Menyerahkan Diri

387 77 2
                                    

Kaki Minghao terjatuh dengan kedua lutut membentur tanah. Tidak dapat terangkat. Dirinya tidak bisa bergerak dari tempatnya sekarang di hadapan vampire yang dia panggil dengan 'Hyung'.

"Kau terlalu banyak memberinya penjelasan. Harusnya kau tidak perlu menceritakan tentang propofol itu," katanya dengan sorot mata kecewa.

"Jeosonghamnida," sesal Minghao.

"Kau tertarik dengannya?"

Minghao menggelengkan kepala cepat. "Sama sekali tidak. Aku bahkan belum berubah pikiran untuk menyerahkan diri. Tapi karena kepintarannya, aku jadi merasa satu pemikiran dengannya."

"Jika satu pemikiran, kenapa tidak menyerahkan diri saja? Itu artinya kau dan dia punya satu tujuan."

Berbeda dengan deretan hyung lainnya. Menurut Minghao, hyung-nya ini tidak seketus dan segalak vampire teratas lainnya. Tapi jika sudah serius, sifatnya akan berubah 180 derajat. Aura yang dikeluarkannya pun terasa mencekam hingga membuatnya tidak dapat berkutik.

"Aku tidak mungkin bisa menyia-nyiakan kesempatan dapat bergerak bebas dengan kedua kakiku ini," jawab Minghao dengan nada lemah.

Beberapa saat sampai hyung-nya bergumam. Kaki Minghao kembali bisa bergerak dan tidak lagi tertahan di tanah. Kedua tangan hyung-nya yang sejak tadi terlipat di dada, kini salah satunya beralih fungsi untuk menggaruk kepala.

"Kali ini serius, kau tidak mau melepaskan diri? Mau hidup terpisah dan menyendiri seperti ini selamanya?"

Kenapa hyung berkata begitu? Batin Minghao.

"Dengan kau menjadi vampire, kau mempertaruhkan hidupmu untuk tinggal dalam kesepian. Hanya bertemu denganku dan tidak bisa berkumpul dengan yang lain. Kau bahkan tidak bisa bercanda dengan teman sebayamu." Tuturnya.

Minghao menunduk. "Itu resiko yang sudah kuputuskan."

"Kepintaranmu menutup isi hatimu. Aku tau sebenarnya kau kesepian." Dada Minghao teriris seakan membenarkannya. Panas dan tidak nyaman. Refleks dia mengusap-usap dadanya.

Bibir orang di depannya tertarik. "Sudah waktunya kita keluar dari kegelapan dan dunia sunyi ini. Kita harus menyelesaikan petak umpat yang panjang ini."

Berat. Hatinya sulit menentukan. Tapi bagaimana bisa 2 orang menang melawan 4 orang yang sudah ikut bersama gadis itu? Jika dirinya sendirian tetap berpendirian, dirinya akan tinggal sendiri tanpa teman. Hanya Mingyu dengan bentuk benda mati yang tidak dapat bicara.

"Malam hanya sebentar, buat keputusannya hari ini karena barisan terakhir sudah menunggu untuk melanjutkan tugasmu sampai pada akhirnya kami yang akan mengeksekusinya."

Tidak dapat memberi perlawanan lain, Minghao mengangguk dan segera pergi dari tempatnya.

Setelah kepergian Minghao, orang lain datang dan menegurnya, "Kau terlalu membuatnya kebingungan."

"Jika tidak seperti ini, Minghao akan bersikukuh pada pendirian yang akan berakhir sama nantinya. Karena itu aku butuh bantuanmu agar dia dapat langsung mengetahui perasaannya."

Orang tersebut mencibir pelan. Lalu berkata, "Kau tau aku sangat tidak suka mengendalikan perasaan orang-orang terdekat di sekitar ini. Rasanya tidak nyaman."

"Dasar perasa." Ejeknya dibarengi dengan tertawaan.

🍃💦❄🔥

Menyelesaikan tugas harian dan wajibku selain makan, aku menegakkan diri dari kasur milik Minghao setelah merasakan tanganku bergerak-gerak dan dingin.

Outcast CastelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang