Kicauan burung bernyanyi riang di atas pepohonan yang rindang. Terpaksa aku terbangun dengan tubuh kesakitan dan kepala yang terasa hampir meledak.
"Dino-ya! Kau membuat kepalaku seperti mengalami sakit kepala yang tidak bisa hilang selama seminggu. Kau harus bertanggung jawab." Omelku pada vampire tua yang merasa dirinya kecil itu. Tapi setelah aku membuka mata, aku hanya menemukan diriku sendirian di tengah hutan.
"Dino!" Teriakku. Ku putar kepala mengelilingi pandanganku di sekitar hutan yang tidak ada apa-apa lagi selain pohon dan burung-burung yang membuat sarangnya di atas. Bahkan kastil milik Chan tidak ada lagi di sini. Semua lenyap.
Apa ini semua mimpi? Ku pegang kepalaku yang tidak bisa menghilangkan sakit kepala ekstrim ini. Tidak mungkin ini mimpi. Sakit kepalanya sangat asli. Aku tidak pernah mengalami sakit kepala sekuat ini walau masalah seberat apapun. Bekas ciuman terakhir dari Chan ini akan bertahan lebih lama dari ciumannya yang lain.
"Dino-ya.." Sekali lagi aku memanggilnya. Tidak ada balasan juga. Yang tersisa di sini hanyalah sekotak ayam yang sempat dibeli Chan untuknya.
Ku ambil kotak itu. Mataku menatapnya nanar. "Katanya kau tidak mau ditinggal sendirian. Tapi sekarang kau meninggalkanku. Siapa yang pembohong?"
Kriukk..
Perutku berbunyi kembali. "Dino-ya.. kalau tidak ada kau, siapa yang akan membelikanku makanan lagi??" Akhirnya ku buka kotak dengan ayam yang mungkin cukup sampai nanti malam. Mengambil salah satu ayam dan menemukan sebuah cincin.
Ku pandangi cincin itu. Warna rangkanya perak, seperti mata Chan. Cincin berbentuk sederhana dengan satu tempat berhiaskan berlian ungu. Warna yang mengingatkanku pada kastil Chan.
"Aku tidak meninggalkan noona dan aku bukan pembohong. Aku akan hidup sebagai pelindung noona. Tapi aku tidak bisa sering muncul menemani noona. Ini menguras tenagaku. Yang pasti, sekarang aku hidup di hati noona. Aku akan selalu bersama noona dan menemani noona selama perjalanan. Noona tidak akan sendirian lagi. Kita akan bersenang-senang. Noona [Y/N], annyeong."
Entah itu suara darimana, tapi itu sungguh suara Chan. Aku pun tersenyum mendengarnya. Setidaknya aku tau jika Chan tidak pergi dariku. "Dino-ya, kamsahamnida. Tapi kau harus bertanggung jawab atas rasa sakit yang terjadi saat kau meminjam ragaku dan kau harus mengganti rugi first kiss-ku yang kau rebut." Kataku sambil memakan sepotong ayam yang tadi hendak ku makan.
Terus menatap cincin perak milik Chan pada jari manisku. Ukurannya sangat pas dan cantik. Aku jadi tersenyum-senyum sendiri memandanginya. Seakan-akan sekarang Chan sedang bercanda dengannya dari berlian itu.
Selama mengunyah, aku tidak membiarkan tanganku berdiam diri dengan cincin baru yang ku dapatkan ini. Aku mencari buku yang dikatakan sebagai petunjuk vampire itu. Chan bilang buku itu tidak bisa dipercaya, tapi ada beberapa hal yang benar.
Seperti kekuatan dan juga kastilnya. Namun persepsi lainnya salah. Itu mudah. Aku hanya perlu memperhatikan kekuatan dan juga jenis kastil yang harus ku cari.
Ku buka buku itu. Namun aku terkejut karena tidak menemukan lembaran yang menerangkan milik Chan. Ada robekan di sana. Aku dapat menebak jika yang merobeknya ini adalah Chan. Dia pasti tidak suka catatan bohong merusak image baiknya.
Aku pun membaca lembaran pada kastil kedua sambil mengandaskan sepotong ayam di tanganku. Selama membaca, aku juga berusaha mengingat-ingat informasi yang ada.
Kekuatannya mengubah wajah dan kastilnya dapat terlihat di siang hari dan menghilang di malam hari. Aneh juga. Harusnya mereka kan bersembunyi di siang hari, tapi ini justru terbalik. Apa ini bohong ya? Lalu ada di dekat sungai. Kebetulan sekali aku juga sangat ingin minum air. Airku tinggal sedikit. Ku lihat sisa air yang ada di botolku dengan tatapan nanar dan sedih untuk diri sendiri.
Aku baru ingat sesuatu. "Dino-ya, jika kau ada di hatiku, kau mau makan apa? Kau tidak akan memakan ragaku kan?"
Tidak ada jawaban dari Chan. Aku jadi takut sendiri. "Dino-ya, jangan buat aku berpikir macam-macam."
"Aku bisa menjilati darah noona."
"Dino-ya!!" Teriakku. Membuat beberapa burung terbang karena ketakutan.
Terdengar tawa Chan yang cerah itu. "Aku hanya bercanda. Jika aku tidak berwujud vampire, aku tidak perlu makan. Jadi jangan khawatirkan aku. Noona fokus pada diri noona sendiri saja. Noona kan manusia biasa yang butuh makan dan air, aku tidak mau noona meninggal seperti orang-orang yang lain. Jika noona menutup mata dan memfokuskan pada telinga noona, noona akan mendengar suara air. Air di sana bisa diminum, tapi hati-hati. Hyung bisa saja mengelabui noona. Sudah ya, aku mulai mengatuk karena telepati ini."
"Vampire bisa mengantuk ya?" Tawaku. Tapi Chan sama sekali tidak menjawab. Ternyata memang selelah itu ya? "Dino-ya, kamsahamnida. Hanya kau yang peduli padaku sekarang."
Aku mulai membereskan barang-barangku. Mengemas semuanya dan menjaga cincin Chan lebih hati-hati seakan itu cincin yang lebih berharga dari apapun. Menutup mata dan berusaha melihat semua objek dengan telinga.
Ada suara burung dan juga dedaunan yang tertiup dengan angin. Suara serangga pun mendominasi telingaku. Ku pertajam lagi indra pendengaran yang lemah ini. Seakan menggunakan mata, pikiranku merealisasikan semua hutan tanpa perlu aku telusuri.
Aku bisa melihatnya dengan mudah dengan bentuk yang terlukis di pikiranku. Menjalankan diriku sendiri dengan mata masih tertutup. Untuk berhati-hati dengan benturan, tangan ini ku luruskan sebagai peraba.
Semakin jauh aku melangkah, semakin jelas juga aku menemukan suara-suara lain. Setelah mengenal Chan, entah kenapa gambaran hutan yang ada di pikiranku itu tidak semenyeramkan dulu. Mungkin sebelumnya aku memikirkan binatang buas dengan makhluk-makhluk lain yang akan menewaskanku. Sekarang justru pikiranku sendiri menunjukkan taman yang indah, seperti Namsan Park.
Aku membentur pohon besar yang membelah dua. Tanganku memeluk batangnya. Kepalaku berciuman dengan batang pohom tersebut. "Padahal kepalaku masih sakit, tapi sekarang sudah dibuat pusing lagi. Nasib.. Nasib." Gumamku.
Bersamaan dengan itu juga, batang pohon itu menunjukkan visual yang sedang ku cari-cari. "Sungai!" Teriakku penuh kegirangan.
Cepat-cepat aku berlari ke arah sumber air itu. Air yang jernih bahkan aku bisa sampai melihat bebatuan yang ada di dalamnya. Ku gunakan kedua tangan sebagai penampung air. Meminumnya semampu yang tanganku ambil.
"Segarnya.." Chan sama sekali tidak berbohong. Ini lebih segar daripada air kemasan yang dimasukkan ke freezer. Berkali-kali aku meminum air itu hingga dahagaku sendiri hilang.
"Haus sekali?"
"Ne. Kau kan tau aku habis makan tadi. Semalam kau kasih aku makan, tapi tidak langsung memberiku minum. Tenggorokanku begitu kering karenamu." Jawabku. Pada Chan yang tiba-tiba bersuara lagi.
Tunggu? Bukankah tadi katanya dia kelelahan?
Ku tengokkan kepala di sebelah kananku, tidak ada orang. "Di arah lain."
Refleks aku mengikuti suara itu. "Hallo."
Aku berteriak kencang karena terkejut. Menyiramkan air padanya tanpa aku tau, aku sendiri hampir saja terjatuh. "Jangan menyiramku. Kau jadi mau jatuhkan."
"Kau siapa?" Tanyaku. Mataku masih berkunang-kunang karena benturan pohon dan pusing dari Chan, sampai aku tidak tau siapa yang sedang memegangiku ini.
"Kau tidak bisa melihatku?" Dapat ku lihat dia tersenyum. Tapi aku tidak bisa melihat wujud aslinya dengan jelas.
Aku pun menggeleng. "Kepalaku pusing. Wajahmu jadi terbagi dua." Kataku jujur. Padahal aku tidak tau dengan siapa aku bicara.
"Mungkin kau harus tidur untuk sesaat." Katanya lagi. Wajah itu perlahan mendekat dan lagi-lagi bibirku tersapu oleh sesuatu yang dingin seperti air. Aku kira ini hanya halusinasi, ternyata bukan. Dia vampire kedua.
🍃💦❄🔥
Ternyata belum muncul nih nama yang jadi vampire kedua. Kalian masih harus tebak-tebakan sampai minggu depan 😁
Kira-kira siapakah dia?
Ayo ditunggu kelanjutannya kisah para vampire ini..
Annyeong~
KAMU SEDANG MEMBACA
Outcast Castel
FanfictionDahulu ketika para vampire masih menguasai kota, kami hidup dalam kegelapan yang diselimuti darah kawanan kami sendiri. Hidup dengan ketakutan dan bau darah yang menyebar di penjuru kota. Namun itu sudah ratusan tahun berlalu. Kini para manusia ting...