Menyebalkan

363 79 18
                                    

Di bawah hamparan langit jingga, awan warna warni di atas sana menjadi pemandangan unik yang indah, tapi tidak mungkin digapai. Tubuhku terbaring kelentang di luar kastil, ditemani vampire yang nyaman meluruskan badannya tanpa berubah jadi kucing lagi.

Aku cenderung berdiam diri dan hanya berbaring malas-malasan. Dia sendiri memejamkan matanya, tapi aku yakin dia tidak tertidur. Aku masih ingat jika mereka tidak boleh tertidur.

Kepribadiannya sangat mirip dengan kucing. Tampak anggun dan juga pemalas. Terdengar sombong karena ucapannya yang terkesan menyebalkan. Sesekali kepercayaan diri yang sering memuji dirinya sendiri tampan, membuatku jengkel. Meskipun memang benar adanya.

Perlahan tapi pasti, awan warna-warni itu menghilang tertutup dengan langit gelap. Aku memutar tubuhku. Menumpu kedua tangan agar wajahku tidak mengenai tanah tersebut. Melihat wajah rupawan sang vampire lebih jelas. Tidak merasa canggung untuk menusuk-nusuk pipinya yang dingin.

Selain bibir, leher, dan lengan, aku tidak pernah menyentuh kulit mereka seleluasa ini. Bahkan tanpa ragu aku mencubitnya. Jun mengerang.

"Appo?" tanyaku tanpa rasa bersalah.

Dia membuka mata dan menangkap kedua mataku. "Ani, tapi kau mengganggu waktu bermalas-malasanku."

Aku mendesis, "Kau sudah terlalu lama malas-malasan. Sejak tadi Kita hanya tidur-tiduran. Dari langit masih sedikit terik sampai sekarang sudah gelap. Tulangku sampai kaku karena terus berbaring."

"Berarti kau sudah cukup tua ya?" ledeknya.

Mulai lagi kan, jengkelku.

"Kau yang lebih tua. Aku baru 20 tahunan, sedangkan kau sudah ratusan tahun," balasku.

Tidak mau kalah, Jun kembali membalas, "Setidaknya tulangku masih sehat dan segar seperti anak remaja pada umumnya."

Bibirku sangat gatal ingin mengumpat. Namun bibirku akan berbusa jika berniat menceramahinya. Tapi jangan, aku masih sadar diri kalau aku ini manusia biasa. Mana mungkin ada manusia biasa yang menceramahi vampire.

Aku berdiri dan masih memperhatikannya yang tidak mau bergerak sedikit pun dari sana.

"Mau sampai kapan kau berbaring? Ini sudah malam. Cepat bangun." Aku menarik tangannya, tapi dia mengerang manja dan enggan untuk menggerakkan tubuhnya yang seakan menempel di tanah.

Alhasil, aku pun terpaksa menyeretnya masuk. Menggunakan segala kekuatanku untuk membawanya paksa. Namun..

Kenapa aku harus bersusah payah? Biarkan saja dia di luar, lagipula Jun tidak sakit atau masuk angin. Mempertimbangkan itu, aku jadi memikirkan ulang niatku memasukkan tubuh malas itu ke kastil. Tapi sudah setengah jalan juga, akhirnya aku lanjut menyeretnya sampai di dalam. Membiarkan setengah kakinya di luar karena aku udah kehabisan napas.

Ketika aku sedang sibuk mengambil udara, Jun dengan mudahnya berdiri dan berkata, "Xièxiè nǐ a. Sampai repot-repot membawaku masuk. Padahal aku bisa jalan sendiri."

Aku memelototinya. Darahku sudah sampai diubun-ubun. Rasanya aku sangat ingin mencakar-cakar wajahnya.

Dia melihat jari-jariku yang mengeras mengeluarkan cakaran. Dia tersenyum dan mengambil tanganku begitu saja untuk dikecupnya. Jantungku tiba-tiba lompat. Jun mencium jari tanganku satu-persatu sampai dengan lancangnya mengecup singkat bibirku.

Darahku meledak ke mana-mana. Aku yakin wajahku sudah merah karena panasnya menjalar sampai ke telingaku. Dengan wajah jahilnya, dia berkata, "Sudah tidak marah lagi kan? Kecupanku ini mahal loh, baru kau yang merasakannya."

Outcast CastelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang