Sequel 1

368 52 35
                                    

Sebagai pembuka, aku mau ucapin banyak terima kasih karena antusiasme kalian dengan interaksi [Y/N] dan ketiga belas vampire ini 😆

Dan aku mau ucapin selamat bagi kalian yang kemarin udah komen mau sequel 🥳 karena sesuai janji, aku buatkan sequel khusus untuk kalian yang ingin tau, gimana sih kalau masing-masing vampire ini udah pacaran? 😍

Sebagai pembuka, kita urutin aja ya dari si maknae 🦫
Biar gampang diinget siapa aja yang udah muncul 😂

Yuk, daripada nunggu lama-lama, kita lanjut ke ceritanya
Happy reading ^^

🍃🦫🍃

Terik matahari di awal musim panas sama sekali tidak memberikan toleransi suhu untukku. Efeknya, tubuhku jadi makin lemas setelah banyaknya keringat keluar saat menemani Chan tadi. Belum lagi aku hanya memakan sepotong roti untuk sarapan. Sekarang tubuhku benar-benar kehilangan energi.

Mungkin ini agak berlebihan, tetapi rasanya aku sampai tidak sanggup mengangkat tangan lagi. Lapar!

Aku mendongakkan kepala sambil memandangi dedaunan pada pohon yang menjadi tempat berteduhku di kursi taman. Meski di sini lebih sejuk, tetapi suhunya belum bisa mengalahkan panas matahari yang menusuk kulitku.

"Kapan Chan akan datang??" Makin panas suhu, makin banyak pula keluhanku atas rasa lapar yang merajalela ini.

Namun, meskipun aku sangat menantikan makanan yang akan Chan bawa untukku, tetapi aku tidak siap untuk diomeli lagi. Jika dia mendengarku yang mengeluh seperti ini, sudah pasti aku habis dimarahi olehnya. Belum apa-apa aku sudah mengembuskan napas. Aku sungguh tidak ingin mendengarkan suara Chan.

Bukan karena jelek. Justru suaranya bagus dan ada sedikit kerenyahan saat tertawa. Namun, entah kenapa? Suara Chan jadi agak nyaring saat mengomel. Benar-benar mengganggu.

Baru saja aku memikirkannya, decitan dari sepeda yang belum diberi oli sudah terdengar. Kepalaku refleks terangkat. Apa ini artinya dia akan berumur lebih panjang?

Dia sudah cukup tua sekarang, jangan ditambah lebih tua lagi! Bisa saja umurnya sekarang sudah sama dengan kakek buyutku yang telah bereinkarnasi. Atau justru ... dia kenalan kakekku dulu? Yang kupacari sekarang kan memang kakek-kakek. Otakku mulai berpikir melantur karena terik matahari.

"Lihat wajahmu! Bisa-bisanya sampai sepucat itu." Chan langsung menempelkan botol air mineral dingin ke wajahku sehabis turun dari sepeda.

Segar! Bibirku sontak tersenyum karena suhu dingin botol itu. Namun, ini belum cukup menutupi panas yang kini memenuhi telingaku karena belum apa-apa, Chan sudah mulai mengomel.

"Makanya kalau disuruh sarapan, makan yang lengkap. Jangan hanya roti! Satu potong lagi. Sekarang sakit, kan? Siapa yang repot? Aku juga," oceh Chan dengan nada perhatian dan tangan yang sibuk menyiapkan makanan yang dibelikannya untukku.

Bibirku cemberut. "Kalau tidak ikhlas, mending tidak usah makan sekalian," balasku kesal.

Chan berseru, "O! Kalau tidak mau makan, kau tanggung sendiri jika pingsan nanti. Aku tidak akan beri tahu, berapa kali aku akan memberikan napas buatan."

Aku berteriak geram. Bisa-bisanya dia mengambil kesempatan modus saat kekasihnya pingsan.

Untuk melampiaskan kekesalan, aku mencubit perut, lengan, dan beberapa bagian tubuh lainnya yang bisa dijadikan pelampiasan amarah. Meskipun agak percuma karena Chan justru tertawa geli selama dicubit. Aku juga tidak tahu, kenapa cubitanku tidak menyakitkan?

"Diam. Diam! Nanti makanannya jatuh," Chan sampai berdiri untuk menghindari cubitanku dan lanjut membuka penutup makanan itu.

Karena tidak mampu berdiri, terpaksa aku hanya memanyunkan bibir di kursi. Lebih tepatnya malas. Aku sudah terlalu lapar untuk meladeni kejahilan Chan.

Outcast CastelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang