpa ragu. Aku ingin tetap bersamamu, nggak peduli bagaimana omongan orang lain. Aku menyukaimu seperti itu, Dear."

Ah, kamu tidak tau bagaimana cara berterimakasih pada Chen. Dia memang laki laki yang luar biasa. Seseorang yang berani tidak pernah menyesal dengan apa yang sudah ia pilih. Kalau bukan Chen, haruskah kamu melintasi galaksi agar menemukan seseorang sepertinya? Biarkan saja semuanya berjalan dulu. Hal yang untuk dikhawatirkan lainnya, akan kalian lalui bersama seperti ini.

"Jadi kemarin kamu sekalian rekaman.."

Kamu bergumam pelan dan melanjutkan menonton video Chen yang menyanyikan lagu Amaranth miliknya. Lelaki itu menoleh kearahmu yang masih setia rebahan diranjang. "Kenapa masih rebahan? Sana mandi," Ujarnya lalu memakai kaos hitam polos sebelum mengeringkan rambutnya. Kamu tidak menanggapi Chen dan malah mengeratkan selimut yang kamu pakai untuk membungkus penuh tubuhmu.

"Dandelion.. kamu ini kelewat sweet.. Sejak kapan kamu mulai paham tentang bunga?"

"Kamu juga suka kan? Aku cuma penasaran awalnya karena kamu suka cari cari tentang bunga. Ketemu yang bagus hehe."

Kamu agak terkejut saat membaca deskripsi videonya yang mengatakan bahwa Chen menamai para pendengar lagunya dengan nama Dandelion. Itu bunga- atau semacam semak, rapuh sekali tapi sangat cantik. Kamu sendiri baru tau kalau Chen paham tentang arti bunga seperti itu. Dandelion artinya hati yang berterimakasih, kadang juga diartikan sebagai kebahagiaan, harapan, atau kesetiaan. Bunganya sendiri berwarna kuning cerah, dan pada masanya akan berubah menjadi putih dan rapuh. Tapi itu bagian yang paling cantik.

"Dari semua bunga kenapa harus Dandelion? Ada sesuatu yang mau oppa sampaikan?"

Chen terdiam sejenak sebelum menjawabmu. Ia menghela nafas pelan dan ikut berbaring. "Seperti makna bunganya, aku berterimakasih pada Eri yang mau mendengarkanku. Mereka kan sudah percaya sampai saat ini, aku nggak tau apa yang bisa aku katakan selain terimakasih." Lelaki itu tersenyum manis. Terlihat sangat bahagia dan bersyukur mengingat banyak sekali fans yang masih bersamanya.

"Aku yang terimakasih karena punya kamu~"

"Bahkan setelah April, Eri tetap nggak mau putus denganku ya."

Chen benar, satu satunya yang bisa dilakukan hanyalah berterimakasih. Semoga dan kamu harap akan terus seperti ini. Chen hidup dengan bahagia bersama EXO-L yang terus bersamanya. Itu sudah lebih dari cukup untukmu. Melihat senyum malaikat itu sampai kapanpun.

_______________________
TBC..

yash chapternya uwu ga nih

Hope you like♥
Enjoy and vote please★
Gamsa~

Dear You | Chen (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang