Welcome

662 95 7
                                    

Kepalaku pusing. Pandanganku buram. Ketika aku berusaha memikirkan apa yang terjadi, aku baru sadar jika kau berada pada tempat tidur yang empuk.

Apa ini kamarku? Tebakku. Karena mataku masih kabur jadi tidak menemukan garis yang sama untuk memastikan apa ini memang kamarku.

Aku bersyukur ini hanya mimpi. Setidaknya aku terbangun pada ranjangku yang empuk dan tidak perlu berhadapan dengan vampire yang menyeramkan. Sebentar? Sejak kapan aku punya ranjang yang empuk? Kasurku itu kan rasa per yang menusuk.

Dengan kekuatanku yang masih belum terkumpul, aku memaksakan diri untuk membangunkan diriku ke posisi duduk sambil terus memegangi kepala. Ku turunkan kaki ku untuk menapak tanah. Namun tanah yang ku injak tidak lagi dingin khas lantai pada umumnya. Melainkan hangat dan halus.

Mata yang tidak pulih-pulih ini memaksaku bermain tebak-tebakan mengenai lantai yang ku injak ini. Lembut, halus dan hangat. Ku kucek-kucekan kedua mata ini. Mengedipkannya berkali-kali sampai aku bisa melihat semuanya.

Tempat yang gelap dan senyap. Dinding batu yang kokoh dengan pantulan langit malam yang terlihat jelas di sini. Tunggu!!

Kepalaku bergerak memperhatikan semua benda-benda yang ada di sini. Dari kasur, karpet, barang dan tembok itu. Kakiku berlari menuju jendela yang tidak ada kacanya.

Angin kencang menyambutku ketika kepala yang masih setengah pusing ini ku keluarkan. Dingin. Langit yang gelap dengan pepohonan yang rimbun di bawahnya menutupi pandanganku dari tanah. Tidak salah lagi, ini pasti..

"Noona sudah sadar?" Aku berbalik cepat mendengar suara yang menjebakku dan menipuku dari awal.

Jangan mudah tertipu oleh kepolosan. Tidak semua kepolosan itu bisa dipercaya. kebanyakan dari mereka menyembunyikan banyak hal yang tidak terduga.

Aigoo!! Jadi ini maksudnya dengan kepolosan. Kekuatan mengubah diri menjadi manusia. Ternyata vampire ini mengubah dirinya menjadi anak kecil untuk berpura-pura polos meminta bantuan. Jadi ini alasannya kecerdikan dibutuhkan dibanding otot. Batinku. Baru menemukan jawabannya.

"Tidak perlu berpura-pura lagi. Aku sudah tau siapa kau!" Kataku. Dengan suara tinggi.

"Maksud noona apa? Aku membawakan noona minum." Dia bergerak maju menuju ke arahku. 

Tapi aku kembali berteriak, "Jangan mendekat!" Ku raih pisau perak yang sengaja ku taruh disakuku. Kata beberapa info, vampire tidak bisa mendekati benda-benda tajam yang terbuat dari perak. Mereka bisa terbunuh jika tertusuk benda itu.

"Noona, benda itu bisa melukai noona."

"Ku bilang jangan menipuku lagi. Aku tau kau itu vampire." Teriakku histeris karena setengah takut.

Dia tertawa. "Sayang sekali aku tidak bisa mendapatkan pelukanmu itu lagi." Suaranya juga berubah menjadi berat dan khas pria remaja.

Dia menaruh nampan dengan air putih di gelas itu. Lalu sebuah sayap hitam besar muncul dari balik punggungnya. Membungkus dirinya. Angin kencang datang mengelilinginya dan berputar-putar membuat seisi kamar ini berantakan. Lilin yang awalnya menerangi ruangan yang remang-remang, seluruhnya padam akibat angin kencang ini.

Pisau yang ku pegang terjatuh demi menjaga keseimbangan dari angin yang seakan menghisapku. Aku memegang jendela itu. Tubuhku lama-lama terangkat.

Semakin lama angin itu semakin kencang. Anak yang tadi terbungkus sayap hitam itu ikut membesar seiring angin berhembus. Saat sayap itu membuka, angin perlahan melenyap. Lampu pada ruangan ini menyala dengan sendirinya. Kamar yang tadinya terlihat menyeramkan, juga berubah menjadi kamar mewah khas kekerajaan.

Mataku terus siaga menatap sayap hitam itu. Perlahan-lahan orang yang terbungkus itu terlihat. Menunjukan pria remaja yang tinggi dengan kulit putih bersih dan mata berwarna abu-abu terang. Wajahnya menawan. Ditambah senyuman yang begitu memukau.

Ini pertama kalinya aku melihat rupa seorang vampire. Sungguh lebih menawan dari dugaanku. Mataku sampai tidak bisa berkedip melihatnya. Bahkan ketika dia mendekat, aku juga masih belum sadar.

Diriku seakan tidak bisa melakukan apa-apa dan hanya diam meringkuk di lantai. "Ja-jangan mendekat." Suaraku juga masih bergetar melihat perubahan anak kecil menjadi laki-laki yang mungkin seumuran denganku sekarang.

Dia tidak menggublis ancamanku. Tentu saja, seorang vampire tidak mungkin takut dengan manusia. Dengan tangan yang bergetar, aku mencari pisau yang sempat ku jatuhkan itu. Di mana pisau itu??

"Mencari ini?" Dia mengangkat pisau yang tadi ku pegang dan dengan kekuatan super kuat, dia mematahkannya seperti mematahkan tusuk gigi. "Benda ini tidak mempan untukku."

"Tolong jangan mendekat." Suaraku makin bergetar. Yang ku bisa lakukan hanya memeluk diri ku sendiri sambil mendengar suara langsung itu mendekat dan sampai di pandangan mataku.

Aku sudah bisa menerima jika aku akan habis ditangan vampire. Bahkan untuk vampire pertama saja aku juga sudah kalah. Percuma saja aku bersiap siang malam sampai bertemu siang lagi.

Dia berjongkok dihadapanku. Menghirup aroma di leherku dan pengangkat tubuhku. Ku beranikan diri untuk membuka mata. Dengan wajah datar itu, dia menaruhku di tempat tidur kembali. Menyelimutiku dan meninggalkanku di kamar itu sendirian.

Mataku berkedip menatap pintu yang ditutupnya tadi. Tanpa melakukan apa-apa dan berkata apa-apa, dia pergi begitu saja tanpa meninggalkan bekas luka apapun. Ku pegang leherku sendiri. Masih bersih tidak ada lubang.

Dia tidak jahat?

🍃💦❄🔥

Tidak diapa-apakan ternyata sama Dino. Terus apa yang akan Dino lakukan? Hmm?? Masih penuh teka-teki..

Sebelumnya, aku minta maaf ya karena aku jarang sekali update cerita ini. Sungguh.. bukannya tidak mau update atau malas, tapi waktuku hanya terbagi dengan kulaih. Tugasnya lagi numpuk dan sedang menuju ujian.

Jadi mohon maafkan aku 🙏 Mungkin aku kan update normal setelah selesai kuliah. Karena selama kuliah ini juga, aku lagi fokus sama work lain yang on going. Tapi work ini pasti akan ku selesaikan dengan baik ^^

Mohon kesabarannya ya
Semoga kalian suka dengan cerita ini 💕
Bye~

Outcast CastelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang