Lapar?

302 74 0
                                    

Langit masih tampak terang. Ruangan itu juga masih terbagi dalam dua sisi yang kontras. Aku duduk dari kejauhan di sisi terang yang terasa aman untukku, sedangkan makhluk pengisap darah yang tiba-tiba jinak itu hanya duduk diam di seberang kegelapan.

Tapi saat dia bersuara, aku tersentak sendiri karena terkejut. Padahal aku tidak sedang dalam keadaan bengong.

"Apa kau mau seperti ini sampai malam datang?"

"Maksudmu?" tanyaku dengan canggung. Perubahan sifatnya yang drastis itu membuatku merasa aneh.

Bukan berarti aku lebih memilih dia yang pemarah dan suka mengendalikan diriku layaknya boneka. Aku hanya canggung karena karakternya bisa berubah secepat itu. Vampire di seberangku bahkan duduk dengan tenang sembari memeluk kakinya dan melihatku. Tidak ada kekuatannya yang mengikatku lagi. Dia juga memperbolehkanku melakukan apa saja. Padahal aku ingat, belum lama ini dia berkata tidak suka melihatku berkeliaran sesuka hati selama dia terkurung dalam kegelapan.

"Kita seperti orang bermusuhan jika bicara dengan jarak jauh seperti ini."

Keningku mengerut. Memangnya kita sudah berteman?

"Kau sangat suka mengabaikan pertanyaanku dengan ekspresi itu. Aku bisa saja dengan mudah membuatmu mendatangiku dengan sendirinya, tapi aku sedang tidak ingin," katanya dengan sendu.

"Wae?"

"Lagi mencoba tidak menggunakannya."

"Wae?"

"Nanya terus!"

Tadi katanya aku terlalu sering mengabaikannya? Sekarang aku respons dengan bertanya, salah juga. Maunya apa sih?

"Mianhae." Tapi aku memilih tidak memulai perdebatan panjang.

"Kau tidak jadi bertanya?"

Aku membesarkan mata. Mata ini menampilkan kobaran amarah. "Tadi kau bilang aku terlalu banyak tanya. Sekarang aku merespons seadanya, kau minta tanya lagi. Maunya apa sih?!"

Aku yang tidak kuasa menahan geram, jadi kelepasan mengeluarkan kemarahan. Perasaan terancam ini kembali menggangguku lagi. Setelah mengeluarkan ocehan yang tidak panjang, aku diam merenungkan kelakuanku. Bisa-bisanya aku begini terus saat merasa geram.

Kepalaku tidak berani diangkat. Vampire di depanku tidak merespons apa-apa setelah kuomeli. Ada dua kemungkinan yang menjadi pertimbanganku tentang diamnya vampire itu. Pertama, dia sedang menahan marah. Kedua, dia sedang melotot marah padaku sekarang. Memikirkannya saja sudah membuatku berdebar takut.

1 menit. 2 menit. Bahkan sudah 5 menit. Tidak ada yang terjadi. Aku menggerakkan jari-jariku untuk sekedar memastikan dan mereka masih terasa bebas. Dia tidak melakukan apa-apa padaku?

Perlahan-lahan aku menggerakkan mata ke atas. Agak mengintip ke depan. Hal pertama yang memenuhi pikiranku adalah vampire itu yang terasa lebih dekat. Napasku tercekat karena ketegangan yang terasa. Sedikit demi sedikit kulihat perpindahan matahari tampak jelas di kastil ini. Sesaat lagi kegelapan akan memakan sisi terang di sini.

"Kau sesuai dengan yang diceritakan anak-anak." Aku yang tidak berniat memberi atensi padanya, jadi terpaksa menyorot kedua mata itu yang kini tinggal berjarak lima kaki lagi.

"Kau ceroboh dan mudah mengeluh."

Jleb.

Suara halusnya langsung mengena di dadaku. Itu sangat benar untukku bantah.

"Aku lapar," katanya tiba-tiba. Aku refleks memegangi leherku. Tidak bermaksud menyinggungnya.

Dia menyeringai. "Aku tidak tertarik dengan darahmu. Aku juga pernah jadi manusia. Karena itu, aku tidak akan meminum darah kaumku sendiri," ucapnya dengan penuh penekanan. Aku hanya menyengir canggung sambil memainkan jari-jari secara asal.

Outcast CastelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang