Bagaimana?

495 80 6
                                    

"Noona.. Irona.. Mau tidur sampai kapan?? Kasihan hyung jadi lihatin noona terus."

"Lihatin apa sih? Kepalaku pusing sekali karenamu."Balasku.

"Noona, ini bukan mimpi. Hyung beneran lihatin noona." 

"Lihatin apa?? Kau tidak tau aku sedang pusing? Ini seperti dipukul habis-habisan dengan rentenir tau." Ocehku membalas ucapan Chan.

"Jadi kau sudah sering berurusan dengan rentenir ya? Malangnya hidupmu. Sekarang kau justru berurusan dengan vampire."

Mataku melebar mendengar suara berat nan datar yang jelas-jelas bukan suara Chan. Kepalaku memang tidak sepusing sebelumnya, jadi tidak mungkin orang yang ada di sampingku ini efek pusing.

"Kau siapa? Dino mana? Ehh tunggu ini di mana? Ini bukan kastil Dino?" Tanyaku bertubi-tubi.

"Aigoo.. Kau masih saja berhalusinasi. Padahal aku sedang tidak mengubah penampilanku loh." Katanya.

Ku kucek mataku berkali-kali. Memastikan pandanganku benar-benar bukan Chan yang mengubah penampilannya. Tapi selama ini Chan hanya mengubah dirinya menjadi anak kecil. Tidak pernah jadi pria tampan yang terlihat dewasa juga.

Hyung..

"Aa~ Kau hyung-nya Dino?" Seruku.

Dia memetikkan jari. "Akhirnya kau tau juga. Selamat datang. Jadi bagaimana?" Ramahnya.

Sudah tampan, ramah dan sopan lagi. Jika tidak ingat dia vampire, aku sudah suka kali dengannya.

"Bagaimana apa?"

"Bagaimana dengan pertemuan pertamamu dengan vampire?"

"Kau bukan vampire pertama yang ku temui." Jawabku. Setengah tertawa. Bahkan terlebih santai dibanding pertama kali bertemu Chan. Mungkin kah ini efek dari aku sudah jadi teman Chan, makanya tidak ada rasa curiga kembali?

"Tapi aku vampire pertama yang akan membuatmu menyesal telah datang ke sini."

Jantungku berdetak. Baru juga aku merasa sangat aman, tapi dia langsung membuatku dalam ancaman. Aku berniat menjauhkan diri darinya. Tapi tanganku tidak bisa digerakan. Kakiku juga seperti terikat. Padahal jelas-jelas tidak ada yang mengikat tubuhku.

Dibanding itu, dia semakin mendekat. Terus memajukan wajahnya sampai aku bisa melihat setiap detail dari wajahnya. Aku berusaha tidak melihat kedua bola matanya, tapi apa dayaku? Matanya sangat indah hingga tidak bisa ku lewati begitu saja.

Iris coklat yang terlihat menyatuh dengan pupil matanya. Terlihat serasi dengan warna rambut dan wajahnya yang ke barat-baratan. Sungguh pemilihan wajah yang menawan.

Vampire dengan kekautan ini akan sangat memudahkan siapapun mendekatinya.

Aku menggeleng cepat. Kenapa aku jadi memujinya? Setelah sadar, sontak aku menutup mata.

"Kenapa kau menutup matamu?" Dia mengusap pipi kananku. Aku merinding kala merasakannya. Tangannya sedingin es namun juga basah seakan tangannya penuh dengan air. Aku sangat sulit menahan mata ini untuk tetap tertutup.

"Aku tidak mau jadi batu jika melihat matamu." Jawabku asal.

"Kau kira aku ini medusa? Sekarang lihat wajahku lagi atau kau akan merasakan sakit kepala yang lebih sakit daripada yang Dino lakukan."

Aku tidak termakan rayuannya begitu saja. Aku berusaha mengangkat tangan yang berat ini. Ada sedikit perkembangan. Lama-kelamaan tanganku terangkat. Begitu juga tangannya yang lebih kuat mencengkram pipiku dengan satu tangan. Memaksaku untuk mengeluarkan bibirku.

Outcast CastelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang