생명

251 57 0
                                    

Jeonghan menghampiri teman-temannya dan memeriksa satu-persatu kondisi mereka. Aku tidak melihat ada luka serius pada tubuh mereka, tapi aku tidak yakin bisa berkata demikian karena tidak satu pun panggilan Jeonghan mendapat jawaban.

"Jihoon-ah, apa yang sudah terjadi? Apa kalian berhasil? Di mana dia?" Jeonghan terus melayangkan pertanyaan meski Jihoon tidak kunjung bangun.

Dengan tangan kiri, aku menyentuh punggung Jihoon yang sedikit membeku. Saat aku merabanya, ada lubang yang tidak bisa disebut kecil. "Jeonghan-ssi, tubuh Jihoon berlubang."

Jeonghan tampak terkejut dengan ucapanku. Dia ikut memegangnya dan saat Jeonghan yang menyentuh, es yang membekukan luka Jihoon itu perlahan mencair. Aku dan Jeonghan sontak berdiri terkejut. Kami masih memperhatikan fenomena aneh itu dengan seksama.

Luka yang menghiasi punggung Jihoon menjadi lebih jelas. Darah segar juga tampak keluar setelah tubuhnya berasa di suhu normal. Aku pun tidak merasakan hawa dingin di sekitar tubuhnya lagi.

"Tubuh mereka kembali normal?" gumam Jeonghan.

Aku menatapnya. Dia tidak mengatakan hal yang sama pada Yohwa, batinku.

Dari kejauhan di punggung Jeonghan, aku melihat cahaya asing di belakangnya. Karena kupikir itu akan berbahaya, jadi kutarik tangan Jeonghan dan membawanya menjauh. Namun saat kulihat lebih jelas, ternyata cahaya itu muncul dari tubuh Seungcheol yang ada di kejauhan. Cahayanya berwarna merah dan berapi-api. Begitu juga dengan tubuh yang lain. Cahaya itu keluar satu-persatu dari tubuh mereka dengan bentuk kekuatan mereka masing-masing.

Namun, tidak hanya bola milik Seungcheol, Wonwoo, Soonyoung, dan Jihoon yang muncul..

Seketika aura tidak menyenangkan berkeliaran di isi kiri kami. Angin dingin bercampur panas itu, berputar-putar meninggalkan kepingan es di bawahnya. Sedikit demi sedikit, es itu tersusun ke atas seakan hendak ke bentuknya semula. Aku dan Jeonghan melihat es itu dengan gusar. Semakin dia ke atas, kami makin jelas melihat bentuknya.

Kami berdua segera berlari terlebih dahulu sebelum es itu menyatu sempurna. Aku berusaha mengerahkan kakiku sekuat tenaga, meski aku kesulitan mengikuti langkah lebar Jeonghan. Ketika kucoba menengok ke belakang, patung es itu sudah utuh tanpa retakan. Tubuh yang ada di dalamnya pun lama-kelamaan menyatu dengan es, membentuk raga yang kabur layaknya kabut.

Saat pandangan kami bertemu, mata itu langsung melebar dan melesat cepat ke arah kami. Aku berteriak dan mengaburkan suara Chang yang mengatakan, "Kau harus tetap berpihak padaku."

Aku tersandung dan Jeonghan ikut terjatuh menjadi bantalanku. Tangan Chang hampir sampai meraihku. Tapi sebuah cahaya menghalanginya. Dari bentuk yang lembab dan cair, itu pasti cahaya milik Wonwoo.

Jeonghan bangkit dan dia menarikku mundur. Aku hanya bisa diam mematung dengan jantungku meledak. Jari-jari Chang tampak jelas pada jarak satu kepalan tangan dari wajahku.

Ada apa dengan vampire ini? Kenapa dia tiba-tiba mengejarku?!

"Gwaenchana?" Jeonghan sama pucatnya denganku. Dia sampai memelukku karena khawatir.

Aku yang masih sadar dengan keadaan, cukup mengangguk dua kali, lalu menggeleng. Aku tidak bisa menjawab dengan pasti.

Cahaya Wonwoo yang menahan tangan Chang, menghentikan seluruh tubuh vampire itu. Chang diam mengambang di sana. Cahaya itu melambankan gerakannya.

Lalu, saat kami sudah sedikit menjauhm cahaya lainnya menyerang tubuh Chang. Cahaya itu menubruk tubuhnya satu-persatu. Memberi retakan yang mengeluarkan sinar lebih menyilaukan ke mataku.

"Jangan melihatnya!" Jeonghan menutupi pandanganku, tapi belum sampai seluruh tangannya menghalangi, mataku melihat pecahan dari tubrukan terakhir cahaya api milik Seungcheol ke tubuh kaku Chang. Dan tiba-tiba..

Outcast CastelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang