"Mau sampai kapan..?" Aku berhenti sejenak. Mengambil posisi duduk di balik dinding yang membatasi kami. Aku menyandarkan punggungku dan kurasakan ada sensasi panas yang menembus kain pakaianku.
Di sana dia rupanya. Di posisi yang sama denganku, batinku.
"..kau menyembunyikannya?"
"Itu bukan urusanmu," katanya dengan suara yang selalu terdengar marah di telingaku.
Aku mengusap-ucap lenganku dan meremasnya sesekali. Menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan berat. Aku akan mengalah untuk meluluhkannya, meski berat untukku juga.
"Gadis yang ada di foto itu, mirip dengan sahabatku. Sahabat terbaik yang selalu bersamaku dan melindungiku. Bahkan keluarganya juga menganggapku selayaknya seorang anak daripada keluargaku sendiri."
"Aku berusaha melindungi sahabatku dan keluarganya agar tidak terbawa dalam masalahku dan semua hal yang berkaitan dengan keluargaku. Aku tidak mau, aib keluargaku disangkutpautkan dengan keharmonisan mereka. Karena itu, aku selalu menyembunyikan hubungan akrabku dengan keluarga mereka agar pengaruh burukku tidak merusak kehangatan di dalam keluarga sahabatku," jelasku dengan suara sendu.
Sesak memenuhi dadaku. "Aku juga sampai berbohong untuk menyembunyikan fakta pada publik jika dia adalah sahabatku. Jika orang-orang tau, aku tidak bisa membayangkan apa yang akan orang-orang bicarakan tentang keluarga mereka."
"Lalu," vampire itu mengeluarkan suara berat yang sama sendunya, "Kenapa kau mengatakannya padaku?"
Aku menyeka hidungku yang mendadak basah. Memberi gambaran jelas jika aku baru saja ingin menangis karena perasaan sesak yang bergerumun menyerang dadaku. "Karena.."
Kugeser pintu yang ada di samping. Mendorong masuk kalung Jaemi yang sejak tadi kupegang ke dalam sana. "Kau salah satu dari keluarga mereka. Kau berhak mengetahuinya."
"Aku.." suaranya ditekan kuat-kuat. "Bukan lagi keluarga mereka."
Dia mengeluarkan kalung itu kembali. Aku mau memberikannya lagi, tapi dia memanaskan besi yang jadi rangka liontin tersebut. Tanganku memerah dan terbakar. Aku tidak bisa menyentuhnya, tapi ada sesuatu yang kutemukan dari besi panas yang masih merah itu.
"Choi Seungcheol, itukah namamu?" Aku tidak mendapat respons, tapi aku merasakan keterkejutannya. "Soohyun pasti sengaja membuat ukiran namamu ini sulit untuk diketahui orang-orang."
Hanya hembusan napas yang terdengar. Namun tidak lama kemudian, aku bisa mendengar dia bergumam, "Dia melakukan hal yang sama pada kalungku."
"Kurasa, dia juga membuat kalung ini tahan dengan api. Tahan dengan kekuatanmu."
Seketika aku merinding saat mendengar kekehannya. "Kau berhasil menemukan titik kelemahanku. Dari awal, memang kau yang terpilih."
Kepalaku dimiringkan. Titik lemah? Terpilih? Tubuhku menegak. Aku menekuk punggungku dan memutarnya 90° sampai wajahku bisa masuk ke ruangan gelap itu. Tapi bukan kegelapan yang menyambut, melainkan kaki kokoh yang sudah berdiri tegang di depanku.
Aku mendongak tinggi-tinggi, sedangkan dia menunduk melihatku dengan ekspresi yang tidak bisa kujelaskan.
"Aku semakin membencimu karena harus kau yang terpilih!"
🍃💦❄🔥
Sambutan meriah memenuhi ruangan ini. "Kau datang lagi. Bagaimana? Sudah mempertimbangkan tawaranku."
Bibirnya mendesis. Jeonghan terlalu berisik baginya. Dia tidak nyaman jika harus berbincang dengan setengah vampire itu. Tapi tawarannya saat itu sama sekali tidak bisa dia lupakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Outcast Castel
FanfictionDahulu ketika para vampire masih menguasai kota, kami hidup dalam kegelapan yang diselimuti darah kawanan kami sendiri. Hidup dengan ketakutan dan bau darah yang menyebar di penjuru kota. Namun itu sudah ratusan tahun berlalu. Kini para manusia ting...