Sequel 12

279 38 53
                                    

Hai hai.. Balik lagi... 💕

Masih ada yang baca, kan? 😅
Udah sampai di Jihoon, loh. Jangan tinggalin aku dulu >.<
Apalagi vampire kali ini, cast utama yang mendominasi ceritaku 🤭

Kemaren kan Jihoon diceritainnya, benci sama perempuan, ya? Terus jadi pacanya gimana dong? 🤔

Ada yang penasaran gak? 😆
Sekarang kita langsung baca aja kali, ya 😁 Tapi, hati-hati...
Karena latar belakang Jihoon yang beda ini, pastinya ada tokoh lain yang bakal muncul. Jadi, hati-hati aja. Takut ada yang bikin kesel 😋

Happy Reading ^^

❄🍚❄

Seseorang berdehem. Tampaknya bermaksud memanggilku hingga aku pun mendongakkan kepala dengan tangan masih memisahkan daun-daun yang bagus dan buruk dari sayur-sayuran ini. Namun, saat aku melihat sosok tersebut, bibirku tidak jadi menyahut.

"Jadi wanita kok cuek sih? Tertular sifat kekasihmu, ya?"

Aku memutar bola mata jengah. "Kau tidak punya pekerjaan selain menggangguku?"

Dengan santainya, Jeonghan memamerkan giginya sambil menjawab, "Tidak."

Aku menggerang kesal. Tanganku juga dijatuhkan keranjang kuat-kuat sampai beberapa daun melompat dari tempatnya.

"Ih galak! Kau tidak ada imut-imutnya seperti Jihoon. Walaupun dia juga galak, tapi wajahnya menggemaskan." Sahutan Jeonghan terus menyulutkan emosiku.

"Dia ya dia. Aku ya aku. Kita berbeda!" ketusku. Darahku mulai mendidih. Jika Jeonghan tidak segera pergi, bukan tidak mungkin keranjang ini akan kulempar ke arahnya. 

"Tapi, kalian tetap satu pasangan. Jangan lupa, loh ...."

Gigiku saling menggertak. Dengan mata melotot dan tangan terangkat, aku berkata, "Pergi  atau kutimpuk dengan sayur-sayur ini?!"

Seakan-akan mengawasi percakapan kami dari tadi, Mingyu tiba-tiba muncul dan mengambil keranjang sayurnya meski belum selesai kukerjakan. "Jangan! Nanti sayurannya kotor. Aku ambil ini, kalian lanjutkan sendiri," kata pria tinggi itu, lalu berlari kembali ke dalam rumah membawa pekerjaanku.

"Jangan lari-lari!" tegur Jeonghan sambil menepuk bokong Mingyu. "Ingat! Kau tidak boleh kelelahan."

"Ne!" balas Mingyu balik dengan suara kencang yang mengalun.

Atensi Jeonghan pun kembali padaku. Tidak lupa sambil memamerkan cengiran yang selalu membuatku sebal. "Jadi, sekarang juga tidak ada pekerjaan, kan?"

"Kau mau apa sih?!" tanyaku dengan geram. Keningku jadi panas. Padahal sebelum dia datang, aku masih menikmati kesejukan udara di hutan.

"Cuma mau minta bantuan," pintanya santai.

Dengan mata sinis, aku menolak tegas. "Tidak mau!"

"Itu bukan pertanyaan, mau membantuku atau tidak, loh! Jadi, kau tidak punya pilihan untuk menolak."

Aku berteriak sambil mengacak-acak rambut frustrasi. Bertemu Jeonghan selalu membuatku geram. Bicara dengannya pun pasti mengundang kesal. Namun, aku lebih kesal jika terjebak dalam permainan katanya. Aku marah karena terlihat seperti orang bodoh di hadapannya.

"Sudah puas teriaknya?" Aku menggertakkan gigi sambil meliriknya tajam lagi.

Rambutku yang berantakan membuatnya berkomentar. "Ternyata kau bisa jelek jika rambutmu acak-acakan."

Baguslah! Jadi, aku tidak perlu disukai oleh orang sepertimu, balas batinku senang. Namun, kesenangan itu tidak berlangsung lama.

"Jika Jihoon bisa melihat, mungkin dia akan terkejut saat kau mengganti perbannya hari ini."

Outcast CastelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang