Angin bersemilir lembut menerpa anak rambutku. Sejuk yang menyegarkan dan lembut menyentuh kulit. Tidak menyengat dan membekukan seperti es. Terasa seperti sedang bersama Chan.
Refleks mataku terbuka memikirkannya. Ku periksa cincin yang melingkar dijari manisku. Berlian milik Chan masih ada di sana. Bahkan di tambah dengan berlian cantik lainnya berwarna pink di sana.
Belum berakhir dengan keterkejutan ini. Aku baru menyadari jika diriku dalam masalah besar.
Aku sontak berteriak memegangi pohon itu kuat-kuat. Tangan ku bergetar. Kakiku membeku di tempat yang tidak ada pijakan itu. Bagaimana caranya aku bisa di sini? Bagaimana aku bisa turun?? Bingungku yang hanya bisa memeluk dahan besar itu. Meskipun terlihat kokoh, tetap saja aku takut.
Beberapa daun yang terlepas dari ranting, terbang menempel di rambutku. Namun aku mengabaikannya untuk saat ini. Aku lebih peduli pada nyawa dan keselamatanku. Memikirkan cara turun dari pohon yang tinggi dan besar ini adalah prioritasku sekarang.
Aku masih bingung, kenapa aku bisa di sini? Aku saja tidak pernah memanjat pohon. Berada di kota Seoul dengan gedung-gedung milenial, tidak memungkinkan untukku memanjat pohon. Malu.
Mungkinkah ini wujud asli istana Seungkwan? Istana Seungkwan berbentuk pohon?
"Halmoni.." rilihku meminta pertolongan.
"Rupanya kau sudah bangun." Suara itu membuatku menengadah ke atas. Melihat beberapa dedaunan dengan cahaya matahari yang menembus setiap celanya.
Aku hanya fokus melihat ke depan, hingga aku tidak menyadari jika orang yang bicara itu sudah berada di sampingku. Dengan posisi bergelantungan terbalik. Menggerakkan kepala mengikutiku. Dia menatap ke arah lain saat aku melihat bagian rambut belakangnya.
Rambut panjangnya keseluruhan turun mengikuti gaya grafitasi. Sayap yang besar itu, dia rapatkan seminim mungkin agar tidak tersangkut pada dahan yang tebal.
Ketika aku sibuk melihat penampilan dari seseorang yang kupastikan vampire ini, kepalanya pun membalik dan akhirnya memperlihatkan kedua bola mata indah tanpa lipatan mata. Hidung teramat mancung dengan senyum yang tertampil lebar saat mata mereka bertemu.
"Annyeong," sapanya.
Aku cukup terangguk-angguk. Terpaku pada pesona yang tampak berbeda dari tiga orang sebelumnya. Tidak setampan Vernon, tapi rupanya terlihat dewasa. Namun kala cengirannya tampil, sosok dewasa itu sedikit berubah.
Melihat diriku memeluk batang utama dari pohon besar ini, dia meletakkan tangannya pada dahan yang kududuki. Menurunkan kakinya satu persatu hingga dia dapat menjatuhkan diri. Memutar tubuhnya dengan tangan berpegang pada dahan tersebut. Aku refleks berteriak dan menutup mata.
Dengan kekuatannya yang entah sekuat apa, aku merasakan pohon ini berguncang dan bergetar. Akar-akar besar yang menancap pada tanah itu sama sekali tidak mempengaruhinya. Dalam hati, aku terus mengucapkan doa dan sumpah serapah yang entah kapan sudah bercampur jadi satu. Tidak berhenti sampai puncak guncangan paling hebat datang bersamaan dengan vampire itu yang telah duduk pada posisi normal.
Tanpa memikirkan statusnya, aku pun memukul pundaknya. Memperlihatkan pelototan penuh amarah dari mata besarku, lalu berkata, "Tidak bisakah duduk pelan-pelan?! Tidak perlu pakai atraksi berputar-putar. Kau pikir itu keren?! Iya keren! Tapi aku takut."
Setelah mengeluarkan semua omelanku, aku tentu sadar diri untuk menutup mulut dan mengucap, "Mian."
"Baiklah aku pindah." Tanpa mengutarakan niat ucapanku sebelumnya, dia sudah mengetahui itu. Padahal aku sendiri sudah mengurungkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Outcast Castel
FanfictionDahulu ketika para vampire masih menguasai kota, kami hidup dalam kegelapan yang diselimuti darah kawanan kami sendiri. Hidup dengan ketakutan dan bau darah yang menyebar di penjuru kota. Namun itu sudah ratusan tahun berlalu. Kini para manusia ting...