Setelah seharian dibuat susah oleh Jun, vampire itu hampir saja membuatku tidur nyenyak tanpa terbangun. Sayangnya, angin besar yang berisik dan mengguncang kastil ini harus membangkitkan ragaku. Karena malas, aku masih berbaring dengan mata setia terpejam.
Aku sempat merasa diintip, tapi tidak kutanggapi karena belum sanggup jika harus meladeni sifat ubnormalnya lagi. Meskipun orangnya sedikit manis dan asik. Aku menghela napas dalam diam setelah dirasa pintu itu tertutup.
"Haruskah selalu datang dengan angin ribut? Dia bukan orang yang terlihat berniat jahat," ujar Jun pada seseorang yang datang itu.
Rasa penasaran memaksa mataku untuk langsung terbuka, seakan menghilangkan rasa malas yang tadi mengerumuniku. Mataku menemukan cela dari cahaya samar yang terlihat dari sela pintu tak tertutup rapat. Dengan langkah yang kuharap tidak mengeluarkan suara, aku mendekati cela itu dan mengintip sedikit.
Entah kekuatan dari mana sampai aku berani melihat interaksi mereka secara diam-diam. Menguping saja sudah berakibat cukup fatal. Ternyata aku masih belum juga kapok.
"Aku mau membuat kejutan," kata suara asing itu. Terdengar biasa tapi kulitku memberi refleks dingin. Aku beralih sejenak dari kegiatan mengintip dan menempelkan punggung ke dinding sambil menyentuh jantung yang berdebar itu.
"Percuma, orangnya tidur," jawab Jun, acuh tak acuh.
"Benarkah?"
Aku jadi membeku di tempat. Tidak lagi berani mengintip meskipun sangat penasaran. Aku menyesal sudah coba menantang maut.
"Mau menemuinya? Tunggu giliran saja. Nanti juga bertemu," balas Jun yang seakan menolongku. Lebih tepatnya, memperlambat malaikat maut menemuiku.
Dalam hati aku terus merapalkan doa panjang agar vampire yang tidak kuketahui identitasnya itu tidak mendekat. Apalagi membuka pintu dan bertatapan muka denganku. Seperti kata Jun, nanti juga bertemu. Jadi jangan bertemu sekarang.
"Kau ingin melindunginya untuk sementara waktu?"
Jun diam untuk beberapa saat. Aku sedikit melihat siluet-nya yang sedang minum dengan secangkir wine. Dia bergeming panjang. "Hm? Melindunginya dari kalian itu sangat mustahil. Ke mana pun wanita itu pergi, kalian bisa menciumnya seperti anjing pelacak. Jadi untuk apa?"
Tidak adakah pembelaan yang lebih baik? Aku menggerutu dalam hati.
"Kau selalu punya cara untuk membungkamku."
Sebuah langkah kaki mendekat. Bertentum secara sistematis menyesuaikan detak jantungku. Rasanya organ tubuhku itu bisa meledak kapan saja jika vampire itu makin mendekat. Lalu kala langkahnya berhenti, jantungku ikut berhenti dan aku dapat dengan sadar, hidungku menahan napas secara otomatis.
"Dengan energi yang sekuat ini, tidak mungkin ada yang bisa mengelak dariku."
Sekujur tubuhku seketika panas. Tangan dan kakiku bergerak menyentuh permukaan lantai. Menempel dengan berat. Ini perasaan yang sama seperti saat aku hampir dibakar hidup-hidup. Namun bedanya, bukan panas terbakar yang kurasakan. Melainkan otot yang tidak bisa bergerak semauku.
Aku berusaha melawan dorongan gravitasi yang dahyat ini. Tapi semua percuma. Bahkan satu jari pun tidak ada yang bisa terangkat.
"Mainan yang menarik," ucap orang tersebut sambil terkekeh ringan. Barulah saat itu aku mendapatkan kendali tubuhku kembali. Aku bernapas lega sambil memejamkan mata untuk mengucap syukur.
"Dia akan marah jika disebut mainan," peringatkan Jun. "Dia cukup pemarah dan bawel."
"Dari perlawanannya, dia tidak berani padaku." Gigiku saling bergesekan untuk memendam rasa takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Outcast Castel
FanfictionDahulu ketika para vampire masih menguasai kota, kami hidup dalam kegelapan yang diselimuti darah kawanan kami sendiri. Hidup dengan ketakutan dan bau darah yang menyebar di penjuru kota. Namun itu sudah ratusan tahun berlalu. Kini para manusia ting...