Kobaran Api

268 62 15
                                    

Yohwa menahan tanganku dengan keras. Aku cukup kesakitan karenanya. "Kenapa kau kembali??" tanyanya dengan suara berbisik, tapi banyak ditekan.

Dilihat dari atas sampai bawah, tidak ada yang salah dengannya. Dia masih tampak sama seperti terakhir kali aku melihatnya semasa sekolah. Apakah dia selamat atau menjalankan misi lain dari Chang? Apa jangan-jangan!?!

Yohwa bergerak cepat menutup pintu yang sempat tertunda. Namun, langkahnya harus terhenti karena seseorang yang tidak diharapkan telah menahannya. Keberadaanku yang dia sadari tentu telah ditunggu-tunggunya. Tapi aku masih ingin mengetahui, apa yang telah terjadi di antara mereka berdua?

Aku memperhatikan Yohwa dari balik punggungnya. Cengkeraman yang tadi terasa menyakitkan, jadi balik seakan ingin melindungiku. Dia menyembunyikanku sebisa mungkin dari penglihatan Chang, meski sebenarnya sia-sia.

Chang berseru, "Aa~ [Y/N] agashi. Selamat datang kembali."

Keramahan itu mirip seperti saat pertemuan pertama kami, tapi suasana yang kurasakan saat ini terasa menjengkelkan. Doktrin kebencian dari para jelmaan vampire itu sudah tertanam baik di otakku. Aku sungguh tidak suka melihat wajah pembohong ini.

Bibir Chang bicara padaku, tapi matanya seakan fokus menatap Yohwa yang dengan jelas mengekspresikan ketegangannya. Dengan senyum palsu itu, Chang mengalihkan perhatiannya padaku yang ada di balik punggung Yohwa. "Sepertinya kalian saling kenal. Aku akan memberi kalian waktu untuk bicara sebentar, sebelum [Y/N] agashi bicara denganku."

Chang memberi tatapan serius pada Yohwa. Sekian detik saat tubuhnya masuk ke ruangan itu kembali, aku melihat tarikan sudut bibirnya yang membentuk seringai. Mungkin tanganku sebentar lagi akan membeku.

Yohwa membalikkan badan, dia menggenggam kedua lenganku dan menyejajarkan wajah kami. Aku merasakan sensasi dingin yang familiar di lenganku. Untuk memastikannya, aku memerhatikan kedua telapak tanganku. Partikel es yang menyelimutiku perlahan memudar. Aku terkejut. Bibirku terbuka sama lebarnya dengan mata ini.

"Kau jadi vampire juga??"

"Ini bukan saatnya menjelaskan." Yohwa menarikku. Membawa tubuhku menjauh dari ruangan yang harusnya kumasuki. Aku berusaha menahannya, tapi aku tidak memiliki kekuatan yang sebanding.

"Kau harus pergi dan jangan pernah kembali. Kau harus mengutamakan dirimu sendiri sebelum berniat menolong Jeonghan dan teman-temannya," kata Yohwa sambil terus membawaku menuju atas.

Meski dia berkata demikian, aku tetap berusaha menarik tanganku kembali. Hingga kami sampai di atas atap gedung, Yohwa baru melepaskan genggamannya. Aku pun melayangkan pertanyaan dengan wajah serius. "Seberapa banyak yang kau tau?"

"Lebih banyak dari yang kau tau."

"Kalau begitu, kau tidak paham semua hal yang telah kau ketahui itu."

Kedua alis Yohwa bertautan. Dia selalu begitu jika orang lain menganggap pendapatnya salah. Dia tidak mau mengalah.

"Kalau mereka tidak tergantung padaku, sampai kapan kita mau diganggu olehnya? Kantor ini, pekerjaan ini, penelitian, dan semua uji cobanya ilegal. Kau salah satu korbannya." Aku menunjuknya dengan tegas. "Apa kau tega melihat korban lain lagi?"

Bibir Yohwa mengerut. Dia terlihat menggigitnya kuat-kuat sambil menundukkan kepala. Kedua tangannya menyentuh pundakku. "Tapi kenapa harus dirimu?"

Dan tiba-tiba, dia memelukku. "Aku tidak mau kau terluka," ucapnya dengan lantunan yang lembut.

"Kau tidak peduli dengan orang lain, lalu kenapa kau harus terluka karenaku?" tanyaku.

Aku sudah tau apa reaksinya nanti. Dia akan memberiku pertanyaan pilihan. Polos atau naif? Setelah itu, dia akan meledekku dengan sebuah kalimat, polos dan naifku beda tipis. Aku sudah mengenalnya. Aku sudah menghafal semua tindakannya padaku. Meski kami terdengar dekat, tapi aku selalu merasa asing karena sikap dinginnya. Dia teman yang terasa jauh untuk disebut sahabat.

Outcast CastelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang