Sebuah tangan dengan teliti membaca satu-persatu botol kecil yang terpajang di atas rak. Keningnya agak mengerut melihat cairan warna-warni yang ada di dalam. Hingga pilihannya jatuh pada botol obat dengan cairan putih bening yang hampir habis.
Jarum suntik telah siap di tangannya. Tanpa keraguan, dia menusukkannya mulut botol dan mengambil cairan dengan jarum suntik tersebut. Tidak terisi penuh, tapi masih mendapat setengah.
Dia membuang botol kosong itu dan berjalan menuju pasien yang terbaring kaku di salah satu ranjang. Pasien yang baru datang dengan bekas gigitan yang sama di lehernya.
Tangannya refleks bergetar ringan saat menaikkan lengan baju yang dikenakan orang tersebut. Dia hendak menyuntikkan serum yang disebut obat bius. Namun ada pikiran lain yang menahan pergerakkannya. Alhasil, jarum tersebut terjatuh dan tidak jadi menancap di kulit dingin itu.
"Kenapa denganmu? Kurang darah?" gurau seseorang yang baru saja datang menghampirinya. Mengambil jarum suntik yang terjatuh di dekat kakinya.
Kedatangan orang tersebut membuat getarannya menghilang. Darah yang ada di tangannya, membuat hasrat dari kekejamannya muncul. Matanya berubah kemerahan dengan kilat kehausan.
Pria bermata sipit itu telah menimbang-nimbang hal tersebut akan terjadi. Dia pun mengeluarkan sejantung darah beku yang tadi dia bawa dari ruang penyimpanan. Memasukkan ke dalam mulut temannya yang sudah tidak bisa menahan diri lagi.
"Harusnya jika lapar, ambil sendiri. Makanan kita sudah berbeda, setidaknya kita harus membiasakan diri." omelnya.
Dengan perasaan terpaksa, dia menghisap darah beku itu perlahan-lahan di mulutnya. Terasa menyegarkan dan lembut. Sudah lama dia menahan diri untuk tidak mencicipi darah dari manusia ini. Dia berusaha agar tidak menghisap darah dari kawanannya sendiri.
Namun siapa yang bisa menipu naluri liar ini? Raganya tersebut sudah dikendalikan oleh senyawa yang tidak bisa dijelaskan secara ilmiah. Tubuhnya pun sudah berbeda dari wujud manusia pada umumnya. Dengan pikiran yang hanya memikirkan darah dan kepuasan diri.
Tangannya mengempal dan menghancurkan botol suntik itu dengan mudah tanpa mengeluarkan kekuatan lebih. Cairan bening tanpa bau itu pun berceceran di tangannya.
"Lagi-lagi kau menghancurkan obat yang penting itu. Kita sudah kehabisan Propofol. Jangan kau buang sia-sia begitu. Yang satu ini belum dapat kan?" tanyanya. Berusaha terlihat bijaksana, padahal dia tidak tau apa-apa tentang obat-obatan ini.
"Soonyoung-ah, kau pernah merasakan Propofol yang asli?" tanyanya balik.
"Sejujurnya tidak. Aku bukan peneliti seperti kalian. Kenapa kau dan si kecil itu menanyakan hal yang sama? Aku jadi ikut curiga."
Dia menghela napas. "Ternyata aku tidak sendiri," gumamnya.
"Propofol memang tidak berbau dan juga tidak berwarna, persis seperti ini. Tapi, Propofol yang asli tidak lengkat." Dia menggosokkan jari-jarinya yang terkena cairan bius itu. Merasakan dengan seksama untuk memastikan perasaannya.
"Apa sudah basi?" Tanpa merasa bersalah, dia menempelkan tangan basahnya tepat di mulut temannya itu. Tidak peduli pria itu mau terbius atau memberontak sekalipun. Lagipula orang itu sudah menjadi vampire utuh. Obat itu tidak akan berpengaruh padanya.
Dengan bodohnya lagi, Soonyoung menjilat dan menghirup cairan yang berlumuran di bibirnya. "Jika dari dekat, barunya menyegarkan dan enak."
Keningnya kian mengerut. Tadi dia mengatai Soonyoung bodoh, sekarang dia jadi ikut mencobanya. Ucapan temannya itu benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Outcast Castel
FanfictionDahulu ketika para vampire masih menguasai kota, kami hidup dalam kegelapan yang diselimuti darah kawanan kami sendiri. Hidup dengan ketakutan dan bau darah yang menyebar di penjuru kota. Namun itu sudah ratusan tahun berlalu. Kini para manusia ting...